SAMARINDA-Pernah disorot karena digempur tambang, nasib SMP 33 Samarinda di Kelurahan Bantuas, Kecamatan Palaran, tak berubah. Bahkan kondisinya kian memprihatinkan. Kiri, kanan, depan, dan belakang bangunan nyaris terdapat lubang yang diduga bekas tambang.
Dari pantauan Kaltim Post di sekolah itu, hingga kemarin (11/2), lubang tersebut belum juga direklamasi. Dari penuturan salah seorang guru di SMP 33 Samarinda, lubang di belakang sekolah sempat akan ditambang. Namun, belakangan tak jadi. “Tapi saya juga belum tahu persis. Apakah batu baranya sempat diambil atau belum. Yang pasti, sudah ada lubang sedalam sekitar 2–4 meteran,” bebernya.
Beberapa lubang lainnya diduga sudah dikeruk dan diambil batu baranya. Adapun jarak antara lubang dengan sekolah hanya sekitar 100 meter. Bila lubang itu tak segera ditutup, dikhawatirkan berdampak ke bangunan sekolah. Salah satunya ancaman longsor. Tak hanya sekolah, proyek Jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang tengah dibangun di kawasan sekitar turut terancam.
Camat Palaran Suwarso mengaku sudah mengetahui ada lubang bekas tambang di sekitar sekolah. “Tidak apa-apa. Lubang bekas tambang itu sudah ada sejak tahun lalu,” ujarnya.
Dia mengakui, pihaknya intens memantau lokasi. Apalagi, ada pegawai Kantor Camat Palaran yang merupakan warga Bantuas. Jadi, memudahkan pihaknya untuk memantau. “Pegawai kami intens berkomunikasi dengan pihak sekolah. Saya pastikan aktivitas pertambangan itu tidak ada lagi,” beber dia.
Suwarso tak menampik, kerap menerima laporan bahwa ada orang-orang yang ingin menggali batu bara di tepi jalan Bantuas. Namun, pihaknya sudah menegur agar dihentikan. “Cukup kejadian longsor di Sangasanga (Kutai Kartanegara) sampai memutuskan jalan antarkecamatan. Kami tidak ingin itu terjadi,” harapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Seksi Jalan, Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang dan Perumahan Rakyat (PUTRPR) Kaltim Hariadi mengaku tidak mengetahui informasi mengenai adanya aktivitas pertambangan di dekat proyek tol. “Sekarang pengawasan dari kementerian. (proyek tol) Sudah diserahkan ke kementerian (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),” bebernya.
MELINDUNGI PENDIDIKAN
Kondisi pendidikan di Kaltim masih menjadi sorotan. Kemarin (11/2), mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2009–2014 Muhammad Nuh menyebut perlu ada regulasi secara otonom dari pemerintah daerah untuk bisa memberikan kepastian hukum terhadap perbaikan sarana dan peningkatan kualitas tenaga pendidik di Kaltim. “Kalau ada sekolah rusak ya dibenahi,” ucap Nuh setelah mengisi kuliah umum di Institut Teknologi Kalimantan (ITK) di Balikpapan.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu juga menyebut tak boleh ada sekolah di pelosok yang kekurangan guru. Karena itu, ada program Sarjana Mendidik di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (SM3T). Yang memastikan keberadaan guru secara berkelanjutan. “Karena pendidikan tak boleh berhenti. Kirim setahun dan dua tahun. Kan ada anggaran pendidikan,” sebutnya.
Perlindungan terhadap gangguan lain seperti tambang batu bara bisa menjadi pertimbangan. Tinggal bagaimana pemerintah daerah mengemas regulasinya. Langkah ini akan menjadi dasar untuk menyiapkan generasi selanjutnya menuju kejayaan Indonesia 2045. Yang menjadi tema kuliah umumnya di ITK. “Karena Indonesia memasuki periode bonus demografi,” sebutnya.
Dalam prosesnya, Kaltim khususnya Balikpapan akan menjadi bagian dari wilayah strategis dalam generasi pemungkin (generasi yang tadinya melihat sesuatu itu tidak mungkin dengan paradigma berbeda menjadi tampak mungkin). Yang memiliki pengetahuan dan kualitas pendidikan sebagai kunci utama.
Karena itu, perlu tenaga pengajar yang andal. Dengan tantangan bisa mendidik masa kini dari bekal hasil pendidikan masa lalu. Untuk menyiapkan generasi masa depan. Dalam ruang dan waktu yang berubah dengan cepat.
Diketahui, pada 24 April 2018, Goenoeng Djoko Hadi yang kala itu masih menjabat kepala Bidang Mineral dan Batu Bara, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim itu mengatakan, pihaknya sebulan sudah mengecek aktivitas tambang batu bara di Bantuas itu. Hasilnya, tidak ditemukan ada praktik penambangan yang melanggar zona. “Terutama yang bersinggungan dengan pinggir tol,” ungkap Goenoeng.
Soal izin usaha pertambangan (IUP) milik CV ATU dipastikan legal oleh pihaknya. Sementara itu, dalam pengawasan terakhir, penambangan dilakukan di area yang tak bersinggungan dengan fasilitas publik. “CV ATU itu legal. Dia menambang di areanya. Tetapi kalau membahayakan fasilitas publik mestinya tidak boleh. Kalau terbukti, ya harus dihentikan kegiatannya. Diwajibkan segera memperbaiki lingkungan,” ucapnya tadi malam.
Meski dalam Permen-LH 04/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara disebutkan penambangan batu bara harus berjarak minimal 500 meter dari fasilitas umum (fasum), tampaknya Goenoeng punya persepsi berbeda. Dia menyebut, bila pertambangan jaraknya kurang dari 50 meter dari fasum, baru penambang wajib melapor. (*/dq/*/rdh/rom/k16/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post