BONTANG – Atmosfer semarak perayaan kemerdekaan terlihat di beberapa daerah di Kota Taman. Salah satunya di Perum Bontang Permai RT 07 Kelurahaan Api-api. Para warga dengan sigap memasang berbagai atribut khas hari kemerdekaan, seperti bendera, umbul-umbul, dan cangkir plastik yang dicat merah putih.
Semua ini mereka lakukan secara swadaya dengan modal kekompakan warga. “Jadi mereka membuat hiasan-hiasan ini dengan dana mereka masing-masing. Bahan untuk hiasan juga banyak yang mereka buat dari barang-barang plastik bekas,” ujar Teguh Suharjono, Ketua RT 07 Api-api, kemarin.
Ada pula RT 31 Kelurahan Belimbing. wilayah RT 31 yang sebelumnya lengang kini “disulap” menjadi kawasan bernuansa kemerdekaan. Ketua Panitia Suprianto mengatakan, dalam menghias lingkungan ini, ada tiga poin yang digunakannya. Yakni penyesuaian tema HUT RI ke-72, kebersihan, dan keindahan taman.
“Kalau tidak sesuai tema, pesan tidak akan tersampaikan. Ketika orang lewat di sini maka memorinya pasti akan ingat ketika zaman kemerdekaan. Kita membuka wawasan mereka sehingga dapat memaknai kemerdekaan tersebut,” tambahnya.
Melalui kegiatan ini, ia berharap dapat membangun semangat harapan kebersamaan sama seperti zaman dahulu. Sehubungan dengan kreasi menghias lingkungan tersebut, diakuinya akan dipertahankan dari tahun ke tahun.
“Tahun depan kita tetap juga akan buat lomba menghias rumah dengan hadian yang lebih besar lagi,” tandasnya.
Ditambahkan Lurah Belimbing, Muhammad Ihsan, tujuan diadakan lomba hias lingkungan yaitu untuk meningkatkan rasa kebersamaan warga, gotong-royong dalam menjaga kebersihan, serta menata dan menghias lingkungan RT agar lebih baik. Dewan juri yang ditunjuk dalam lomba ini, diambil dari kalangan akademisi, kesehatan (puskesmas), serta instansi Kecamatan Bontang Barat. “Senada dengan tema HUT RI ke-72, kerja bersama,” kata Ihsan.
Sementara itu, jauh dari hiruk pikuk keramaian warga di pusat kota, yang sedang sibuk bersolek mempercantik rumah dan gang dalam menyambut perayaan HUT RI ke-72. Di sudut barat kota, Kampung Lok Tunggul di Kelurahan Bontang Lestari, serasa begitu kontras.
Tak ada persiapan menggelar berbagai macam lomba 17-an pada umumnya. Pun begitu, rasa nasionalisme warga setempat tak bisa dipandang sebelah mata. Kurang mendapat perhatian dari pemerintah bukan alasan bagi warga yang mayoritas bekerja sebagai nelayan rumput laut itu, melupakan jasa pahlawan kemerdekaan.
Bontang Post, Kamis (16/8) berkesempatan mengintip aktivitas warga setempat jelang detik-detik proklamasi. Beberapa rumah yang dominan berbahan kayu di depannya terpasang bendera merah putih. Menandakan, mereka turut merayakan hari kemerdekaan Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa asing. “Kami pasang ini sebagai rasa kami sebagai orang Indonesia,” ungkap Achmad Zainal Abidin (37) Ketua RT 15.
72 tahun Indonesia merdeka, menjadi catatan sendiri bagi pria yang sehari-hari bekerja sebagai guru tersebut. 7 kali berganti presiden, 3 kali berganti Wali Kota Bontang, namun sangat sedikit perhatian yang diberikan pemerintah terhadap kampung tempatnya lahir.
Untuk akses jalan menuju Lok Tunggul, dari kota menghabiskan waktu tempuh perjalanan sekira 1 jam. Sebelum masuk, ada beberapa kampung yang harus dilewati, yakni Teluk Kadere, dan Salantuko. Akses masuk pun cukup ekstrim. Jika lewat jalur darat, siapa pun harus melewati jalan yang rusak dan bergelombang.
Jika hujan deras, alas kaki bersiap untuk dipenuhi ketebalan tanah liat. Tak sampai di situ, akses masuk dari Teluk kadere ke Lok Tunggul hanya bisa menggunakan kendaraan roda dua dengan jarak perjalanan sekira dua kilometer.
Di era Andi Sofyan Hasdam semasa menjadi Walikota dua periode, mereka dijanji akan dibangunkan Jalan. Namun hingga akhir periode janji itu tak kunjung terealisasi. Begitupula suksesinya Adi Darma, permintaan mereka untuk dibangun jalan juga pupus. Hanya janji yang tak pernah ditepati.
“Warga di sini sudah bosan dengan janji, sudah berkali-kali kami minta. Tapi enggak pernah terealisasi. Jadi kalau kami dengar kabar seperti itu lagi, ya sudah jadi angin lalu saja,” ucapnya pesimis.
Selain jalan, krisis air bersih juga menjadi persoalan krusial yang masih dihadapi 50 Kepala Keluarga di Kampung tersebut. Sejak 2016 lalu, diakuinya mantan Wali Kota Adi Darma sebelum akhir masa jabatannya, sempat membangunkan sebuah sumur bor. Namun, air dari hasil sumur tersebut hanya bisa dipakai untuk mencuci dan mandi. “Kalau untuk di minum tidak bisa, sangat kotor,” ungkapnya.
Sehingga untuk mencukupi kebutuhan air minum sehari-hari, mereka terpaksa harus membeli air galon. Untungnya, masih ada tetangga yang menjual air bersih, diperoleh setelah membeli di Kota melalui akses laut. Untuk satu galon dibanderol seharga Rp 7 ribu, naik Rp 2 ribu dari harga normal seharga Rp 5 ribu.
Masalah lain yang sedang mereka hadapi dua bulan terakhir, yakni tak teraliri listrik. Sebenarnya, Pemkot telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), namun karena disambar petir, sehingga PLTS tak lagi berfungsi. Jika menjelang malam, sebagian rumah menggunakan lilin dan pelita. “Ada juga yang pakai genset,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari masyarakat Bontang, kampung Lok Tunggul sangat berharap perhatian dari Pemkot. “Sebenarnya, yang paling utama adalah jalan, jika akses jalan bagus semua bisa hidup. PLN belum bisa masuk, karena kalau mau pasang tiang pakai mobil crane, sedangkan jalanannya sudah bertahun-tahun tidak kunjung diperbaiki. Kalau jalan bagus, saya yakin perekonomian masyarakat di sini pasti akan tumbuh. Nelayan tidak perlu keluar untuk pasarkan hasil tangkapannya. Mohon perhatian lebih dari Pemkot, kami juga warga Bontang,” tukasnya. (*/nug/*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: