Meraih Kebahagiaan Hakiki

Oleh: Wahyudi,PdAktivis HTI Bontang

 

Assalam alaikum wr wb.

Segala puji bagi Allah, Dzat yang penuh kasih sayang kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta keluarga, para sahabat, dan umatnya yang ta’at mengikuti sunnah-sunnahnya. Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah.

Setiap manusia ingin menggapai kebahagiaan hidup. Apakah mereka laki-laki ataupun perempuan. Muda ataupun sudah tua, muslim ataupun non muslim, semuanya ingin bahagia. Merupakan naluri setiap manusia, bahwa mereka ingin bahagia. Namun, akan berbeda jawaban, jika masing-masing manusia ditanya tentang makna kebahagiaan itu sendiri, begitu pula dengan bagaimana cara meraihnya.

Ada yang mengatakan, bahagia itu ketika kita memiliki harta yang banyak, gaji tinggi, jabatan yang bergengsi atau popularitas. Namun seringkali orang yang memiliki harta, gaji tinggi, jabatan dan popularitas tapi kehidupannya tidak mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Justru yang ada malah stress, depresi, dan diliputi kegelisahan. Lalu, seperti apa kebahagiaan hakiki itu dan bagaimana meraihnya?

Islam sebagai agama yang sempurna memberikan pandangan tentang makna kebahagiaan dan cara meraihnya. Bagi seorang muslim kebahagiaan akan hadir jika selalu dalam ridho Allah SWT, dan satu-satunya jalan untuk meraihnya adalah terikat  dengan perintahNya dan menjauhi laranganNya dalam beramal.

Jika seseorang memiliki harta yang kurang tetapi karena diperoleh dengan cara yang sesuai dengan aturanNya, maka ia akan tetap bersyukur dan bahagia. Begitupun dalam kondisi yang lain. Jadi, agar kita bisa mendapatkan kebahagian yang hakiki, seorang muslim harus mengetahui perintah dan larangan Allah Swt dan berusaha untuk meraih ridho Allah SWT. Allah SWT berfirman;

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal(QS al-A’la [87]: 14-17).

Terkait dengan ayat tersebut, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa orang yang bahagia adalah orang yang membersihkan dirinya dari akhlak yang buruk dan mengikuti apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya.

Sedangkan Asy-Syaukani juga menafsirkannya, orang yang membersihkan diri dari syirik seraya mengimani Allah SWT dan beramal dengan syariah-Nya. Secara keseluruhan, dijelaskan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari, ayat ini mengandung pengertian, “Sungguh telah menang dan memperoleh apa yang diinginkan orang yang membersihkan diri dari kekufuran dan maksiat kepada Allah, mengamalkan apa yang diperintahkan Allah, dan menunaikan berbagai kewajiban.”

Intinya, orang yang menuai kesuksesan dan kemenangan adalah orang yang membersihkan diri kekufuran, kemusyrikan dan kemaksiatan; seraya mengimani akidah Islam dan beramal shalih dengan menaati syariah-Nya, menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya; dan itu dilakukan ikhlas semata karena Allah SWT.

Selain itu, orang tersebut juga harus mengingat nama Tuhannya, lalu menunaikan shalat dengan khusuk. Tidak hanya shalat wajib, namun juga shalat-shalat nafilah, seperti rawatib dan lain-lain. Dalam QS al-Mukminun [23]: 1-2 diberitakan bahwa di antara orang yang mendapatkan al-falâh adalah orang-orang yang khusuk dalam shalatnya.

Dijelaskan Ibnu Katsir, yang lebih baik dan lebih kekal itu bisa dimaknai pahalanya. Menurutnya, maksud ayat ini adalah pahala Allah di akhirat lebih baik dan lebih kekal. Kehidupun dunia itu rendah dan fana, sementara akhirat mulia dan langgeng. Bagaimana mungkin orang yang berakal lebih memilih yang fana daripada yang kekal; mementingkan apa yang segera hilang daripada kehidupan yang kekal dan langgeng? Oleh karena itu, ayat ini memberikan dorongan kepada manusia agar lebih memilih dan mengutamakan akhirat daripada dunia.

Orang-orang yang bersedia membersihkan diri, mengingat Allah SWT dan mengerjakan shalat dinyatakan sebagai orang yang mendapatkan falâh (kemenangan, kesuksesan, selamat dari neraka, dan masuk surga). Penegasan yang sama juga disebutkan dalam QS asy-Syams [91]: 9.

Orang-orang yang memberikan hartanya untuk menyucikan diri dan semata mencari ridha Allah juga dijanjikan akan dijauhkan dari neraka yang menyala-nyala (lihat QS al-Lail [92]: 17-20). Mereka juga dijanjikan dengan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya (lihat QS Thaha [20]: 76). Singkatnya, mereka itu akan menuai imbalan dari upaya yang mereka kerjakan (lihat QS Fathir [35]: 18).

Sebaliknya, orang yang berpaling dari peringatan itu akan celaka. Jika orang yang membersihkan jiwanya dinyatakan sebagai orang yang menuai falâh maka orang yang mengotorinya disebut telah merugi (lihat QS asy-Syams [91]: 9-10). Mereka itu adalah orang-orang yang lebih memilih, mengutamakan dan terbuai dengan kehidupan dunia, seraya melupakan akhirat. Sebagai balasannya, mereka mendapatkan siksa neraka (lihat QS an-Naziat [79]: 37-39).

Bertolak dari paparan di atas, jelaslah sikap mana yang harus kita pilih untuk meraih bahagia. Kita harus lebih memilih dan mengutamakan akhirat, sebagaimana hadis dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Rasulullah saw bersabda:

Siapa saja yang mencintai dunianya, dia telah mendatangkan kerugian bagi akhiratnya. Siapa yang mencintai akhiratnya, dia telah mendatangkan kerugian bagi dunianya. Karena itu, pilih dan utamakanlah apa yang kekal daripada apa yang fana (HR Ahmad, al-Baihaqi dan al-Hakim).

Inilah sesungguhnya orang yang menuai sukses sejati dan meraih kebahagiaan hakiki.

Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version