JAKARTA—Langkah Polri membentuk tim gabungan penyidikan kasus Novel perlu diawasi. Mengingat lebih dari 600 hari kasus Novel belum juga terungkap. Dalam rekomendasi Komnas HAM juga meminta Presiden Jokowi untuk mengawasi tim gabungan tersebut.
Komnas HAM juga mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum juga memperlakukan kasus Novel sebagai obstruction of justice (OJ). Padahal, kasus penyiraman air keras terhadap Novel itu diduga kuat merupakan serangan atas kinerja Novel memberantas korupsi.
Sesuai surat perintah Kapolri nomor Sgas/3/i/huk.6.6./2019 tertanggal 8 Januari 2018, Polri membantuk tim gabungan dan penyidikan tindak pidana bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang dengan korban bernama Novel Baswedan.
Dalam surat perintah itu terdapat 45 anggota yang terdiri dari Polri, KPK, Komnas HAM dan tokoh masyarakat. Kadivhumas Polri Irjen M. Iqbal menuturkan bahwa surat perintah pembentukan satgas kasus Novel itu merupakan tindaklanjut rekomendasi Komnas HAM. Polri membentuk tim gabungan yang terdiri dari Polri, KPK dan tokoh masyarakat. ”Ada juga ahli DNA dan pihak lain,” tuturnya.
Satgas gabungan tersebut dibentuk tidak lebih dari 30 hari. Hal tersebut sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM. ”Yang jelas kita tidak terlambat, semoga kasus tersebut bisa selesai dengan cepat,” papar mantan Wakapolda Jawa Timur tersebut.
Sementara Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam menuturkan bahwa rekomendasi Komnas HAM untuk membentuk tim tersebut merupakan upaya menuntaskan tantangan dalam kasus tersebut. Yakni, menjawab kebutuhan publik dalam menyelesaikan kasus Novel. ”Untuk memenuhi itu pemilihan anggotanya harus akuntabel. Tapi, Komnas HAM tidak bisa masuk ke pemilihan anggota tim,” tuturnya.
Untuk melengkapi langkah menuntaskan kasus yang telah 600 hari tak selesai itu, Komnas HAM juga merekomendasikan agar Presiden Jokowi mengawasi kinerja tim gabungan tersebut. ”Nah, ini yang kita semua belum tau, bagaimana cara presiden mengawasinya,” tuturnya.
Di sisi lain, sebenarnya langkah Polri ini bisa terbilang lebih maju dibanding langkah KPK. Menurutnya, hingga saat ini KPK belum memandang kasus Novel ini sebagai OJ. Bahkan, ada pejabat KPK yang menyebut penentuan unsur OJ dalam kasus Novel tidak bisa sembarangan. ”Masalahnya, penentuan unsur OJ itu memenuhi atau tidak itu saat dilakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegasnya.
Lalu, pertanyaan yang muncul KPK apakah telah bergerak melakukan penyelidikan dan penyidikan. ”Selama ini belum ada didengar gerakan apapun. Yang artinya masih dipandang sebagai pidana umum. Padahal, yang coba diserang itu kinerja Novel memberantas korupsi,” tegasnya.
Seharusnya, langkah Polri ini memicu KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus Novel sebagai OJ. Tapi, tentunya semua akan melihat apakah KPK ini ingin bersaing dalam kebaikan atau tidak. ”Serangan atas kinerja pemberantasan korupsi juga terjadi kepada pimpinan KPK lho,” jelasnya.
Apa pentingnya menerapkan OJ? Dia menjelaskan bahwa dengan menerapkan OJ, maka perlu untuk mengungkap tim penyerangan di lapangan hingga aktor intelektualnya. ”Akan terhubung dengan kasus korupsi yang mana penyerangan ini, itu poin pentingnya,” tegasnya. (idr/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post