SAMARINDA – Gubernur Kaltim Isran Noor menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2019 sebesar Rp 2.747.561,26. Besaran upah tersebut menjadi acuan bagi seluruh perusahaan yang beroperasi di Benua Etam.
Asisten I Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Provinsi (Setprov) Kaltim, Muhammad Sabani mengatakan, kebijakan tersebut akan mulai diterapkan per 1 Januari 2019. “Bagi perusahaan yang telah memiliki upah yang lebih tinggi sebagaimana keputusan gubernur ini, dilarang mengurangi atau menurunkan upah,” imbuhnya, Kamis (1/11) kemarin.
Pada 1 Desember 2018 atau satu bulan sebelum diberlakukan UMP tersebut, pengusaha dapat mengajukan penangguhan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Syaratnya, pemprov akan melakukan audit kemampuan finansial perusahaan. Hal itu dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya perusahaan menangguhkan penerapan UMP yang ditetapkan gubernur.
Pada tahun ini, hanya terdapat satu perusahaan yang mengajukan penangguhan penerapan UMP. Namun Pemprov Kaltim tidak menyetujui usulan tersebut. UMP Kaltim mengalami kenaikan 8,03 persen atau Rp 204 ribu dibandingkan upah yang diterapkan pada 2018. Penetapan tersebut mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.
“Formula penghitungannya, upah minum tahun berjalan dikali inflasi dan ditambah pertumbuhan ekonomi,” terangnya.
Apabila UMP ditetapkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi Kaltim, maka nilainya akan lebih rendah. Pasalnya pada 2017, Benua Etam mengalami pertumbuhan ekonomi 3,1 persen. Sementara pada semester pertama 2018, pertumbuhannya hanya berkisar 1,81 persen. “Makanya kami mengacu pada pertumbuhan ekonomi nasional berdasarkan surat dari BPS (Badan Pusat Statistik, Red.). Di mana pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,15 persen,” ungkapnya.
Keputusan tersebut berdasarkan kesepakatan pemerintah, pengusaha, dan asosiasi pekerja. Karenanya, setiap perusahaan mesti menjalankan ketetapan gubernur itu. “Apabila ada elemen-elemen yang tidak sepakat, harusnya itu tidak terjadi begitu. Karena mereka sudah diwakili elemen pekerja di Dewan Pengupahan,” katanya.
Sementara itu, upah minimum kabupaten/kota (UMK) mesti diajukan wali kota dan bupati paling lambat pada 21 November 2018. Namun dalam ketentuannya, gubernur tidak wajib menetapkan UMK. “Tetapi intinya UMK itu harus lebih tinggi dari UMP. Paling tidak harus naik 8,03 persen dari UMK sebelumnya,” tegas Sabani.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Abu Helmi mengatakan, perusahaan dapat mengajukan upah sektoral. Caranya, dapat ditetapkan oleh gubernur atau bupati/wali kota. “Itu kesepakatan asosiasi. Kalau mereka sepakat, mereka akan menetapkan itu. Kira-kira itulah substansi dari upah sektoral itu,” katanya.
Upah sektoral tersebut dapat diterapkan bersamaan dengan UMP Kaltim. Syaratnya, upah sektoral harus tetap mengacu pada UMP. “Sebaiknya apapun yang dipermasalahkan, misalnya pengajuan upah sektoral, penerapannya harus tetap bersamaan dengan UMP. Itu bisa dilakukan sebelum 1 Januari 2019,” imbuhnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post