Insentif Penggiat Agama
DALAM rapat dengar pendapat antara penggiat agama di Bontang dengan Pemkot Bontang dan Komisi I DPRD Bontang, anggota Komisi I, Setiyoko Waluyo sempat melontarkan pernyataan keras karena rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang insentif penggiat agama ditolak oleh pemerintah.
Menurut legislator dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini, Raperda insentif penggiat agama ini sangat penting. “Raperda ini tak kalah penting,” tegasnya di hadapan perwakilan dari Pemkot Bontang yakni Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), Bagian Hukum dan Bagian Sosial Ekonomi, Rabu (22/3).
Dia menyebut, jika berbicara tentang program smart city yang dicanangkan pemerintah, jika hal agama diabaikan maka hal tersebut dinilai percuma. “Smart itu tidak hanya intelegensinya (IQ) saja, tapi juga spiritualnya (SQ),” kata Setiyoko.
Padahal, Raperda tentang pemberian insentif bagi penggiat agama ini sudah disusun dan direncanakan sejak 2014. Meski sempat gagal diusulkan di 2014, namun pada 2015 berhasil masuk dalam pembahasan program legislasi daerah (Prolegda) 2016. “Kalau bapak-ibu tahu, naskah akademik Raperda ini biaya pembuatannya sampai Rp 175 juta,” ungkapnya.
Setelah disampaikan dalam Rapat Paripurna, Raperda insentif bagi penggiat agama ini memang akan dimintai tanggapannya oleh wali kota. Namun ternyata, dalam penyampaian tanggapan, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menolak Raperda tersebut. Bahkan, saat rapat dengan seluruh anggota DPRD, hanya ada dua fraksi yang setuju Raperda ini dibahas. “Dari lima fraksi, tiga fraksi menolak untuk membahas. Yang setuju hanya dari Fraksi ADPS (Amanat Demokrat Pembangunan Sejahtera) dan Gerindra,” katanya.
Karena Raperda tersebut ditolak untuk dibahas, maka naskah akademik Raperda ini pun kemudian disimpan. Mendengar hal tersebut, perwakilan dari penggiat agama yang diwakili Badan Koordinasi Dakwah Islam Bontang (BKDIB) Amin Nur mengaku sedih, jika Raperda ini batal dibahas. Sama halnya yang dirasakan perwakilan dari Badan Kerjasama Antar Gereja (BKAG) Bontang, Abraham. “Yang mendoakan Bontang selama ini juga dari tokoh agama. Saya minta tolong kami tetap diperjuangkan walau banyak kendalanya,” ujarnya.
Sementara wakil dari Bagian Hukum Pemkot Bontang menjelaskan, jika alasan penolakan pembahasan Raperda tersebut bukanlah negatif. Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, persoalan agama menjadi kewenangan dari pemerintah pusat, bukan daerah. “Sebenarnya kami mendukung pemberian insentif terhadap penggiat agama. Selama ini juga kan pemberian insentif tersebut tetap berjalan,” katanya.
Selain itu, Kepala Subbid Penyusunan Anggaran BPKD Bontang, Ilham Wahyudi juga menjelaskan, belum cairnya insentif penggiat agama karena pemerintah mendahulukan pembayaran utang terhadap kontraktor seperti diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 31 Tahun 2016. “Proyeksinya baru bisa dimasukkan di APBD Perubahan untuk yang keterlambatan pembayaran,” ujarnya.
Setiyoko pun secara khusus akan menjadwalkan ulang pertemuan antara para penggiat agama, pemerintah khususnya di Bagian Hukum, serta Komisi I untuk membahas Raperda ini sebelum Raperda ini ditarik. “Kalau perlu kita ke Mendagri, minta penjelasan pihak ketiga mana yang dimaksud dalam Permendagri Nomor 31 Tahun 2016. Apakah para penggiat agama ini bukan orang ketiga,” jelasnya. (zul)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post