bontangpost.id – Kasus keruk-mengeruk “emas hitam” dari perut bumi tanpa izin seakan tak ada habisnya. Tanpa memperhatikan aspek kerusakan lingkungan dan dampak sosial, kegiatan merugikan negara ini terus berulang. Baik di wilayah umum maupun di dalam konsesi perusahaan pertambangan.
Baru-baru ini kegiatan pertambangan diduga ilegal kembali menyeruak. Namun, beberapa temuan itu seakan meluap begitu saja. Tidak terlihat tindakan serius terhadap dugaan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Termasuk temuan dugaan pertambangan ilegal di belakang Sekretariat Bawaslu Kaltim pada September 2019.
Walhasil dalang di balik dugaan tambang ilegal itu masih dapat melenggang bebas. Melihat beberapa temuan tersebut, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang angkat bicara. Menurut dia, pemerintah dan aparat penegak hukum tak serius mengungkap kasus kejahatan lingkungan. Bahkan terkesan seakan menutup diri.
Sebab, dari beberapa kasus yang menyeruak, tidak ada kejelasan dan sanksi hukum yang menjerat para penjahat lingkungan. “Ini merupakan rapor merah bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Mereka ini terkesan masa bodoh. Jadi, mafia-mafia tambang masih bebas,” kata Rupang.
Modus yang kerap digunakan pun tak berubah. Berpura-pura melakukan pematangan lahan, namun ikut mengeruk batu bara dari perut bumi Borneo. Modus yang kerap serupa, namun tetap kecolongan inilah yang membuat Rupang semakin dibuat geleng kepala. Pengawasan belum juga maksimal dan tidak dapat menjerat para pelaku penambang ilegal.
Padahal, menurut dia, telah jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba. “Pemindahan batu bara itu sudah masuk dalam pidana pertambangan. Deliknya ada di Pasal 158. Tidak memiliki izin penjualan maupun angkut. Atas dasar itu seharusnya bisa disanksi,” terangnya.
Rupang juga mempertanyakan kinerja Polresta Samarinda selama ini. Selain mengusut pengungkapan tambang ilegal, Korps Bhayangkara juga seharusnya menyelesaikan kasus-kasus lainnya yang masih mengambang.
“Ini yang jadi pertanyaan. Kita sayangkan kinerjanya soal lingkungan masih minimalis. Pertanyaan adalah seserius apa kepolisian kita menindak tuntas?” kata Rupang.
Menurut dia, polisi seharusnya dapat menjadi ujung tombak di tengah lemahnya pengawasan tambang. Dia juga menilai pemerintah daerah tak memiliki kemampuan dalam menindak kasus pertambangan. “Problemnya para pemimpin yang bisa memberikan diskresi ini malah masa bodoh. Di lain, pihak kita juga menuntut kinerja kepolisian,” tukasnya.
Kaltim Post (induk bontangpost.id) berupaya mengonfirmasi kritik dinamisator Jatam Kaltim tersebut kepada Polres dan Pemkot Samarinda, namun hingga berita ini diturunkan belum ada respons. (*/dad/kri/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: