bontangpost.id – Keluhan pedagang di pasar tradisional dan toko kelontong soal jomplangnya harga minyak goreng dengan toko retail modern mendapat tanggapan dari Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris. Menurutnya, fenomena ini hanya semakin menegaskan kurang cakapnya pemerintah pusat dan daerah melakukan komunikasi.
Dia menjelaskan, sebelum kebijakan ini diambil, gejolak yang terjadi di masyarakat mestinya ditimbang matang oleh pemerintah. Lepas kalkulasi pertimbangan itu, barulah sosialisasi dilakukan ke pedagang baik toko tradisional atau retail modern. Tidak serta merta mengeluarkan kebijakan penurunan harga tanpa pemberitahuan terlebih dulu.
“Mestinya dipertimbangkan dulu gejolak apa yang akan terjadi ke depannya,” sebutnya ketika dikonfirmasi, Jumat (21/1/2022) sore.
Menurut Politikus Gerindra ini, kebijakan satu harga minyak goreng di jaringan toko retail modern menjadi buah simalakama. Di satu sisi, pengusaha dan pedagang rugi karena dipaksa menurunkan harga jual. Sementara harga minyak kala itu masih tinggi. Di sisi lain, bila tak mau ikut pemerintah dianggap melanggar aturan.
“Memang berat kalau disuruh tiba-tiba murah. Harga jual lebih murah dari harga beli. Kalau dipaksa ikut pemerintah, pasti rugi. Ya buah simalakama namanya kalau begini,” sebutnya.
Adapun dalam instruksi Kemendag dengan nomor surat 66/PDN.4/SD/01/2022 Kementrian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan kebijakan, untuk menyetarakan harga jual minyak goreng. Per satu liter dengan harga Rp14 ribu. Dan kemasan dua liter dengan harga Rp28 ribu. Terhitung sejak 19 Januari lalu.
Sebagai awal pelaksanaan, penyediaan minyak goreng dengan satu harga akan dilakukan melalui retail modern yang menjadi anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Dan untuk pasar tradisional diberikan waktu satu minggu untuk melakukan penyesuaian.
Pemerintah daerah, sebutnya, harus lebih dulu melakukan sosialisasi ke pedagang. Memberi tahu rencana melakukan kebijakan penyamarataan harga minyak goreng. Pemberitahuan ini setidaknya bisa jadi langkah antisipasi pedagang agar tidak menyetok lebih banyak minyak goreng dengan harga mahal.
“Kalau pusat tidak pernah tahu bagaimana kondisi daerah. Daerah sebaiknya proaktif memberikan informasi ke pedagang atau pengusaha kalau pusat mau terapkan kebijakan ini,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: