SANGATTA – Keanekaragaman budaya, suku, bahkan agama yang ada di Kutim nampaknya tidak menjadikan sebuah perpecahan. Hal itu terbukti, saat pengelola Pura, tempat ibadah warga yang memeluk agama Hindu, saat mengizinkan warga dari kalangan apapun untuk berkunjung ke tempat ibadah tersebut.
Bahkan, hal itu merupakan bukti bahwa toleransi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kutim sangat terjaga.
Berdirinya rumah ibadah dari berbagai agama ada di Kutim. Namun di antara banyaknya rumah ibadah, tatkala menarik perhatian warga yang bukan berasal dari agamanya untuk berkunjung.
Seperti Islamic Centre di Bukit Pelangi, Kristiani Centre di Jalan Soekarno-Hatta, Vihara di Jalan Yossudarso, bahkan Pura yang berlokasi di Jalan Bumi Etam, Sangatta Utara kerap menjadi pilihan destinasi.
Rumah ibadah yang memiliki arsitektur menawan dan bisa dijadikan spot untuk berfoto, atau sekaligus menjadikan wisata religi banyak digemari warga sekitar. Warga yang datang ke sana pun tidak hanya sekedar umat Hindu saja, melainkan kan juga masyarakat dengan agama lain.
Penjaga Pura Dharma Prima Jagadnatha, Kadek mengatakan, biasanya pada saat akhir pekan, tempat ibadah ini dipenuhi pengunjung. Pasalnya tidak hanya ukiran dan arsitektur di tempat tersebut yang menjadikannya indah, namun juga ternyata Pura ini mempunyai sejarah dan budaya Hindu yang kental.
“Di sini banyak kunjungan, tidak hanya umat, bahkan masyarakat umum boleh datang. Tapi hanya di tempat tertentu saja, tidak bisa bebas layaknya umat yang akan beribadah,” katanya saat ditemui di pura.
Pura tersebut merupakan tempat ibadah umat Hindu satu-satunya di Sangatta. Sejak dahulu tempat ibadah ini memang kerap kali dikunjungi oleh masyarakat yang biasa berfoto-foto.
“Biasanya setiap hari ada saja yang datang, ada yang berdoa dan ada juga yang hanya berfoto, namun ramainya pada hari libur seperti Sabtu dan Minggu,” tutur pria ini.
Pura yang didirikan pada tahun 1995 dan diresmikannya 1997 ini butuh penjagaan ketat. Pasalnya, banyaknya anak muda yang sering berlaku tidak benar di kawasan pura saat malam hari sangat rawan.
“Kami beberapa orang tinggal di sini untuk menjaga, jangan sampai remaja dengan pergaulan bebas berlaku tidak benar di sini,” tandasnya.
Pura yang digunakan oleh umat Hindu yang berjumlah sekira 66 KK se-Sangatta ini, biasanya akan ramai jika ada perayaan hari besar, seperti Nyepi dan ulang tahun Pura. Dia menjelaskan, ada beberapa persyaratan yang dilarang, seperti saat sedang haid dan orang yang sedang berduka tidak diizinkan masuk ke lokasi.
“Kalau sedang haid dan ada keluarga yang meninggal dunia tidak boleh masuk, karena untuk berdoa batin harus selalu ceria,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Nur Diah (19) dan ketiga temannya yang sedang mengunjungi pura, mengaku sudah beberapa kali mendatangi tempat ini hanya untuk berfoto. Menurutnya, keindahan karakteristik ukiran dan patung menjadi centra perhatian.
“Tempatnya bagus dan bersih, kami senang berfoto di sini, alamatnya juga mudah dicari, dari Bumi Etam lurus saja sudah sampai,” sebutnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post