BONTANGPOST.ID, Bontang – Sepanjang sejarah Pilwali Bontang belum ada petahana yang berhasil mempertahankan kekuasaannya. Kondisi ini membuat mitos petahana selalu tumbang masih terjaga.
Pada Pilwali Bontang 2024 ini, petahana yang menjabat yakni Basri Rase-Chusnul maupun Najirah-Muhammad Aswar justru perolehan suaranya di bawah paslon nomor urut empat Neni Moerniaeni-Agus Haris. Selisihnya terpaut 15.000 suara.
Pengamat Politik Universitas Mulawarman (Unmul) Saipul Bahtiar mengatakan bahwa pemilih di Bontang itu unik. “Tetapi yang bertarung ini dua petahana melawan wajah lama tetapi paslon baru. Peluang menangnya untuk alternatif itu tinggi,” kata Saipul.
Berdasarkan pengamatannya, warga merasa tidak puas dengan program petahana saat menjabat. Baik saat di awal menjabat maupun sebelum pilwali. Hal ini dimanfaatkan oleh paslon yang menyatakan diri sebagai pemenang untuk menawarkan program yang dibutuhkan masyarakat.
“Apalagi pengalaman menjabat juga ada. Termasuk pengalaman merasakan kekalahan sebelumnya. Jika ini diolah sedemikian rupa menjadi strategi yang jitu,” ucapnya.
Meskipun demikian, seluruh paslon tentu sudah mengetahui keunggulan dan paslon lawannya. Namun salah satu yang menjadi poin penting kegagalan petahana ialah pecah kongsinya antara Basri dengan Najirah. Kondisi ini membuat suara terbelah.
“Ini seperti terjadi pengulangan pertarungan. Momentum ini juga ditangkap oleh paslon pemenang,” tutur dia.
Diketahui rentetan kekalahan petahana mulai terjadi pada pilwali 2015. Kala itu, paslon almarhum Adi Darma-Isro Umarghani gagal duduk di periode kedua. Setelah dikalahkan oleh paslon independen Neni Moerniaeni-Basri Rase. Kemudian pada Pilwali 2019 Neni-Joni tumbang dari Basri Rase-Najirah. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: