Tanpa bermaksud mengecilkan cabang olahraga (cabor) lain, selama ini sepak bola menjadi yang paling diminati. Olahraga ini merupakan yang terpopuler di seantero jagat.
Untuk itulah, wajar jika induk organisasinya yang diberi nama Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) banyak diperebutkan. Mulai dari pusat hingga daerah, PSSI menjadi organisasi yang seksi. Begitu juga di Bontang, kota kecil yang terletak di tengah Pulau Borneo.
Beberapa waktu lalu, Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Kaltim bersuara. Ketua PSSI Kaltim Yunus Nusi berujar, akan menunjuk karteker ketua PSSI Bontang pasca pengunduran diri ketua sebelumnya, H Saleh Dandang. Meski surat keputusan (SK) karteker belum turun, namun kasak-kusuk sudah terjadi.
Beberapa nama dikabarkan siap bertarung untuk menjadi nahkoda PSSI Bontang. Sebagai negara demokrasi, hal ini tentu saja sangat baik. Artinya, masih banyak yang peduli terhadap PSSI.
Bahkan, saya sendiri juga mendadak ngebet menjadi ketua PSSI setelah didorong beberapa pemilik klub. Soal kepastian saya maju atau tidak, tunggu tanggal mainnya. Yang pasti, di Bontang Post edisi Senin (27/2) lalu, saya menyampaikan kepada wartawan saya, kalau ada yang lebih baik dari saya, maka saya tidak akan maju.
Melihat track record para kandidat, muncul optimisme dalam benak saya. Optimisme bahwa PSSI akan semakin lebih baik lagi. Kompetisi yang sebelumnya tidak ada, akan kembali digulir. Wadah pesepak bola Kota Taman untuk unjuk skill dan menyalurkan bakat, ada.
Meskipun berbeda latar belakang, namun para kandidat tersebut saya pikir “gila bola”. Mereka adalah orang-orang profesional yang sudah lama berkecimpung di sepak bola. Mulai dari manajer tim, pemilik klub, eks pemain, pelatih, pemerhati dan penggiat sepak bola, pengusaha, dan lainnya.
Meskipun banyak kandidat, namun kita semua berharap agar sepak bola tidak dibenturkan dengan kepentingan individu. Apalagi kalau sampai punya niat memperkaya diri sendiri dengan “memperalat” PSSI. Kalau sudah seperti itu, harapan untuk memajukan sepak Bontang akan binasa.
Kita semua sama-sama tahu. Antusiasme stake holder si kulit bundar begitu besar. Ambil contoh ketika ada event atau turnamen. Semua akan berlomba-lomba memperkuat klubnya. Para pemain top juga didatangkan. Padahal kalau dipikir, hadiahnya tidak seberapa. Hadiahnya lebih kecil ketimbang pengeluaran tim.
Di luar tim, masyarakat berbondong-bondong ke lapangan. Mereka ingin melihat aksi para seniman lapangan hijau. Ada yang datang seorang diri, bareng pacar, atau sama-sama keluarga. Mereka begitu menikmati tontonan yang disajikan. Apalagi kalau tim kesayangan menang.
Dari segi ekonomi, event atau turnamen juga mampu menggerakkan roda perekonomian. Prinsip orang berdagang, di mana banyak orang, di situ ada pembeli. Sudah barang tentu, orang nonton bola pasti haus dan lapar. Bak ketiban durian runtuh, pedagang es, pentol, dan pedagang kaki lima (PKL) lainnya kecipratan rezeki.
Memang, menjadi ketua PSSI itu tidak mudah. Butuh kesabaran, ketegaran, dan ketabahan. Tentunya harus kuat finansialnya. Bagusnya juga pemikiran dan programnya. Tidak bisa jika hanya bermodal semangat. Apalagi kalau hanya untuk gaya-gayaan.
Ke depan, pengelolaan PSSI Bontang harus benar-benar profesional. Sehingga, dibutuhkan pemimpin yang layak, yang paham dan peduli terhadap bola, serta punya program jelas. Dan yang paling utama, bisa mengakomodir semua. Semoga. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post