Mengenal Sejarah Kaltim dari Prasasti Peninggalan, Antusias Tinggi dan Berharap Kegiatan Dirutinkan

Ukiran batu itu tua. Pun dengan bahasa yang tertulis, membuat semakin penasaran. Jika dilihat dari kejauhan, batu yang dipamerkan di Gedung Bahimung, Taman Budaya, seperti sekadar goresan. Tapi tidak setelah lebih dekat.

UKIRAN memberi sejumlah pesan bermakna. Masing-masing peninggalan Hindu-Buddha yang dipamerkan sudah ada keterangannya.

“Jadi bisa dilihat untuk menambah pengetahuan yang membacanya,” kata Eri selaku perwakilan UPTD Museum Negeri Mulawarman Kaltim.

Penting menurutnya belajar sejarah. Ada lima prasasti peninggalan tersebut dipamerkan. Rincianya tiga Arca-patung dewa-dewi sebagai media keagamaan pada masa lampau. Kemudian dua prasasti yupa.

“Nah semua replika; menyerupai wujud aslinyanya. Terkecuali satu arca yang terlihat tidak lengkap atau terpotong kepalanya, itu asli kami pamerkan,” ungkapnya.

Pada dasarnya Kaltim memiliki nilai sejarah yang begitu penting. Prasasti itu sudah ada sejak abad keempat masehi. Prasasti yupa ditemukan di daerah Muara Kaman. Sementara untuk arca, ditemukan di Gunung Kombeng, Kutai Timur.

“Sebagian ahli mengatakan bahwa di sana tempat pusat pemerintahan kerajaraan Martapura,” sambung Eri.

Animo masyarakat yang berkunjung di pameran tinggi. Baru satu hari dibuka, sudah 200 lebih orang yang datang. Menjadi kesempatan emas untuk menanyakan reaksi mereka setelah melihat dan membaca peninggalan-peninggalan tersebut.

“Karena sekarang peninggalan khususnya Hindu dan Buddha seolah-olah terlupakan. Padahal itu sejarah penting untuk dipahami khususnya bagi warga Kaltim. Oleh karena itu, kami ingin menjelaskan bahwa Kaltim punya peran penting yang tertulis di prasasti tersebut. Singkatnya, kerajaan Hindu-Buddha tertua itu ada di Kaltim,” terangnya.

Nur Maulidya Rizki, salah satu pengunjung menuturkan, pertama kali dia membaca secara cermat tentang arti dari prasasti yupa. Sebab, sebelumnya dia hanya membaca melalui artikel yang beredar di dunia digital.

“Sebenarnya lebih enak mengetahui sekaligus belajar secara langsung, karena lebih mudah memahami,” ungkapnya.

Misalnya, di batu yang tertulis pada replika Muarakaman I, terpahat sebanyak 12 baris. Bunyinya Siramatah srinarendrasya kundunggasaya mahatmanah putro svavarmmo vikhyatah vansakartta yathangusman tasya putra mahatmanah trayas traya ivagnayah tesan trayanam pravarah tapo bala damanvitah tasya yajnasya yupo yam dvijendaris samprakalpitah, yang memiliki arti, “Prasasti Muarakaman I bercerita mengenai istilah Raja Muarakaman. Disebutkan bahwa Sri Maharaja Kundungga berputra Asmawarman, yang memiliki tiga orang anak. Yang terkemuka di antara ketiganya adalah Mulawarman, raja yang berperadapan baik, kuat dan berkuasa. Disebutkan pula bahwa Mulawarman telah mengadakan upacara selamatan yang dinamakan Bahusuwarnnakam (emas amat banyak), tugu batu (yupa) didirikan para Brahmana,” ujar Nur membacakan penjelasan sedikit mengenai arti prasasti tersebut.

Dia berharap, agenda seperti serupa sering diadakan, bahkan di tingkat paling bawah. “Agar, pemahaman sejarah khususnya di Kaltim bisa terus ada yang melestarikan dan menyebarkan bahwa Kaltim punya sejarah penting,” kuncinya. (eko/dra)

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version