bontangpost.id – Perluasan areal permukiman dan kawasan industri, hingga perilaku masyarakat disinyalir jadi faktor terjadinya konflik antara manusia dan buaya di perairan Kampung Selambai, Loktuan, Bontang Utara.
Seperti diketahui, kurun sepekan dua kali buaya menyerang penduduk di perairan Kampung Selambai. Kasus pertama terjadi, Rabu (24/2/2021). MDH disergap buaya ketika asik berenang di laut. Untungnya remaja 16 tahun itu berani. Ia tendang kepala buaya, yang membuat ia bisa lepas dan lekas naik ke permukaan.
Selang 3 hari, kasus serupa terjadi lagi. Kali ini menimpa remaja 13 tahun inisial AL. Kakinya tiba-tiba disambar buaya ketika bermain di bibir jembatan. Ia terjerembab ke laut, tapi tetap melakukan perlawanan. Kepala buaya dihajarnya pakai tangan kosong. Dan lekas dia naik ke permukaan. Atas kejadian ini, AL mendapat 30 jahitan di kaki kiri.
Kepala Resort BKSDA Kaltim, Witono menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan konflik buaya dan manusia. Untuk di Bontang dan secara umum wilayah di Kaltim, pemicunya tiga. Habitat buaya terganggu atau berubah fungsi akibat perluasan permukiman dan kawasan industri; sumber pakan berkurang; dan perilaku masyarakat yang tidak menaati imbauan ketika tahu kawasan tersebut jelas habitat buaya.
Ketika habitatnya rusak atau berubah fungsi, praktis predator tersebut mencari kawasan baru. Masuk ke permukiman warga, yang notabene bukan habitat buaya. Ketika buaya masuk ke permukiman warga, berkontribusi terhadap eskalasi konflik antara manusia dan satwa buas tersebut.
“Habitatnya menyempit, perubahan peruntukkan. Dulu masyarakat tidak ketemu karena memang buaya ada dihabitanya, sumber pakannya masih banyak,” urai Witono kepada bontangpost.id, Rabu (3/3/2021) sore.
Kata Witono, buaya yang hidup di pesisir Loktuan adalah jenis buaya muara. Predator ini memang lebih agresif ketimbang jenis lain. Sementara untuk sumber pakan buaya umumnya mamalia yang ke pesisir. Misalnya monyet dan bekantan.
“Selain juga ikan dan satwa lain di pesisir ya,” bebernya.
Untuk buaya yang direlokasi di Bontang, kata Witono, umumnya dibawa dulu ke markas BKSDA. Pelepasan buaya kembali ke alam liar mesti mempertimbangkan faktor lingkungan. Jangan sampai lokasi pelepasan menghadirkan konflik baru.
“Kita perhitungkan juga kapasitas di lokasi pelepasan. Jangan sampai terjadi konflik baru,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: