Jakarta – Pengurus MUI Pusat Abdul Moqsith Ghazali, meminta Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menangkal terorisme melalui dakwah. Kedua ormas Islam itu disebut bisa berdakwah di setiap perkampungan untuk mencegah aksi terorisme.
“Tentu ormas Islam punya peran, kalau pemerintah punya mandat hukum untuk menangkap pelaku. Di mana peran ormas seperti NU dan Muhammadiyah, mereka punya peran memecah gelombang terorisme agar arus tidak deras ke umat dan perkampungan,” ujar Abdul Moqsith Ghazali saat acara diskusi ‘Setelah Mako Brimob dan Bom Surabaya’ di Aula Rumah Pergerakan Gusdur, Jl Taman Amir Hamzah No 8, Pegangsaan, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Cara dakwah, menurut Abdul Moqsith, ulama atau dai bisa menyampaikan nilai-nilai keberagaman dan toleransi kepada masyrakat. Nilai-nilai tersebut bisa mencegah paham terorisme masuk ke masyarakat, termasuk perempuan dan anak agar tak terlibat aksi terorisme.
“Salah satunya itu menyediakan dakwah moderat dan yang toleransi, bahwa keragaman bukan ancaman, bahwa keragaman adalah sunahtullah. Kita tidak bisa memilih lahir di Indonesia, bertetangga orang Kristen, Hindu dan Buddha, ini semua kehendak Allah SWT,” tutur Abdul Moqsith.
Sementara itu, Direktur Wahid Foundation Yenny Zannuba Wahid mengatakan, setiap sekolah harus mengajarkan paham kebhinnekaan untuk anak-anak. Bahkan setiap guru sekolah juga harus menyampaikan nilai-nilai Pancasila dan kebhinnekaan.
“Kurikulum sekolah harus secara sadar mengajarkan pentingnya kebhinekaan, guru harus aktif sisipkan nilai-nilai itu karena anak belajar dari semua interaksi di sekolah, mereka tidak belajar ilmu saja tapi nilai-nilai harus aktif ditanamkan,” ucap Yenny.
Selain itu, Yenny meminta kaum milenial untuk peka melihat gejala terorisme. Sebab, kaum milenial mampu menangkal terorisme di media sosial.
“Kalau saya imbau agar milenial merasa ini isu (terorisme) mereka, kita lihat ini seperti itu Islam toleran. Sebagian besar masyarakat merasa tidak memiliki, itu namanya silent majority, merasa bukan tugas gua, mereka justru mungkin punya kualitas yang tidak dimiliki aktivis dan para guru pesantren, pesantren lebih ngerti narasi pesantren tapi mereka enggak tahu seperti teknologi dan lain-lain konten Instagram dan lain-lain,” jelas Yenny. (fai/gbr/detik)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post