BONTANGPOST.ID, Bontang – Polemik tapal batas Kampung Sidrap antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali mencuat usai Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Pemkot Bontang beberapa hari lalu. Meski demikian, Pemkot Bontang masih berharap ada peluang untuk memasukkan Kampung Sidrap ke wilayah administrasinya.
Pengamat Hukum dan Politik Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai persoalan ini tidak bisa hanya diselesaikan lewat perdebatan elit politik. Menurutnya, masyarakat Kampung Sidrap harus dilibatkan secara langsung dalam menentukan nasib wilayah mereka.
Ia menyebut dua opsi yang dapat ditempuh. Pertama, mediasi ulang yang dipimpin Gubernur Kalimantan Timur. Kedua, mendorong perubahan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 yang menjadi dasar pembentukan Kota Bontang.
“Kalau ingin ada perubahan, harus ada konsensus bulat dari wakil-wakil Kaltim di Senayan. Kalau tidak, ya percuma,” ujar Herdiansyah, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, mekanisme referendum terbuka adalah solusi paling adil untuk mengetahui kehendak mayoritas warga Sidrap. “Selama ini hanya perdebatan elit. Padahal kedaulatan ada di tangan rakyat. Perspektif warga yang mestinya dijadikan dasar,” tegasnya.
Herdiansyah juga mendorong pembentukan tim independen agar proses referendum berjalan objektif. “Jika ingin menegosiasikan ulang tapal batas, syaratnya jelas: berdasarkan suara mayoritas warga dan konsensus antara Pemkot Bontang, Pemkab Kutim, serta Pemprov Kaltim,” tambahnya.
Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi Pemkot Bontang terkait UU 47/1999 dan UU 7/2000 yang mengatur batas wilayah Bontang, Kutim, dan Kukar. MK menilai penegasan batas wilayah merupakan kewenangan pembentuk undang-undang dan pemerintah pusat, bukan lembaga peradilan. (ak)







