bontangpost.id – Mantan Kabag Bin Opsnal Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara AKBP Achiruddin Hasibuan resmi dipecat dari Polri. Keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ini merupakan sanksi yang dijatuhkan dalam sidang kode etik Polri (KKEP) pada Selasa (3/5/2023) pagi. Mencuatnya kasus AKBP Achiruddin Hasibuan bermula dari penganiayaan oleh sang anak, Aditya Hasibuan (AH) terhadap mahasiswa bernama Ken Admiral.
Tonton anak jadi pelaku penganiayaan
Kamis (27/4/2023), polisi mengatakan bahwa penganiayaan diawali saat korban menanyakan hubungan pelaku dengan perempuan berinisial D. Dari perbincangan tersebut, Aditya tersinggung dan memukul serta merusak mobil korban pada 21 Desember 2022 sekitar pukul 22.00 WIB di Jalan Ringroad Kota Medan.
Merasa rugi, korban kemudian mendatangi rumah Aditya pada 22 Desember 2022 sekitar pukul 02.30 WIB. Setibanya di rumah Aditya, yang pertama kali keluar adalah kakak kemudian disusul ayah, AKBP Achiruddin Hasibuan.
Setelah korban dan teman-temannya menyampaikan tujuan kedatangan mereka, AKBP Achiruddin justru memerintahkan seorang pria berkaus putih untuk mengambil senjata api laras panjang di dalam rumah. Saat pria itu keluar rumah sambil menenteng senjata yang diminta oleh Achiruddin, di belakangnya tersangka berjalan mengikuti, dan langsung menerjang korban.
Bukannya melerai, Achiruddin sambil menodongkan senjata laras panjang justru meminta teman-teman korban tak ikut campur saat anaknya melakukan tindak penganiayaan terhadap korban.
Dicopot dan dipecat dari Polri
Pelaku penganiayaan yang merupakan putra AKBP Achiruddin ini kemudian baru ditetapkan sebagai tersangka pada 25 April 2023. Penetapan tersangka setelah pihak kepolisian melakukan gelar perkara pada Selasa (25/4/2023).
Sementara sang ayah, semula dicopot dari jabatan Kabag Bin Opsnal Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara. Dia terbukti melanggar kode etik Polri sesuai Pasal 13 huruf M Peraturan Kepolisian Nomor 7/2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Sempat mendekam di tempat khusus, AKBP Achiruddin kini telah resmi diberhentikan tidak dengan hormat dari institusi Polri.
Banyak pelanggaran yang membuat AKBP Achiruddin dipecat
Kabid Propam Polda Sumatera Utara Kombes Dudung Adijono mengungkapkan, penyebab utama Achiruddin dipecat adalah membiarkan sang anak melakukan tindak penganiayaan.
“Harusnya dia bisa mendamaikan justru malah dia membiarkan anaknya berkelahi menganiaya korban,” ujarnya.
Selain itu, sebelumnya, ada empat pelanggaran hukum disiplin kode etik yang pernah diproses terhadap Achiruddin Hasibuan. Tak dijelaskan secara rinci, tetapi pelanggaran itu dilakukan pada 2017, 2018, dan 22 Desember 2022.
“Pada intinya yang bersangkutan ini terbukti melakukan pelanggaran kode etik tentang PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang PTDH dan Nomor 7 Tahun 2022,” katanya.
Achiruddin Hasibuan pun mengajukan banding atas putusan pemberhentian tidak dengan hormat dan akan membuat memori banding dalam kurun waktu 14 hari.
Tersangka kasus dugaan penganiayaan
Bukan hanya kode etik, Achiruddin juga tengah menjalani proses pidana, tepatnya dugaan pelanggaran Pasal 304, 55, dan 56 KUHP karena hadir pada saat kejadian penganiayaan.
Kapolda Sumatera Utara Irjen Panca Putra Simanjuntak mengatakan, pihaknya telah menetapkan mantan anggota Polri itu sebagai tersangka. “Sudah ditetapkan juga penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan,” ujar Panca.
Panca melanjutkan, dalam proses penyidikan, ditemukan dugaan tindak pidana di bidang minyak dan gas (migas) yang berkaitan dengan Achiruddin.
Seperti diketahui, Achiruddin merupakan pengawas gudang Solar ilegal yang berada di dekat kediamannya. “Apakah dia sebagai orang yang memberikan ruang, kesempatan terjadinya tindak pidana migas tersebut, ataupun dia ikut aktif di dalam kegiatan di bidang migas tersebut yang ilegal. Maka diproses berdasarkan Undang-Undang minyak dan gas bumi,” terang Panca.
Sementara terkait dugaan gratifikasi, imbalan, atau hadiah yang diterima selaku anggota Polri saat menjadi pengawas gudang Solar, penyidik di Subdit Tipikor tengah memprosesnya. Polri juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) melalui mekanisme online. (kompas)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: