Perkara Video Syur Diduga Ketua DPRD PPU Berujung Penahanan, Ini yang Dilakukan Komnas Perempuan

Ilustrasi

bontangpost.id – Ketua DPRD Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim) Syahruddin M Noor melaporkan seorang perempuan berinisial FA (25) dalam kasus dugaan tindak pidana kesusilaan melalui media elektronik.

Laporan ini dilayangkan ke Bareskrim Polri dengan nomor Laporan Polisi: B/270/VI/2022/SPKT, Bareskrim Polri, tanggal 10 Juni 2022, terkait dugaan tindak pidana menyebarkan konten pornografi.

“Penyidik Dittipidsiber bareskrim polri telah melakukan proses penyidikan berdasarkan LP nomor LP: B/270/VI/2022/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 10 Juni 2022. Dengan pelapor atas nama SMN dan terlapor atas nama FA. Terkait dugaan tindak pidana menyebarkan konten pornografi melalui media elektronik,” kata Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.

Dalam laporannya itu, FA disangkakan Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat 1 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, dan atau Pasal 4 ayat 1 huruf A UU nomor 4 tahun 2008 tentang pornografi Jo Pasal 55 KUHP.

“Ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar,” ujarnya.

Atas laporan itu, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pun melakukan penangkapan dan penahanan terhadap FA.

“Sampai dengan saat ini penyidik telah melengkapi berkas perkaranya dan akan mengirimkan ke Jaksa Penuntut Umum,” ucapnya.

Dalam surat yang beredar, surat penahanan terhadap FA teregister dengan Nomor: SP.Han/3.3/IX/2022/Dittipidsiber.

“Menempatkan tersangka di Rumah Tahanan Negara Bareskrim Polri untuk selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 23 September 2022 sampai dengan 13 Oktober 2022,” tulis surat itu.

Secara terpisah, Pengacara FA Zainul Arifin menjelaskan, perkara ini bermula ketika Syahruddin diduga mengajak FA untuk melakukan kegiatan hubungan seksual di sebuah Hotel di Senayan, Jakarta.

“Bahwa klien kami baru mengenal terlapor dari seseorang temanya yang bernama Puji Wulandari dan Rexsi,” kata Zainul lewat keterangan tertulisnya.

Setelah diperkenalkan dan saling komunikasi, pelapor mengajak FA untuk mengadakan pertemuan di salah satu mall di Jakarta pada 16-17 September 2021.

Dalam pertemuan tersebut, FA dibujuk dan dijanjikan sejumlah uang sebesar Rp 1,5 juta untuk mau melakukan hubungan badan.

“Dengan terpaksa dan dorongan ekonomi untuk kebutuhan hidup membiayai orangtuanya, dan juga kebutuhan biaya kuliahnya, maka dengan berat hati klien kami menyetujuinya,” ujarnya.

FA kemudian dibawa oleh Syahruddin ke hotel, dan meminta FA masuk terlebih dahulu ke kamar hotel yang telah ditentukan olehnya.

“Berselang beberapa menit terlapor masuk ke kamar hotel tersebut, dan langsung mengajak klien kami untuk melakukan hubungan badan suami istri,” paparnya.

Setelah selesai melakukan hubungan badan, FA langsung diberikan uang tunai sebesar Rp 1,5 juta dan setelah itu FA meninggalkan lokasi kamar hotel.

“Tanpa sepengetahuan klien kami, tiba-tiba beredar sebuah video mesum berdurasi 3 menit 55 detik di media sosial dan sempat membuat heboh di masyarakat Kabupaten Penajam Paser Utara Kaltim, yang diduga melibatkan klien kami dengan terlapor yang sedang berada di kamar hotel dalam kondisi tanpa busana alias bugil,” ungkapnya.

Atas tersebarnya video itulah, kemudian terbitnya sebuah laporan polisi oleh di Mabes Polri dengan Nomor: LP/B/0270/VI/2022/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 10 Juni 2022.

“Padahal jelas klien kami tidak tahu menahu atas beredarnya video tersebut, dan klien kami adalah sebagai korban atas dugaan membuat video pornografi,” ucapnya.

Atas peristiwa tersebut, FA kata Zainul, dituduh secara tidak manusiawi oleh Syahruddin yang merasa dirinya adalah korban video pornografi.

“Padahal sesungguhnya terlapor adalah diduga kuat sebagai pelaku atau pemeran yang ada di video tersebut, yang hingga saat ini tidak diproses hukum dan berkeliaran bebas di luar sana,” katanya.

Untuk menindaklanjuti kasus ini, Zainul akan mendatangi Komnas Perempuan, DPP Demokrat dan menyurati Kabareskrim Komjen Agus Andrianto guna meminta perlindungan hukum bagi FA.

“Kami menyampaikan laporan ini untuk kedua kalinya yang sebelumnya telah kami sampaikan melalui surat dengan Nomor: 050/EX/MZA-TSK/IX/2022, tertanggal 29 September 2022 kepada Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Mabes Polri, tentang Permohonan Tidak Dilakukan Penahanan,” jelasnya.

“Namun, hingga surat kedua ini kami sampaikan belum ada jawaban atau balasan yang kami terima. Sehingga kami mohon agar apa yang telah kami sampaikan dapat ditindaklanjuti dengan segera demi kepastian hukum terhadap klien kami dan keterbukaan informasi publik,” pungkasnya.

Komnas Perempuan Minta Keadilan untuk FA

Komnas Perempuan meminta keadilan untuk FA. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah menyebut FA sebagai tersangka memiliki hak yang harus dihormati dan dipenuhi oleh negara.

“Di antaranya adalah hak praduga tidak bersalah, hak atas bantuan hukum yang efektif dan berkualitas, hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan dan hak untuk diinformasikan terkait sangkaan yang dituduhkan serta tidak dibebankan pembuktian,” kata Siti, Rabu (18/1).

Siti juga mengaku saat ini Komnas Perempuan telah menerima laporan dari Pengacara FA, Zainul Arifin pada Selasa (17/1).

“Betul bahwa Komnas Perempuan menerima pengaduan FA melalui kuasa hukumnya. FA sebagai Perempuan Berkonflik dengan Hukum (PBH) disangkakan dengan Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 4 Ayat 1 huruf a UU Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pornografi jo Pasal 55 KUHP,” kata dia.

Dalam kasus ini, Komnas Perempuan berharap polisi juga mengusut pelaku lain yang membuat dan menyebarkan video syur diduga antara FA dengan Syahruddin.

“Karena dijunctokan pasal 55 KUHP maka ada pelaku lain yang harus diungkap dalam kasus ini, termasuk peran masing masingnya sehingga terjadi perekaman dan penyebaran konten,” kata dia.

Sementara itu, Zainul Arifin melaporkan kasus ini ke Komnas Perempun untuk memberikan gambaran duduk perkara kasus yang menurutnya merupakan bentuk eksploitasi perempuan.

“Pak Ketua DPRD ini kita dorong dikenakan Pasal 7 UU 44 tahun 2008 tentang pornografi yakni yang membayar atau mendanai pornografi,” ujar Zainul. (merdeka)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version