SAMARINDA – Terungkapnya kasus tambang batu bara ilegal di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Jumat (28/9) lalu, menambah daftar panjang kejahatan di bidang sumber daya alam tidak terbarukan tersebut. Muncul spekulasi salah satu penyebabnya, pengawasan yang dilakukan inspektur tambang masih sangat lemah.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang menyebut, lemahnya pengawasan tersebut berakar pada anggaran. Inspektur tambang acap kali menjalankan tugas tanpa dukungan keuangan yang memadai dari pemerintah daerah.
Sejatinya, peraturan daerah (perda) telah dibuat untuk mendorong pengawasan maksimal dari inspektur tambang. Termasuk dukungan keuangan dari pemerintah. Dengan begitu, kemunculan tambang batu bara dapat dicegah melalui proses pengawasan yang maksimal.
“Hanya saja yang jadi persoalan, bagaimana komitmen dewan dalam melakukan penganggaran untuk inspektur tambang. Selama ini, inspektur sudah berulang kali menyebut kekurangan anggaran. Karena itu, mereka dilemahkan karena tidak dibekali dengan anggaran operasional yang memadai,” sebutnya, Selasa (2/10) kemarin.
Dalam menjalankan tugasnya, sebanyak 38 inspektur tambang kerap dibantu perusahaan. Cara tersebut dinilai dapat melemahkan kewenangan pengawas dalam mengambil keputusan.
“Harusnya masalah ini tidak lagi ada. Karena sudah lama disuarakan. Tetapi ada enggak keberpihakan pimpinan DPRD Kaltim? Harus ada dukungan kuat dewan jika ingin memastikan penegakan perda di bidang pertambangan,” imbunya.
Selain itu, permasalahan yang dihadapi dalam proses pengawasan tambang batu bara di Banua Etam yakni minimnya jumlah inspektur tambang. Jumlah izin usaha pertambangan (IUP) tidak berbanding lurus dengan jumlah inspektur.
Hingga September 2018, Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Kaltim memiliki 38 inspektur. Puluhan pengawas tersebut harus mengawasi 1.404 IUP. Perbandingan jumlah tersebut dinilai tidak ideal. Sebab pemerintah pusat telah menyarankan, setiap inspektur hanya mengawasi empat hingga lima IUP.
“Jadi bisa dikatakan bahwa komposisi pengawas dengan jumlah IUP yang sedang produksi, itu tidak ideal. Akibatnya, di ruang-ruang lainnya, kita kecolongan. Salah satunya ya itu, muncul illegal mining,” ucapnya.
Terhadap penambang ilegal yang diungkap kepolisian, TNI, serta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Kalimantan pada 28 September lalu, Jatam meminta pelaku diberikan hukum berat.
Rupang menyebut, kepolisian mesti melakukan memproses kasus itu secara transparan. Sehingga masalah tersebut tidak menguap layaknya sejumlah kasus yang pernah dilaporkan Jatam Kaltim.
“Karena sampai sekarang ada sekitar enam kasus illegal mining yang pernah terungkap. Tetapi sekarang kita tidak tahu, sampai di mana proses pelimpahannya di pengadilan? Jangan sampai kasus-kasus illegal mining di polda itu terhenti,” tegasnya.
Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah menyebut, upaya menindak penambang batu bara ilegal dapat dilakukan dengan meningkatkan pengawasan DPRD pada Dinas ESDM Kaltim.
“Misalnya dengan memanggil OPD (organisasi perangkat daerah, Red.) terkait. Sejauh mana perkembangan penanganan illegal mining yang sudah diproses aparat penegak hukum,” sarannya.
Dia mengapresiasi langkah Balai Gakkum LHK dalam mengungkap kasus tambang ilegal di Tahura. Hal itu juga sebagai pesan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum, supaya tidak lamban dalam menangani kasus tersebut.
“Hanya saja perlu dipahami, wilayah kewenangan Gakkum LHK itu terbatas di dalam kawasan hutan. Bagaimana dengan illegal mining di luar kawasan hutan? Ini yang mesti kita kritik dan evaluasi,” katanya.
Karena itu, tambang ilegal di luar kawasan perhutanan menjadi wewenang kepolisian untuk menindaknya.
“Kinerja kepolisian mesti kita pertanyakan soal proses hukum illegal mining ini. Padahal ketentuannya jelas, aktivitas tambang apapun tanpa disertai izin, adalah tindak pidana,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post