BONTANG – Pemkot Bontang mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pembentukan perseroan terbatas Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bontang Sejahtera. Regulasi ini untuk mengatur pemisahan dari induknya yakni Badan Usaha Milik Daerah Perusda AUJ.
Pengajuan pembahasan raperda ini mendapat sorotan dari wakil rakyat. Terutama Fraksi Partai keadilan Sejahtera (PKS). Ketua Fraksi PKS Abdul Malik mengatakan selama ini unit usaha tersebut belum mampu memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat.
“BPR Bontang Sejahtera juga belum memberikan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana yang diharapkan,” kata Malik.
Mengacu tingkat kesehatan BPR hingga 30 April, dua aspek yakni permodalan dan rentabilitas berada dalam posisi tidak sehat. Hal ini berdasarkan surat keputusan Bank Indonesia nomor 30/12/KEP/DIR. Malik menjelaskan permodalan masuk kategori tidak sehat karena hasil perhitungan kecukupan modal hanya sebesar 5,801 persen. Permodalan dikatakan sehat bila hasil perhitungan kecukupan modalnya mencapai 8 persen.
Rentabilitas dengan kondisi yang serupa dikarenakan return on assets (ROA) atau laba sebelum pajak justru minus 0,28 persen. ROA yang sehat bila menunjukkan 1,22 persen.
Meski demikian, PKS menyetujui kajian pemerintah untuk memisahkan BPR Bontang Sejahtera dari Perusda AUJ. Dengan membentuk badan hukum tersendiri yang ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah. Namun, fraksi yang memperoleh tiga kursi legislator ini meminta kepada Pemkot Bontang dapat memberikan jaminan dengan pembentukan badan usaha milik daerah (BUMD) baru.
“Tingkat kesehatan BPR dengan kategori sehat dan memberikan kontribusi PAD ke Pemkot Bontang dengan maksimal,” sebutnya.
Sementara Direktur Utama PT BPR Bontang Sejahtera Faisyal membenarkan jika sebelumnya perusahaan yang dipimpinnya itu berada dalam kondisi tidak sehat. Hal ini merupakan imbas dari kasus yang menimpa induk perusahaan sebelumnya. Namun demikian, manajemen BPR berupaya untuk memperbaiki secara bertahap.
“Saat ini laba Rp 803 juta. Ini meningkat dibandingkan tahun lalu yakni 636 juta. Artinya ada perbaikan sedikit demi sedikit,” kata Faisyal.
Kenaikan laba ini dari sektor perbaikan kredit macet. Sebab, BPR tidak boleh bergerak di sektor usaha lain. Terkait dengan modal, terjadi penurunan sejak dua tahun belakangan. Akibatnya BPR Bontang Sejahtera kerap mendapat teguran Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Januari nanti tepat satu tahun dalam pengawasan intensif OJK,” ucapnya. Kucuran modal yang diberikan oleh Perusda AUJ sebelumnya nominalnya Rp 3 miliar. Akan tetapi modal yang diberikan tergerus perlahan. Faisyal beranggapan itu murni suatu pelanggaran.
“Dulu kami mintanya Rp 6 miliar tetapi diberi Rp 3 miliar. Itu diotak-atik terus. Pelanggaran itu makanya ditangkap,” pungkas Faisyal. (*/ak/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post