Pendapatan Pajak Sarang Burung Walet Masih Nihil

Realisasi pajak sarang walet belum ada pemasukan ke kas daerah

bontangpost.id  Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) terus menggenjot capaian pajak daerah. Mengingat waktu tersisa tinggal 2,5 bulan lagi. Dari seluruh pos pendapatan pajak daerah, pendapatan sarang burung walet masih menyisakan pekerjaan rumah ekstra. Sebab hingga triwulan ketiga ini pendapatan masih kosong.

Kabid Perencanaan, Pembukuan, dan Pengendalian Operasional Bapenda Vinson mengatakan hingga kini belum ada laporan produksi dari pengusaha. Jika sudah melapor maka otomatis pengusaha sudah membayar pajaknya.

“Kami terus meminta bidang pelayanan pajak daerah untuk selalu monitor. Tujuannya untuk menggenjot capaian,” kata Vinson.

Selain itu, kendala yang dihadapi ialah banyaknya pengusaha yang tidak tinggal di Kota Taman. Bahkan sebagian tidak diketahui kontak personalnya. Kondisi ini membuat Bapenda kesulitan untuk mendapatkan informasi. Sehubungan keuntungan dari produksi usaha tersebut.

“Permasalahannya seperti itu. Ada memang kontak yang sudah kami kantongi tapi rata-rata menyampaikan belum ada produksi,” ucapnya.

Nominal target pendapatan sarang burung walet sejatinya telah dilakukan rasionalisasi. Pada APBD murni dipatok Rp 2.576.921. Ketika di APBD Perubahan besaran ini menjadi Rp 1 juta. Sesungguhnya regulasi pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet ini telah tertuang dalam Perda 4/2010.

Berdasarkan data Bapenda terdapat 246 rumah sarang walet di Bontang. Angka ini per Maret tahun 2021. Tapi hanya ada 9 pengusaha walet yang terdaftar wajib pajak. Sekretaris Bapenda Moch Arif Rochman menilai potensi PAD dari rumah walet sangat besar.

Diasumsikan Arif, harga terendah sarang walet Rp 5 juta satu kilogram (Kg). 10 persen pajak dari harga itu saja sudah Rp 500 ribu. Kemudian per satu kali panen 1 kilogram. Lalu dikalkulasikan per tiga bulan pajaknya. Tapi realitanya, sejak tahun 2019 sampai 2022 pajak walet yang ada masuk hanya senilai Rp7,7 juta.

“Sebenarnya potensinya sangat ada. Terendahnya, paling tidak bisa capai di angka Rp 41 juta dalam per bulan,” kata Arif.

Kendala dalam melakukan serapan pajak rumah walet lahan tempat berdirinya rumah walet terdata di PBB P2 sebagai tempat tinggal. Bukan sarang walet. “Jadi kami mau cari pemiliknya juga bingung siapa karena rata-rata bukan di Bontang tempatnya,” pungkasnya. (ak)

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version