bontangpost.id – Longsor di Kilometer 7, Desa Purwajaya, Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara (Kukar), membuat Pemprov Kaltim dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) beradu argumen. Dampak ambles pada ruas jalan nasional itu, kendaraan dengan beban di atas 8 ton dilarang melintas. Sehingga diarahkan melintasi Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam).
Kondisi tersebut merembet pada usulan agar ada keringanan biaya, khususnya bagi kendaraan logistik. Sebagai lembaga yang berwenang mengatur jalan tol di Indonesia, BPJT merekomendasikan Pemprov Kaltim dan asosiasi usaha angkutan agar berkonsultasi dengan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR mengenai permohonan diskresi tersebut.
Dalam hal ini, meminta keringanan tarif bagi angkutan logistik yang melintasi Tol Balsam. Mengingat ruas jalan nasional di Kecamatan Loa Janan tidak bisa dilalui karena mengalami longsor. “Jika disetujui, pengalihan jalan tol perlu pembahasan lebih lanjut oleh Bina Marga dengan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT),” kata Kepala BPJT Danang Parikesit kepada Kaltim Post (31/1).
Menurutnya, pembahasan mengenai usulan keringanan tarif tol perlu dilakukan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR dengan BUJT, yakni PT Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS). Sebab, berkaitan dengan kelayakan investasi. Mengingat ruas tol yang saat ini beroperasi, yakni Seksi II, III, dan IV, yang menghubungkan ruas Samboja, Kukar dengan Palaran, Samarinda dibangun sepenuhnya oleh PT JBS.
Dengan demikian, saat ini Pemprov Kaltim melalui Dishub Kaltim tinggal menanti realisasi dari permohonan keringanan tarif tol tersebut kepada PT Jasa Marga (Persero). Lanjut dia, surat permohonan tersebut masih dalam proses persetujuan untuk ditandatangani Gubernur Kaltim Isran Noor sebelum disampaikan ke operator Tol Balsam.
“Karena intinya pemerintah daerah ingin membantu para pengusaha jasa transportasi. Khususnya yang mengangkut logistik atau kebutuhan masyarakat. Yang sementara ini, tidak bisa melewati Km 7 Loa Janan karena ada tanah longsor,” katanya.
Sebelumnya, usulan merevisi tarif Tol Balsam disampaikan anggota DPR RI asal Kaltim, Irwan, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi V DPR RI dengan Dirjen Bina Marga dan Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, pekan lalu.
“Di masa pandemi gini, sangat banyak aspirasi masyarakat Kaltim ingin ditinjau dulu (tarif Tol Balsam). Karena tiga bulan, pengerjaan longsor ini belum tentu selesai. Sehingga, agar ditinjau tarif tol itu. Karena baik transportasi publik, logistik, dan lainnya, semua satu-satunya lewat tol,” terang Irwan.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengatakan, secara prinsip mengenai tarif telah diatur dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT). “Karena ini perjanjian (PPJT), kalau pun kami mengurangi tarif, kami harus mengeluarkan one way or another (satu atau lain cara). Misalnya dia akan menuntut klaim APBN untuk menutupi itu. Karena perjanjian tetap harus diikuti,” katanya.
Hedy melanjutkan, jika penyesuaian tarif dilakukan, operator tol akan menuntut kompensasi. Apalagi internal rate of return (IRR) atau pengembalian investasi BUJT ketika membangun tol tersebut, disebutnya juga sangat rendah.
“Kalau ada kami geser, dia (PT JBS) akan nuntut kompensasi. Dan kebetulan Tol Balsam sudah mepet ke sana-kemari. IRR-nya juga rendah, kemudian juga konsesinya juga sudah mepet. Jadi, kami memang agak sulit. Terus terang saja, traffic-nya juga tidak begitu bagus. Kalau kami mau jujur, jadi kalau kami nuntut itu lagi, kami minta bantuan pada orang pingsan. Kasarnya begitu,” terang dia. (kip/riz/k16/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post