SAMARINDA – Polemik pemindahan hiu paus dari Kabupaten Berau ke Taman Impian Jaya Ancol kini kian meluas. Setelah sebelumnya mendapat sorotan dan penolakan dari Forum Pemuda Bahari Indonesia (FPBI) dan Perkumpulan Lintas Alam Borneo, kini sejumlah anggota dewan di Karang Paci ikut menolak rencana pemindahan hiu tersebut.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yaqub berpendapat, penolakan dirinya didasarkan pada harapan bahwa hewan mamalia itu bisa dikembangkan secara alami di perairan Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau.
Dengan keberadaan hiu tersebut, pemerintah dapat meningkatkan wisata bahari di Berau. Jika dipindahkan, bukannya memberikan nilai ekonomi bagi pemerintah dan masyarakat. Malah sebaliknya hanya akan menguntungkan pihak swasta.
“Kalau dibawa ke Ancol, apa efeknya bagi Kaltim? Kenapa bukan Berau melalui Dinas Pariwisata yang mengembangkan wisata alami, tidak dalam bentuk akuarium,” kata Rusman, Selasa (20/3) kemarin.
Dengan membuat wisata bahari, lanjut dia, Berau bisa mengembangkan objek wisata yang dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ekonomi masyarakat setempat. “Itu bisa menghidupkan ekonomi kreatif masyarakat. Misalnya ada penyewaan kapal dan suvenir. Kalau dibawa ke Ancol, tidak ada keuntungan yang didapat masyarakat Berau,” ujarnya.
Terpisah, Edy Kurniawan menuturkan, relokasi hewan laut yang bernama latin rhincodon typus tersebut akan membahayakan kelangsungan hidupnya. Sebab sebagai hewan yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain, pemindahan dapat membuat hiu stres. Akibatnya fatal, bisa mati ketika dipindahkan ke Ancol.
“Masyarakat, pengusaha, dan pemerintah harus bertekad mengembangkan hiu itu di sana. Kalau dipindah, siapa yang bertanggung jawab jika nanti hiu itu mati? Bukankah lebih baik hidup secara alami di sana?” tanyanya.
Sebagai hewan yang dilindungi, ia menyarankan sebaiknya pemerintah Berau kembali mengevaluasi rencana pemindahan yang melibatkan PT Pembangunan Jaya Ancol tersebut. “Saya berharap hiu itu tetap di sana,” katanya.
Sebelumnya, pada Senin (19/3) lalu, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ramai menolak memorandum of understanding (MoU) antara pemerintah Berau dan PT Pembangunan Jaya Ancol. Belakangan muncul petisi online yang ditandatangani ribuan orang. Mereka beramai-ramai menolak rencana pemindahan tersebut.
Atas penolakan tersebut, beragam alasan disampaikan. Salah satunya meminta pemerintah setempat membiarkan hiu paus tetap lestari di habitatnya. Jika dikomersialkan, dapat membawa dampak negatif bagi kelanjutan hidup hewan yang dilindungi tersebut.
Apalagi hiu paus sudah ditetapkan sebagai mamalia yang dilindungi penuh pemerintah. Karena itu, upaya komersialisasi bertentangan dengan ketentuan perlindungan terhadap rhincodon typus.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Berau beralasan, pemindahan tersebut untuk memastikan hiu tidak mati di lautan. Sebelum pemindahan, akan dilakukan penelitian. Waktu penelitian diperkirakan akan memakan waktu sekira tiga tahun. Penelitian tersebut untuk mengungkap potensi kelangsungan hidup, ketersediaan makanan, dan hal lain yang mendukung kehidupan mamalia tersebut.
Setelah dilakukan penelitian, barulah akan diputuskan langkah yang diambil pemerintah setempat terhadap hiu tersebut. Karena itu, pemindahan hanyalah satu pilihan. Dengan catatan, apabila di laut hiu terancam keberlangsungan hidupnya. (*/um)
