bontangpost.id – Hidup serba kekurangan di tengah kota industri dirasakan Salasiah (72). Seorang lansia warga Tanjung Lanjut Indah yang menjadi kepala keluarga bagi lima cucunya.
Salasiah dan lima orang cucunya merupakan warga miskin Bontang yang tinggal di sebuah rumah kecil berukuran 6×4 meter di Gang Bete-Bete 4, No 75, RT 07, Kelurahan Tanjung Laut Indah.
Satu-satunya akses menuju kediamannya ialah harus berjalan kaki melewati jalan setapak yang dipenuhi oleh rumput yang menjulang tinggi.
Sepintas, pemandangan nelangsa tergambar padanya. Bagaimana tidak. Rumah papan yang ia huni kini mulai lapuk. Dapur dan kamar mandi menjadi satu. Dan untuk masak pun masih menggunakan kayu bakar.
Tak hanya itu, jika hendak memasak Salasiah harus meminta air bersih ke tetangga. Sebab, air sumur yang ia gunakan hanya dibisa dimanfaatkan untuk mandi. Lantaran air sumur berwarna oranye.
Saat dijumpai di kediamannya, Salasiah tengah memasak bersama cucu paling tua, Putri (18). Tidak hanya fisik Salasiah yang mulai ringkih. Namun, pendengarnya pun ikut menurun. Sehingga ia harus dibantu Putri untuk menerjemahkan perkataan orang lain.
“Ya begini kondisinya. Saya enggak bisa jalan jauh. Cuma di rumah saja,” tuturnya, Kamis (21/9/2023).
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Salasiah hanya mengandalkan uluran tetangga dan sang anak yang kini tinggal bersama keluarga kecilnya di Kelurahan Bontang Lestari. Sebab, pendapatan Putri sebagai pengupas bawang merah tidak menentu. Sekilo bawang tanpa kulit diupah Rp2000.
“Dia (Putri) enggak bisa pergi jauh. Karena jagain saya. Kecuali ada adeknya datang. Adeknya itu nikah muda dan ikut suaminya. Tapi, kalau siang adeknya Putri selalu ke sini,” jelasnya.
Yang mengejutkan adalah di usia Salasiah yang senja ia harus merawat cucu paling kecil. Yakni Anggaria (10). Kata Salasiah, sedari usia enam bulan Anggaria mengidap lumpuh layu dan autisme. Sehingga, untuk merawatnya Anggaria dikurung di sebuah kamar.
Setiap hari, Salasiah rela membersihkan kotoran Anggaria yang tak bisa berjalan ke kamar mandi. Dengan suara parau, Salasiah bilang tidak bisa memberi makanan bergizi untuk Anggaria. Bahkan Anggaria mengonsumsi susu kaleng alias krimer. Lantaran tak mampu membeli susu formula.
“Itu (susu kaleng) mau habis sudah. Tinggal sedikit lagi. Kalau mau beli lagi tunggu kiriman anak saya yang di Bontang Lestari,” ucapnya.
Rumah yang ia huni selama 20 tahun lebih itu bukan sepenuhnya miliki Salasiah. Sebab, ia hanya diberi akses tetangga untuk mendirikan rumah. Sementara tanah milik tetangganya.
“Dulu rumah ini memang mau dapat bantuan renovasi dari pemerintah. Tapi, enggak jadi. Karena status tanah milik orang,” ungkapnya.
Disinggung mengenai Program rantang kasih, Salasiah mengaku tidak pernah menerima. Namun, bantuan lain dari pemerintah seperti BPNT pernah ia terima.
“Ya kalau ada kami terima. Tapi, kalau tidak ada ya sudah. Disyukuri saja yang sekarang,” ucapnya pasrah. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post