bontangpost.id – Mulai merangkak naiknya harga minyak goreng berimbas kepada penjual makanan di Bontang. Salah satu penjual tahu telur di bilangan Jalan Ir H Juanda, Setio, mengatakan pasrah dengan kondisi ini. Namun, ia meminta kenaikan tidak terjadi terus-menerus.
“Pasrah. Karena mau tidak mau ya harus dibeli minyak gorengnya,” kata Setio.
Ia menjelaskan minyak goreng termasuk bahan utama dalam pembuatan makanan yang diperdagangkannya. Sehari ia menghabiskan 2-3 liter. Tergantung jumlah pembeli. Terakhir ia mendapatkan minyak goreng ukurang dua liter seharga Rp 35 ribu. Ia mengaku kaget dengan kondisi ini.
“Sudah empat hari belakangan harganya segitu,” ucapnya.
Sejauh ini belum berpengaruh terhadap kuantitas konsumen. Mengingat setiap jualan memiliki risiko pasang-surut. Ia pun tidak bisa mengurangi kuantitas pemakaian minyak goreng. Ketika menyiapkan tahu telur. Imbas dari ini keuntungan yang didapatkan menjadi susut.
“Sehari minimal dapat Rp 100 ribu. Tetapi sebelumnya keuntungan sedikit lebih banyak karena harga minyak masih belum naik seperti ini,” tutur pria kelahiran Nganjuk, Jawa Timur ini.
Umumnya, kejadian ini terjadi ketika mendekati momentum lebaran maupun natal. Mengingat permintaan konsumen meningkat. Ia pun menyadari kondisi ini tidak terjadi hanya di Bontang. Bahkan di Pulau Jawa harga minyak goreng juga terus mahal.
Sementara penjual nasi goreng Eko Setiawan berharap harga minyak goreng dapat ditekan. Sehingga tidak memberatkan bagi pedagang. Penjual yang berdomisili di Tanjung Laut ini dalam sehari membutuhkan tiga liter minyak goreng.
“Harapannya supaya segera normal kembali,” kata Eko.
Kendati saat ini belum berimbas, tetapi jika kondisinya terus merangkak naik, maka pedagang memiliki opsi. Bentuknya dengan meningkatkan harga jual makanan. Dalam sehari ia mengaku memperoleh laba kotor sejumlah Rp 500 ribu.
“Saat ini jalanin dulu. Tetapi kalau terus naik maka harga jual makanan mau tidak mau dinaikkan. Sekarang saya belum bisa memastikan berapa kalkulasi peningkatannya,” terangnya.
Sebelumnya diberitakan, salah satu penjual sembako di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin) Hanafi mengatakan kondisi ini terjadi sejak sebulan belakangan. Harga minyak goreng merek Bimoli berisi satu liter sebelumnya dibanderol seharga Rp 16 ribu. Kini menjadi 18 ribu rupiah.
Sementara kemasan dua liter yang bulan lalu dijual 30 ribu rupiah naik menjadi Rp 37 ribu. Adapun kemasan lima liter dari Rp 80 ribu sebelumnya berubah ke Rp 95 ribu. Ia menjelaskan meningkatnya harga bahan baku menjadi biang melonjaknya harga eceran penjualan minyak goreng.
“Sekarang harga sawit mahal itu informasi yang saya dengar. Jadi imbasnya ke harga minyak goreng juga terus naik,” kata Hanafi.
Pedagang yang berjualan di dekat lapak sayuran lantai dua pasar ini menjelaskan akibat mahalnya harga minyak goreng, konsumen menjadi sepi. Umumnya mereka mencari selisih harga yang lebih relatif murah ke tempat lain. “Ini saya duduk selama tiga jam belum ada yang beli. Mereka (konsumen) hanya tanya-tanya harganya saja. Mungkin dibandingkan dengan tempat lain,” ucapnya.
Meski harga melonjak, pasokan justru tetap aman. Namun kembali pedagang harus memperhitungkan jika menyetok dalam jumlah besar. Hanafi menuturkan ia mengambil pasokan dalam jumlah 10 dus. Mengingat jika mengambil skema demikian harganya berbeda jika menyetok jumlah sedikit.
Satu dus untuk minyak kemasan 5 liter berisi empat buah, kemasan dua liter enam buah, dan satu liter 12 buah. Biasanya 10 dus yang diambil secara acak kemasannya ini laku terjual dalam kurun 10 hari. Tetapi pasca peningkatan harga stok dalam sebulan tak kunjung habis.
“Ini masih banyak sisanya yang belum terjual. Soalnya tiap pekan selalu naik harganya,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: