bontangpost.id – Kasus penggunaan rapid antigen palsu di Pelabuhan Loktuan kini dalam penyelidikan Satreskrim Polres Bontang. Polisi mulai meminta keterangan para saksi, dan mengumpulkan bukti-bukti.
Diungkapkan Kasat Reskrim Polres Bontang Iptu Asriadi, pihaknya sudah memanggil sejumlah saksi. Kendati begitu, dia belum mau membeberkan, siapa saja saksi yang telah dipanggil. Termasuk jumlah saksi yang sudah diperiksa.
“Masih proses penyelidikan, nanti pasti kami beber, yang jelas sudah periksa beberapa saksi, nanti ada lagi yang bakal kami panggil ke Polres,” ungkapnya.
Satreskrim Polres Bontang diketahui juga telah mengumpulkan bukti di klinik, yang dicatut mengeluarkan surat rapid antigen palsu. Salah satunya, dengan memeriksa CCTv yang berada di klinik di wilayah Loktuan, Bontang Utara.
“Iya sudah kami periksa, sudah ke Sangatta, Kutai Timur juga,” ujarnya.
Meski tak banyak berkomentar, namun Kasat Reskrim memastikan kasus ini sudah ditangani Tim Rajawali Polres Bontang. kendati tak ada yang melapor secara resmi ke Polres Bontang, namun dua temuan di Pelabuhan Loktuan itu sudah cukup menjadi bukti bagi polisi untuk memproses hukum.
“Karena adanya temuan itu, langsung kami tindak lanjuti,” katanya.
Asriadi mengatakan, perihal pasal yang bakal menjerat pelaku, Kasat Reskrim menyebut, pihaknya masih mempelajari pasal-pasal yang nantinya dapat menjerat pelaku. Sementara saat ini fokus timnya mengejar pelaku pembuat surat rapid antigen abal-abal tersebut. “Apakah nanti masuk ke pemalsuan dokumen, penipuan atau bahkan bisa dua-duanya,” jelasnya.
Sebelumnya, Senin (26/7/2021) petugas mendapati delapan penumpang yang menggunakan surat rapid antigen palsu. Mereka merupakan penumpang dari Sangatta, Kutai Timur yang hendak berangkat ke Bima, Nusa Tenggara Barat, menggunakan KM Binaiya. Namun, saat diperiksa, surat rapid antigen yang mereka sodorkan ternyata palsu.
Tes antigen tersebut dinyatakan palsu lantaran, surat tak bisa terbaca, saat dilakukan scan barcode oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di Pelabuhan Loktuan. Diungkapkan staf KKP Klas II Samarinda wilayah kerja Loktuan, Bontang Mardiansyah, terdapat sejumlah kejanggalan pada surat rapid antigen tersebut. Dari pengecekan yang dilakukan pihak KKP, diketahui pemeriksaan rapid antigen delapan penumpang itu dilakukan pada Senin (26/7/2021) pukul 16.00 Wita di Balikpapan. Namun, saat diinterogasi, para penumpang mengaku datang dari Sangatta. Mereka juga sudah berada di pelabuhan pukul 19.00 Wita. “Hasil pemeriksaannya di Balikpapan, hari itu juga. Sementara perjalanan dari Balikpapan ke Bontang saja bisa 6 jam,” jelasnya.
Terungkapnya penggunaan surat rapid antigen palsu yang mencatut klinik tertentu di Pelabuhan Loktuan pada Senin (26/7/2021) bukanlah kejdian pertama. Hal serupa sebelumnya juga pernah terjadi pada 16 Juli lalu.
Kepala Pos Pelabuhan Loktuan KSOP Klas II Bontang Amiruddin Manda menyebut, empat penumpang tujuan Parepare kedapatan menggunakan surat rapid antigen palsu. Mereka merupakan penumpang KM Cattleya Express. “Mengaku tes di klinik di Loktuan, tidak jauh dari pelabuhan,” katanya.
Dari pengakuan empat penumpang tersebut, mereka mendapatkan surat itu tanpa harus ikut mengantre. Tak juga melalui pemeriksaan di klinik tersebut. Mereka hanya diminta membayar Rp 200 ribu. Membayar lebih dari harga normal rapid di klinik Rp 150 ribu.
“Sudah ada calo di sana, pas discan barcode, nomor registrasinya sama semua, kan setiap orang harusnya berbeda-beda,” ujarnya.
Sementara Ketua IDI Kaltim Nataniel Tandirogang menyebut semestinya kedua pihak yang terlibat mesti ditindak tegas. Yakni pembuat surat rapid abal-abal, dan calon penumpang yang menggunakan surat palsu tersebut. “Ini kan soal kemanusiaan. Bayangkan berapa risiko orang yang bisa tertular. Dan kemungkinan sakit berat, bahkan meninggal. Hal-hal kecil begini bisa menimbulkan dampak yang luar biasa,” ujarnya.
Pengawasan klinik atau laboratorium lanjut Nataniel merupakan tanggung jawab dari Dinas Kesehatan masing-masing kota/kabupaten. Pihaknya hanya mengingatkan risiko besar ketika ada pemalsuan hasil tes usap.
“Semestinya itu dianggap sebagai kejahatan besar, karena dampaknya sangat luar biasa. Dan bisa juga penyalahgunaan wewenang,” katanya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda