BONTANG – Serikat buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Bontang menggelar aksi unjuk rasa di proyek pembangunan PLTU berkapasitas 2×100 MW, Selasa (15/5). Ketua SBSI Amran Lansare dalam orasinya menuntut enam poin dan diamini oleh para demonstran yang berkisar 150 orang.
Salah satunya yakni menolak tenaga kerja asing (TKA) yang tidak memiliki skill (buruh kasar, Red.) dan semi skill. Berdasarkan temuannya terdapat beberapa TKA yang dipekerjakan oleh subkontraktor bukan menempati posisi sebagai tenaga ahli.
“Saya melihat ada TKA yang hanya bertugas memasang baut saja. Ini kan bisa dilakukan oleh tenaga lokal,” keluh Amran.
Ia juga memandang perlu kesempatan bagi tenaga lokal untuk berperan di proyek pemerintah pusat tersebut. Mengingat di Bontang berjibun tenaga ahli yang bisa diajak kerja sama oleh main kontraktor maupun subkontraktor.
Tak hanya itu, pemberian upah juga menjadi salah permintaan dari serikat buruh. Pasalnya, dijumpai ada yang diberi gaji per harinya yakni Rp 80 ribu. Padahal secara aturan jelas bahwa Upah Minimum Kota (UMK) ialah Rp 2,7 Juta dalam satu bulan.
“Ini yang mendorong saya tergerak hati. Untuk transportasi dari pusat kota ke Teluk Kadere saja membutuhkan biaya bahan bakar, belum lagi keperluan lainnya. Perusahaan tidak memikirkan itu,” ucapnya.
Amran juga meminta kepada perusahaan untuk melengkapi tenaga kerja dengan jaminan sosial BPJS. Mengingat saat ia berkunjung ke kantor tersebut belum ada laporan dari subkontraktor yang mendaftar. Selain itu, SBSI juga meminta adanya pertemuan dengan pihak manajemen dan mengembalikan pengawasan kepada Dinas Penanaman Modal, Tenaga Kerja, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTK-PTSP) Bontang.
Setelah berorasi selama satu jam akhirnya pihak manajemen perusahaan bersedia menampung perwakilan pendemo. Dalam ruang rapat PT Wijaya Karya, perwakilan perusahaan menjawab seluruh tuntutan yang dialamatkan kepadanya.
Sigit Wibowo, Custruction Manager PT D&C Engineer Company mengatakan, perusahaannya selalu memprioritaskan tenaga lokal. Bahkan dalam beberapa hari yang lalu telah membuka lowongan kerja melalui DPMTK-PTSP.
“Jumlah TKA kami 15 orang, selebihnya kami ingin bekerja sama dengan pengusaha yang ada di Bontang,” kata Sigit.
Menanggapi perihal pendaftaran BPJS, ia mengaku sudah melakukan hal tersebut. Nantinya bila ada bukti warga bisa melaporkan jika ada temuan karyawan belum terdaftar sebagai peserta BPJS. “Bahkan kami lakukan yang belum mendaftar pasti tidak memiliki ID card perusahaan,” paparnya.
Perwakil demonstran meminta perusahaan untuk membubuhkan kesepakatan di spanduk yang mereka siapkan. Namun hal ini tidak jadi dilakukan mengingat tidak semua subkontraktor hadir dalam pertemuan tersebut.
Terpisah, Kasi Penempatan dan Bimbingan Jabatan DPMTK-PTSP Andi Hasanuddin menyimpulkan, ada tiga keputusan dalam pertemuan itu. Perusahaan dituntut menyampaikan kebutuhan tenaga kerja 6 bulan ke depan. Selain itu proses perekrutan juga diutamakan tenaga yang memiliki keahlian bukan mengedepankan riwayat pendidikan yang dicapai.
Tak hanya itu, aturan mengenai pengupahan haruslah sesuai dengan yang berlaku di Bontang. Selanjutnya mediasi juga akan kembali dilakukan pekan depan.
“Kami akan jadwalkan memanggil perusahaan yang belum datang dan harus perwakilannya yang bisa mengambil keputusan. Rencanannya kegiatan itu dilaksanakan pekan depan dan difasilitasi oleh Polres Bontang,” kata Andi. (ak)