BONTANG – Polemik terkait penggunaan alat tangkap ikan berupa cantrang tidak bergejolak di Bontang. Pasalnya, Kasi Perikanan Tangkap dan Budidaya Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Pertanian (DKP3), Idhamsyah mengatakan, nelayan di Kota Taman tidak ada yang menggunakan alat tangkap tersebut.
“Bontang tidak ada. Cantrang itu kebanyakan dipakai di Pulau Jawa,” kata Idham.
Menurutnya, alat ini membahayakan ekosistem yang berada di dasar laut. Dikarenakan armada yang digunakan oleh nelayan yang menggunakan alat ini akan menebarkan tali selembar secara melingkar. Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.
“Dapat menggerus dasar perairan. Karang akan terangkat semua, padahal pertumbuhannya satu tahun hanya satu sentimeter saja,” terangnya.
Selain merugikan Sumber Daya Alam (SDA), penggunaan alat ini juga merugikan nelayan. Mengingat, kemungkinan terjadinya robohnya jaring akibat beban muatan yang lebih.
Idham memaparkan, kebanyakan nelayan tangkap di Bontang menggunakan belat, gillnet, dan pancing. Adapun, Ia mengakui masih ada yang menggunakan purse seine (pukat cincin) namun jumlahnya tak banyak.
“Nelayan di sini itu semi tradisional. Alat tangkap yang digunakan sederhana dan kecil. Belum ada yang mengarah ke industri,” paparnya.
Seperti diketahui, kendati pemerintah pusat menunda pelarangan penggunaan cantrang sembari menunggu proses peralihan. Namun, status regulasi yang diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 itu belum dicabut. Kementerian yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti meminta kepada nelayan, agar tidak melakukan penambahan kapal. Tak hanya itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan berupaya mencari spesifikasi alat yang cocok. (*/ak)