bontangpost.id – Polemik mengenai aktivitas ilegal yang dilakukan oleh perusahaan jasa transportasi iso tank PT DPS Risco terus belanjut. Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang Heru Triatmojo mengatakan kewenangan mengenai penggunaan area hutan lindung berada di Pemprov Kaltim.
“Jadi kewenangannya sekarang berada di provinsi untuk memproleh izin,” kata Heru.
Menurutnya, secara tata ruang hutan lindung memang tidak bisa digunakan untuk aktivitas yang dilakukan oleh korporasi. Diakuinya, proses koordinasi sudah dilakukan dengan DLH Kaltim sejak lama.
“Ini ranahnya Pemprov, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) Bontang, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP),” ucapnya.
Keinginan dari DLH agar kegiatan perusahaan itu berizin. Jika sudah lengkap maka diproses izin lingkungan. Tetapi karena posisinya di hutan lindung maka pengajuan izin lingkungan tidak bisa diberikan. Terkait dengan penindakan, secara regulasi maka sanksi diberikan oleh Pemprov Kaltim.
“Undang-Undang pemerintah daerah bekerja sesuai dengan kewenangan. Karena ini ranahnya Pemprov, jadi mereka yang bisa menetapkan sanksi,” tutur dia.
Sementara Kepala DLH Kaltim Ence Ahmad Rafiddin Rizal mengatakan upaya penyetopan sementara aktivitas korporasi di hutan lindung bisa dilakukan oleh Pemkot Bontang. Dengan tujuan untuk menghindari kerusakan lingkungan lebih lanjut. Upaya ini tidak menabrak regulasi yang ada. “Ini wilayahnya administrasinya Bontang. Jadi Pemkot sebenarnya bisa mengambil langkah,” kata Ence.
Mengacu sesuai ketentuan Perda RTRW Bontang. Selanjutnya langkah penyetopan dituangkan dalam berita acara. Kemudian diserahkan kepada instansi yang memiliki kewenangan sehubungan proses perizinan. “Mereka tidak berhak melakukan penindakan hukum. Minimal menyetop boleh,” ucapnya.
Berkenaan dengan area kawasan hutan lindung saat ini menjadi ranah pemerintah pusat. Sehingga, kewenangan kawasan di kehutanan sedangkan Amdal Lingkungan berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) Bontang Tavip Nugroho sudah melayangkan surat peringatan kepada dua perusahaan yang beroperasi di sana. Keduanya diminta melengkapi proses perizinan sebelum memulai aktivitas perusahaan. Ditenggat satu tahun untuk mengantongi dokumen administrasi tersebut.
“Selama pengurusan izin tentu tidak boleh beroperasi,” kata Tavip.
Bahkan, kegiatan di kawasan tersebut tidak menyumbang pendapatan bagi kas daerah. Terutama dari pos pajak. Dikarenakan aktivitas industri di hutan lindung melanggar aturan.
“Jika memungut retribusi maka bisa jadi temuan. Karena perusahaan belum mengantongi izin,” sebutnya.
Terkait nasib puluhan pekerja menjadi tanggung jawab perusahaan. Kaltim Post (bontang post grup) berupaya meminta konfirmasi kepada pihak perusahaan. Hingga 18.30 Wita upaya komunikasi melalui sambungan telepon belum bisa tersambung.
Sebelumnya diberitakan, Kasi Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bontang Idrus menjelaskan, perusahaan itu memang pernah mengajukan izin prinsip pada 11 Januari 2019 lalu.
Tapi DPMPTSP tak berani menerbitkan izin lantaran sebagian areal perusahaan masuk kawasan hutan lindung. Yang masuk dalam kawasan hutan lindung, adalah areal parkir perusahaan ini. Tempat mobil iso tank ditempatkan. Sementara untuk mengambil gas di PT Badak LNG, sudah ada izin.
“Sudah pernah kami rapatkan. Begitu kami lihat peta RTRW, kami tidak berani terbitkan karena masuk hutan lindung,” ujar Idrus.
Dia mengatakan izin prinsip diterbitkan bila hasil kajian lapangan DPMPTSP tak menemukan adanya masalah dalam areal operasi yang diajukan. Inipun mesti didukung rekomendasi dinas teknis terkait. Dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) Bontang. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post