Sejumlah isu di Kaltim turut dipantau Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. Salah satunya, banjir.
PRAM SUSANTO, Samarinda
DALAM lawatannya ke Samarinda, Rabu (26/6/2019), Kaltim Post (induk Bontangpost.id) berkesempatan mewawancarainya secara eksklusif. Dia mengikuti berita-berita banjir selama dua pekan lebih menerjang ibu kota Kaltim itu dari Jakarta.
Alex, sapaan akrab Alexander Marwata, menduga tambang batu bara yang tidak sesuai prosedur punya andil besar terhadap banjir. Berikut wawancara wartawan Kaltim Post dengan mantan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sekaligus auditor itu dalam tanya jawab.
Samarinda kerap banjir. Menurut Anda, apa ini karena maraknya tambang batu bara ilegal?
Ya iyalah (karena tambang ilegal). Artinya, secara sepintas izin diberikan secara serampangan, enggak ada pengawasan. Masyarakat awam saja bisa menilai. Ini izin enggak benar, serampangan. Sementara itu, pengawas tambang minim untuk mengawasi seluruh Kaltim. Gimana? Enggak benar itu. Menerbitkan banyak izin tapi pengawasan enggak jalan. Bunuh diri itu namanya.
Dalam sejumlah kasus tambang ilegal yang terungkap jarang berakhir di pengadilan…
Sudah bertahun-tahun berjalan seperti itu. Nyaris tidak ada yang dipidanakan. Karena itu, sebetulnya tambang-tambang ilegal itu secara pidana pasti udah kena. Minimal pidana lingkungan. Pak La Ode Muhammad Syarif (wakil ketua KPK) ahli lingkungan.
Dia bilang belum pernah dalam sejarah Kementerian Lingkungan dan Kehutanan atau Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengajukan tuntutan ke perusahaan ilegal itu.
Itulah kelumpuhan lembaga-lembaga kita. Sekarang kita disuruh paksa ya sudah paksa. Tutup. Kalau orangnya masih bisa dicari, ya sudah dicari. Suruh bayar, jaminan reklamasi atau pajaknya. Sepanjang ada korupsinya bisa kita jerat. Misalnya, izin pertambangannya didapat dengan cara menyuap.
Apa ada pejabat dijerat dengan dakwaan korupsi dan perusakan lingkungan?
Sempat kami coba saat menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Selain korupsi, dia kami minta dihukum karena ikut merusak lingkungan. Cuma enggak disetujui hakim, katanya yurisdiksinya beda. Itu kejahatan lingkungan bukan korupsi. Menurut kami, ada irisannya antara korupsi dan kejahatan lingkungan. Saya yakin, kenapa lingkungan kita rusak. Salah satunya karena izin-izin diterbitkan kental dengan nuansa korupsinya.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara selama 12 tahun kepada Nur Alam karena terbukti menyalahgunakan jabatan saat menjadi gubernur. Dia juga didenda Rp 750 juta subsider delapan bulan penjara tambahan setelah terbukti memperkaya diri sendiri dari pengurusan izin pertambangan. Namun, pengadilan menolak tuntutan soal kerugian ekologis yang diajukan jaksa KPK.
Apakah korporasi (perusahaan) yang mendapat izin tidak bisa dijerat?
Bisa, jika izin yang didapatkan dengan cara menyuap. Hukuman terhadap korporasi selain denda, bisa penggantian terhadap kerugian keuangan negara. Berupa apa? Sejumlah hasil tambang atau kekayaan yang dia gali yang tidak sesuai ketentuan.
Jadi, putusan Nur Alam tidak bisa jadi yurisprudensi?
Nanti kami coba lagi dan coba lagi (pada terdakwa korupsi lingkungan lain). Kan kami sebagai penuntut umum, bisa. Bergantung dari kita (dalilnya) apa. Nanti putusan hakim seperti apa.
Lalu pengelolaan tambang ideal yang bisa menguntungkan daerah seperti apa?
Pemerintah daerah (pemda) kelola tambang di wilayahnya lewat badan usaha milik daerah (BUMD). Aneh ‘kan? orang lain (perusahaan) dikasih izin. Tapi dia sendiri yang punya daerah enggak ngelola. Mikirnya dia, ngasih izin saja, dapat banyak. Enggak mikir urusannya untuk masyarakat.
Presiden Jokowi beberapa bulan lalu mengunjungi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto di Samboja, Kutai Kartanegara. Kawasan itu akan menjadi salah satu lokasi ibu kota negara bila dipindah ke Kaltim…
Memangnya Tahura Bukit Soeharto masih ada hutannya? Katanya 40 ribu hektare (lahan pembangunan ibu kota baru), kecil sih jika dibanding perkebunan yang sampai ratusan ribu. Masalahnya banjir itu. (rom/k8/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post