bontangpost.id – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda menilai perkara yang menyeret Rachmat Fadjar dan Riado Sinaga jelas dikategorikan sebagai suap. Sejumlah uang yang diterima dua pejabat di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan (Satker PJN) I itu diberikan beberapa rekanan demi mendapatkan proyek di unit kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim itu.
Sangkaan yang diurai penuntut umum KPK dalam tuntutan pada 1 Agustus lalu pun diamini para pengadil. Pada 2023 keduanya mengutip fee dari proyek jalan yang ditangani PT Fajar Pasir Lestari (FPL) milik Abdul Ramis dan Nono Mulyatno lewat tiga perusahaannya, CV Baja Sari, CV Himawan Bhakti, serta CV Dua Putra.
Rachmat Fadjar selaku Kepala Satker PJN I Kaltim disebut KPK mengondisikan lelang proyek yang digelar secara daring dalam E-Katalog. Salah satunya proyek jalan Simpang Batu-Laburan di Paser yang dimenangkan PT FPL.
“Bahkan terdakwa Rachmat lah yang menghubungi Abdul Ramis untuk menghandel proyek tersebut sebelum lelang dimulai,” ucap majelis hakim yang dipimpin Nyoto Hindaryanto membacakan pertimbangan dalam putusan, Selasa 3 September 2024.
Rachmat juga menitip angka persentase fee sebesar tujuh persen dari nilai kontrak yang nantinya bisa diberikan secara berkala atau ketika pekerjaan per termin dibayarkan. Untuk memastikan PT FPL memenangi lelang, terdakwa Rachmat juga meminta Riado Sinaga, pejabat pembuat komitmen (PPK) yang mengurusi proyek itu untuk membantu keperluan lelang PT FPL
Lewat stafnya bernama Audi Rachmadian, Riado mengecek kelengkapan dokumen administrasi yang diajukan PT FPL. Termasuk memastikan jika ada yang belum lengkap. Lewat staf itu pula Riado membagikan harga perkiraan sementara (HPS) ke PT FPL yang jadi dasar PPK untuk mengajukan harga lelang tak jauh dari nilai HPS
“Untuk proyek dengan harga pekerjaan di atas Rp 100 juta terdakwa meminta dengan istilah dana halo-halo. Sementara kegiatan di bawah itu tak dikutip feenya,” lanjut anggota majelis hakim Fauzi Ibrahim membaca. Total, Rachmat Fadjar mendapat Rp 1,088 miliar dari beberapa proyek yang didapat dua rekanan itu. Sementara Riado menerima fee ikat janji sebanyak Rp 810 juta. Pasal 12 Huruf b UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU 20/2001 tentang Suap pun tepat diterapkan untuk mengadili keduanya.
Rachmat Fadjar divonis 4 tahun 2 bulan pidana penjara atas penerimaan suap tersebut. lalu ada denda yang dibebankan sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan pidana kurungan. Total fee yang diterimanya harusnya menjadi uang pengganti (UP) yang dibebankan dalam perkara ini.
Jumlah UP dikurangi dari uang yang disita saat terdakwa dibekuk KPK sebesar Rp 600 juta dan Rp 486 juta yang dititpkan terdakwa ke rekening penampungan KPK sebelum putusan dibacakan. “Masih tersisa Rp 20,6 juta dari total penerimaan dikurangi uang sita dan jaminan yang disetorkan. Jumlah ini akan dibebankan sebagai uang pengganti dan jika tak dibayar selepas inkrah maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan,” jelas Nyoto.
Untuk Riado, PPK di Satker PJN I ini divonis selama 4 tahun dengan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Terkait UP dari suap yang diterimanya tak perlu lagi diterapkan lantaran terdakwa sudah menyerah uang jaminan sebesar Rp 680 juta ke rekening penampungan KPK serta ada uang senilai Rp 133 juta yang disita ketika terdakwa tertangkap tangan November 2023 lalu.
Atas putusan itu, keduanya sama-sama memilih pikir-pikir untuk mengajukan banding atau menerima putusan yang dibacakan tersebut. (riz)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: