Pupuk Kaltim Sambut Kunjungan Kerja Kemenperin

CINDERA MATA: Direktur Utama Pupuk Kaltim Bakir Pasaman saat memberikan kenang-kenangan kepada Menteri Perindustrian RI, Airlangga Hartarto.(FAUZI/HUMAS PUPUK KALTIM)

BONTANG – PT Pupuk Kalimantan Timur bersama anak perusahaan dan Join Venture Company (JVC) menyambut kedatangan Menteri Perindustrian (Menperin) RI, Airlangga Hartarto di Grand Hotel Equator, Sabtu (7/7) lalu. Diketahui, Kedatangan Menperin beserta Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Dito Ganinduto dan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian dalam rangka Kunjungan Kerja Industri Petrokimia yang ada di Kota Taman.

Tampak kehadiran President Director dan Direksi PT Kaltim Methanol Industri (KMI), PT Kaltim Parna Industri (KPI), Direksi PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI), serta Komisaris Utama dan Direksi PT Black Bear Resources Indonesia.

Dalam kunjungannya, Airlangga Hartarto ingin melihat perkembangan sektor industri, terutama untuk peningkatan ekspor. Serta melihat langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menurunkan impor. Diketahui, jumlah impor terbanyak salah satunya berasal dari industri kimia. Atas dasar tersebut, indsutri kimia mendapat perhatian khusus.

Kementerian Perindustrian semakin memacu pengembangan industri kimia di dalam negeri. Dengan mendorong pemanfaatan teknologi terbaru serta peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan. Upaya ini sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 agar industri kimia lebih efisien, inovatif, dan produktif dalam memasuki era revolusi industri generasi keempat saat ini.

“Pemerintah telah menetapkan industri kimia sebagai salah satu dari lima sektor yang akan menjadi pionir dalam penerapan industri 4.0 di Indonesia. Selain industri tekstil, otomotif, elektronika, serta makanan dan minuman,” kata dia.

Menurut Airlangga, industri kimia nasional tengah difokuskan pada pengembangan agar lebih berdaya saing global. Pasalnya, sektor ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, serta berperan penting sebagai penghasil bahan baku untuk kebutuhan produksi industri lainnya. “Di 2017, industri kimia menjadi salah satu sektor penyumbang utama terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar Rp 236 triliun,” ungkapnya.

Untuk itu, Menperin memberikan apresiasi kepada seluruh industri petrokimia dalam kawasan industri Kaltim Industrial Estate (KIE) yang telah berkomitmen mendukung pembangunan industri nasional. Klaster industri petrokimia pertama di Indonesia ini sudah berjalan lebih dari 30 tahun, dimulai dengan berdirinya PT Pupuk Kalimantan Timur pada medio 1977.

Lokasi industri petrokimia di Bontang berada dalam kawasan timur Indonesia. Keberadaan industri-industri ini tentunya mendorong dalam mempercepat pemerataan pembangunan di Indonesia bagian timur. Hingga saat ini, sudah ada lima industri petrokimia yang berdiri di kawasan industri KIE Bontang. Menghasilkan beragam komoditas, antara lain amoniak, pupuk urea, methanol, dan amonium nitrat.

“Selain teknologi dan litbang, hal utama yang juga menjadikan industri petrokimia berkembang di Bontang adalah ketersediaan bahan baku, yaitu gas bumi,” tutur Airlangga.

Kebutuhan gas bumi untuk industri yang beroperasi di Bontang mencapai 452 MMSCFD atau sekitar 59 persen dari penggunaan gas bumi domestik di wilayah Kaltim. Hal ini perlu menjadi perhatian besar terhadap jaminan pasokan gas bumi jangka panjang dengan harga wajar. “Sehingga bisa menjaga kelangsungan seluruh aktivitas industri tersebut agar dapat lebih berkembang dengan struktur yang kokoh dan berkelanjutan,” imbuhnya.

Namun demikian, saat ini sekitar 804 MMSCFD gas bumi dari wilayah Kaltim masih di ekspor ke luar negeri. Melihat kondisi tersebut dan memperhatikan pasokan gas alam yang cenderung terus menurun, Menperin memandang perlu pemanfaatan gas bumi, diutamakan kepada industri dalam negeri.

Maka kata dia, perlu menjaga agar tidak ada perpanjangan pasokan untuk kontrak penjualan gas bumi ke luar negeri. Dengan demikian, pasokan gas di Kaltim dapat diprioritaskan kepada kebutuhan domestik terutama kelangsungan industri petrokimia di Bontang.

Ia menjelaskan memang ada solusi jangka pendek, menengah, dan panjang melalui substitusi impor dan investasi. Namun jangga pendeknya untuk ammonium nitrate industri membatasi impornya. “Industri seperti ini butuh tumbuh karena kedepan teknologi berubah, market berubah dan orientasi untuk sustainabilitas menjadi lebih tinggi. Sehingga, kita harus siapkan produk-produknya,” ucap Airlangga.

Sementara itu, Direktur Utama Pupuk Kaltim Bakir Pasaman mengatakan walaupun di Pupuk Kaltim ada ekspor, produsen amonia dan urea ini optimistis dapat terus memenuhi kapasitas dalam negeri. Masuknya produk pupuk impor tersebut diduga berasal dari Arab Saudi dan negara lain penghasil pupuk. Terbanyak dari Tiongkok, namun saat ini sudah sangat berkurang kendati masih ada impor.

“Intinya masih banyak industri-industri di Indonesia menggunakan urea yang diambil dari impor. Padahal, ada produk unggulan di dalam negeri,” ucapnya.

Ia melanjutkan, jumlah ekspor dan impor terhitung imbang. Artinya, industri dalam negeri ketika memerlukan bahan baku, sebaiknya jangan menggunakan produk impor. Namun, gunakanlah hasil industri nasional. Prioritas ekspor di Pupuk Kaltim, bergantung mana yang paling menguntungkan bagi perusahaan. Diketahui, kapasitas produksi urea saat ini mencapai 3,4 juta ton per tahun dengan kapasitas ekspor tahun lalu 600 ribu ton. Sedangkan produksi amonia 2,8 ton per tahun dikonversi menjadi urea.

“Kalau semakin sedikit ekspor, semakin bagus. Jadi kita dapat lebih mengutamakan kepentingan dalam negeri,” ucapnya. (ra/adv)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version