Kesuksesan anak harus dimulai dari rumah. Itu yang dikatakan psikolog alumni dari dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Trully Tisna Milasari. Menurutnya, keluarga merupakan penentu utama dan pertama dalam pendidikan anak.
Etika Octaviani, Student Journalism SMAN 1 Bontang
STRONG from Home, adalah istilah yang diutarakan Trully saat diwawancara media ini. Kata Trully, mendidik anak sesuai dengan eranya adalah anjuran dari Nabi Muhammad SAW. “Sudah jelas Nabi SAW berkata, didiklah anakmu sesuai dengan zamannya,” ujarnya.
Di dalam rumahnya pun, beberapa hal ditanamkan kepada kedua putri kecilnya. Diantaranya, seperti tidak memberikan gadget secara cuma-cuma jika hanya untuk mengakses media sosial yang bersifat hedonis. Trully mengatakan, dia hanya memberikan telepon seluler kepada anaknya hanya bisa dipakai untuk telpon dan sms.
Pengaruh arus global yang begitu cepat tanpa adanya filterisasi membuatnya harus secara tepat memberikan gadget pada anak. “Para orang tua tidak bisa menerapkan pola asuh yang sama kepada anak-anak mereka sesuai dengan apa yang diajarkan orang tuanya dahulu. Karena berbeda mulai dari tantangan, kesulitan, dan persaingan yang semakin ketat,” kata psikolog yang aktif merangkul anak-anak ini.
Trully mengatakan, pola asuh yang mungkin terlupakan oleh orang tua adalah komitmen antara ayah, ibu, dan anak dalam menididik. Keduanya harus satu kata dan satu visi misi. Sehingga, jika sudah klop akan mudah mau arahkan ke mana keluarga ini. “Jangan sampai ibunya melarang tapi ayahnya mengijinkan, otomatis anak akan lebih berlindung ke ayahnya,” katanya.
Orang tua, lanjut Trully harus menerapkan hal ini dari kecil. Sebab kalau baru dimulai saat remaja akan sulit, karena telah dipengaruhi oleh teman dan lingkungannya. “Misalnya, bagaimana cara mneghormati orangtua dan orang lain, salat berjemaah, mengaji setelah salat walaupun hanya maghrib saja,” jelasnya.
Terpenting, katanya adalah komunikasi. Biasakan anak tidak sering memegang gadget. Kalau anak mau telpon atau SMS, anak SD cukup dikasih HP yang hanya untuk telpon dan sms saja, bukan android. Di rumah Trully, ia mengaku anak-anaknya pegang gadget hanya di Sabtu dan Minggu.
“Jika anak mau browsing ataun mengakses instagram, youtube, dan media sosial lainnya mereka harus pinjam ke ibu atau ayahnya. Tidak semata-mata dikasih atau mereka ambil. Sehingga, kita sebagai orang tua bisa mengawasi dan tidak lepas tangan dalam memberikan gadget untuk anak,” ungkapnya.
Meski anaknya pernah mempertanyakan aturan tersebut, orang tua harus bisa menjelaskan apa fungsi dari media sosial. Meski di luar rumah tidak memegang gadget dan dibilang gagap teknologi (gaptek) oleh orang lain, namun Trully tak mempermasalahkan asal di rumah masih dapat memegang gadget dengan batasan dan waktu tertentu. “Mereka juga tetap bisa mengerjakan PR jika harus memakai gadget bersama orang tuanya. Hal ini juga akan memicu kedekatan antara sang anak dengan orang tua,” ujarnya.
Trully pun menanamkan agar tidak membiasakan menonton TV. “Di sini (rumah, Red.) TV hanya nyala Sabtu dan Minggu atau kalau anak-anak mau berangkat sekolah, orang tuanya juga nonton berita bukan sinetron,” ujar Trully.
Tidak hanya itu, nilai agama dan moral juga Trully tanamkan sejak kecil agar mudah diterima dan dibawa hingga dewasa, seperti salat berjemaah dan mengaji setelah salat maghrib, dan tidak lupa ia mendidik kedua putrinya untuk mencintai negerinya, untuk mencintai pancasila. Bukan berarti menutup mata apalagi melarang anak-anak untuk mendengarkan lagu barat.
“Selaku orang tua, kita juga harus mengenalkan anak-anak kita lagu-lagu kebangsaan, misalnya pada saat lagi jalan-jalan naik mobil kita bisa sambil putarkan lagu-lagu seperti ‘Indonesia Tanah Airku’ atau saat orang tua lagi bermain tebak lagu dengan anaknya juga bisa. Jadi, anak-anak tetap memiliki rasa nasionalisme terhadap negerinya tetapi juga gak kuper,” jelasnya.
Nilai pancasila juga bisa diajarkan mulai sejak dini oleh orang tua. Misal saat pemilihan umum (Pemilu), sang ibu bisa menjelaskan bahwa menyoblos itu salah satu penerapan sila ke-4. “Kalau sudah waktunya memilih, jadilah pemilih yang baik, gunakan hak pilih kita sebagai warga negara yang baik,” tambahnya.
Anak muda, kata Trully juga harus keluar dari zona nyaman mereka. Bukan hanya nonton film korea atau sinetron, tapi tontonan yang baik untuk mereka ke depannya. Anak muda juga bisa ikut berorganisasi agar mengenal karakter orang banyak dan mendapat pengalaman.
“Pilihlah organisasi yang netral, yang bersifat sosial kepada masyarakat. Anak muda harus selektif dalam memilih organisasi yang tidak ada sangkut pautnya dengan partai politik. Karena sayang, usia yang masih muda sudah besar di partai. Lebih baik besar di masyarakat,” pesan Trully. (***/zul)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post