SAMARINDA – Tuntutan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap berbagai permasalahan tambang di Kaltim terus disuarakan berbagai kalangan. Selain dinilai telah memberikan banyak dampak buruh terhadap lingkungan, kegiatan pertambangan juga telah banyak memakan korban jiwa.
Komite Lawan Tambang (KLT) Kaltim adalah salah satu dari kalangan yang mendesak hal tersebut. Sebagai wujud protesnya, KLT yang merupakan gabungan berbagai organisasi kemahasiswaan, pegiat lingkungan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menggelar aksi di depan kantor Pemprov Kaltim di Jalan Gajah Madah Samarinda, Senin (10/12) siang kemarin.
Aksi yang diikuti oleh puluhan massa aksi itu mendapatkan pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Setelah beberapa jam berorasi, beberapa di antara massa aksi mendesak masuk ke dalam kantor Pemprov Kaltim agar dapat bertemu langsung dengan Gubernur Kaltim Isran Noor.
Namun, upaya para demonstran tidak dipenuhi pihak kepolisian yang mengawal jalannya aksi. Tak pelak, demonstran yang mendesak masuk sempat bersitegang dengan pihak kepolisian. Beberapa di antara massa aksi bahkan terlibat aksi saling dorong pagar dengan beberapa personel kepolisian.
Seakan tak kehabisan akal, massa aksi kemudian meluapkan ketidakpuasannya dengan langsung menggelar aksi bakar ban di Jalan Gajah Mada. Akibatnya terjadi kemacetan panjang. Mobil yang melintas di Jalan Gajah Mada terpaksa dialihkan petugas kepolisian ke Jalan Gunung Merbabu.
Setelah menggelar aksi selama 2 jam, masa aksi akhirnya ditemui Wakil Gubernur (Wagub) Kaltim Hadi Mulyadi. Kepada Wagub Hadi, massa aksi menyampaikan sebanyak 15 tuntutan terkait permasalahan hak asasi manusia (HAM) dan tambang yang ada di Kaltim.
Tuntutan itu disampaikan koordinator aksi KLT Kaltim, Claudion Kanigia. Di hadapan Wagub Hadi, Claudion meminta agar pemerintah segera menyelesaikan kasus 32 korban lubang tambang. Sebab menurut dia, hingga hari ini belum ada keputusan yang jelas dari pemerintah terkait permasalahan tersebut.
“Kami juga menuntut agar undang-undang tentang reklamasi dijalankan pemerintah. Kasus tanah longsor yang terjadi di Sangasanga yang melibatkan PT Adimitri Baratama Nusantara atau PT ABN juga wajib diusut tuntas. Begitupun dengan kasus teror terhadap aktivis lingkungan di Kaltim,” pinta dia.
Hal senada juga disampaikan Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, yang ikut terlibat dalam aksi tersebut. Rupang memandang, permasalahan tambang di Kaltim sudah cukup akut dan butuh untuk segera diselesaikan.
Ia menganggap, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah telah gagal melindungi keselamatan rakyat dari bencana tambang. Dalam dua masa kepemimpinan Pemerintah Kaltim, kondisi serupa juga masih terjadi. Bahkan pemerintah disebutnya gagal memberikan rasa aman bagi warganya.
“Hari ini ancaman terhadap anak-anak kita yang jadi korban tambang itu nyata dan terus berlangsung. Dari 32 korban jiwa, 27 orang di antaranya adalah anak-anak. Dan itu berasal dari 21 konsesi yang berasal di Kaltim,” ungkapnya.
Kata Rupang, yang cukup membuat perih dan merobek nilai-nilai keadilan, karena dari serentetan kejadian mematikan itu, hingga kini tidak ada sanksi tegas yang dilayangkan pemerintah. Jika pun ada sanksi, maka tidak ada yang bisa jadi pelajaran dan memberikan efek jera bagi para pemilik izin usaha pertambangan (IUP).
“Tidak ada sanksi tegas yang memastikan IUP-IUP tersebut akan dicabut. Bahkan masih ada banyak IUP yang bermasalah dan hingga sekarang masih dibiarkan berproduksi,” sebutnya.
Atas beberapa pertimbangan itu, Jatam Kaltim kembali mendesak pemerintah agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin pertambangan di Kaltim. Terutama yang disinyalir melakukan pelanggaran dan merugikan masyarakat.
“Di sini kami meminta ketegasan Gubernur Isran untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-zin yang bermasalah. Termasuk izin yang sangat berdekatan dengan pemukiman,” desaknya.
Selain itu, upaya penyelesaian kasus tambang melalui meja hukum diminta untuk dibuka kepada masyarakat. Agar masyarakat tahu seperti apa proses hukum yang telah dilakukan pemerintah ataupun pihak kepolisian.
Karena Jatam menilai, sejak kasus tambang masuk meja kepolisian, hingga kini belum ada dari masalah tersebut yang diseret ke meja pengadilan. “Makanya, kami minta secara tegas kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus 32 anak yang mati di lubang tambang,” tandasnya. (drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post