SAMARINDA – Perjuangan SMA/SMK/MA swasta menuntut Pemprov Kaltim menyalurkan bantuan operasional sekolah (BOS) dan insentif guru membuahkan hasil. Kedua tuntutan itu dikabulkan pemprov. Ini setelah tim kecil menggelar rapat ruangan Sekprov Kaltim Rusmadi, di Kantor Gubernur Kaltim. Mereka mengutak-atik anggaran BOS provinsi dan insentif guru.
Rapat dipimpin Rusmadi. Hadir saat itu Asisten Sekprov Kaltim Bidang Administrasi Umum Bere Ali, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim Dayang Budiati, dan dua kepala sub bidang dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
Hampir sejam setelahnya, baru sekprov menerima perwakilan musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) swasta kabupaten/kota se-Kaltim di ruang rapat Tepian I. Sesuai prediksi, jalannya pertemuan berlangsung alot. Sempat terjadi adu argumen. Rusmadi menyayangkan persoalan ini hingga berujung aksi demonstrasi. Ya siang itu ribuan guru dan siswa menggelar demo di depan Kantor Gubernur, Samarinda.
“Apakah pernah bapak sekalian menyampaikan secara formal kepada pemprov? Sejak peralihan kewenangan, kami terus bekerja dan berpikir di balik keadaan keuangan seperti sekarang,” ujarnya.
Ketua MKKS swasta Kaltim Sabran Sudirman mengatakan, notula rapat pemprov membahas BOS, tambahan penghasilan pegawai, dan honor tenaga non PNS pada 28 Februari lalu menjadi titik mula persoalan.
Dalam risalah rapat tersebut ada kalimat yang menyatakan sekolah swasta tidak menerima BOS provinsi karena dapat memungut sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Padahal, selama ini BOS menjadi pengganti SPP. Belum lagi, Madrasah Aliyah tak sama sekali disinggung dalam rapat tersebut. “Ini meresahkan kami. (Awalnya) kami tidak ada maksud dan tujuan melakukan demonstrasi. Kalau saja kami mampu, tidak meminta BOS provinsi,” kata Sabran.
Saat audiensi yang difasilitasi Komisi IV DPRD Kaltim, tak seorang pun petinggi pemprov yang bisa mengambil kebijakan hadir di Gedung D DPRD Kaltim, Selasa (14/3), menjadi titik klimaks. MKKS swasta tak bisa membendung aspirasi dari berbagai sekolah swasta kabupaten/kota untuk ikut serta. “Tuntutan kami, BOS provinsi dan insentif sekolah swasta setara dengan yang diterima sekolah negeri,” ucapnya.
Kembali ke Rusmadi. Kata dia, tidak sama sekali membedakan antara sekolah negeri dan swasta. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sangat jelas posisi sekolah swasta. Kelompok masyarakat dan yayasan bisa mendirikan sekolah asal memenuhi persyaratan. Salah satunya, mampu secara finansial dalam menyelenggarakan pendidikan. “Kalau tidak dipahami, tuntutan ke mana-mana. Kalau keadaan keuangan memungkinkan, silakan,” tegasnya.
Tengok saja, yang dilakukan pemprov sejak 2009. Tanpa perintah undang-undang pun, pemprov menyalurkan BOS provinsi ke seluruh SMA/SMK/MA di Kaltim. Itu lanjutnya, sebagai komitmen di sektor penting dalam pembangunan bangsa ke depan. Ditegaskan, pemprov tak ingkar terhadap komitmen tersebut.
Ketua MKKS swasta Kutai Kartanegara Hamdani menyela. “Di bawah sedang menunggu hasil pertemuan ini. Setuju atau tidak memberi BOS dan insentif? Para pendemo kami persilakan keluar bila jelas sikapnya,” ucapnya.
Bila ini menjadi persoalan bersama, kata Rusmadi, tidak bijak MKKS swasta langsung meminta keputusan. Maka itu, pemprov berhak menjelaskan duduk persoalan. Menjadi tak adil, jika tak diizinkan untuk menerangkan. Itu bertujuan agar tak salah dalam melihat sikap pemprov. Sebab, ini persoalan jangka pendek. “Begitu salah mengambil keputusan, bukan bapak yang dituntut negara, tapi kami. Dalam kondisi ini harus bijak,” sebut dia.
Dia kemudian memberikan gambaran terhadap kondisi keuangan Kaltim dari tahun ke tahun. APBD Kaltim 2014 sebesar Rp 12,2 triliun, APBD 2015 Rp 11,53 triliun, dan APBD 2016 Rp 7,7 triliun. Tahun lalu pun, dengan kondisi yang defisit tetap menyalurkan. Namun, terbantu karena kabupaten/kota masih menyalurkan. “Tahun ini Rp 8,09 triliun. Kondisi keuangan kurang lebih dengan tahun lalu, tapi diberi beban seluruhnya mengurusi SMA/SMK,” katanya.
Sampai detik ini, kata mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltim itu menjelaskan, BOS provinsi untuk sekolah negeri sebesar Rp 123,9 miliar belum dialokasikan dalam APBD murni ini. Begitu juga, honor guru non PNS di sekolah negeri. Belum lagi, kewajiban beasiswa yang mesti disalurkan pemprov kepada anak Kaltim di berbagai perguruan tinggi. “Baru Rp 15 miliar dari kebutuhan Rp 45 miliar yang disalurkan. Tidak mungkin memutus,” terang dia.
Sementara itu, Ahmad perwakilan MKKS Kutai Timur (Kutim) mengungkap realita pendidikan di sana. Pria yang bertugas di SMK Islam Nurul Hikmah Sangatta Utara mengatakan, sekolah swasta di Kutim selama ini dianggap sebagai penampung siswa buangan dari sekolah negeri. “Mohon maaf, seolah-olah sekolah kami jadi penampung anak-anak bandel,” terangnya. Mereka tak mau anak-anak yang dianggap buangan tersebut putus sekolah. Kalau SMA swasta tidak ada, siapa lagi yang mau menampung mereka? ”Oleh karena itu, tolonglah insentif diberikan untuk memberi semangat,” ujarnya.
Sementara itu, Robert Yusnan dari perwakilan MKKS Kutai Barat (Kubar) merasa kondisi sekolah swasta di sana maju kena, mundur kena. Ia mengungkap, beberapa waktu lalu mereka rapat dengan Disdik Kubar, komis IV DPRD Kubar, dan tim sapu bersih pungutan liar (Saber Pungli). Dalam pertemuan tersebut disepakati sekolah dilarang melakukan pungutan, termasuk SPP. Pada saat itu tak menjadi masalah karena masih mendapat bantuan BOS provinsi dan kabupaten. “Para pendidik swasta menghadapi masalah sejak peralihan kewenangan dari pemkab ke pemprov,” ujarnya.
Ia berterus terang sudah tiga bulan tak bisa membayar guru kontrak. Bagaimana mau membayar? Dana dari BOS provinsi dan kabupaten tak didapat, mau memungut SPP akan dianggap pungutan liar. “Mau nekat memungut SPP, siap-siap saja dikeler tim Saber Pungli,” kelakarnya.
Ketua Dewan Pendidikan Kaltim Encik Widyani menuturkan, jajarannya selalu memantau masalah BOS provinsi ini. Ia mengatakan, Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kaltim mesti segera dipublikasi. Salah satu pasal dari 16 bab dan 76 pasal dalam perda itu pemerintah kabupaten/kota mesti turut membantu penyelenggaraan pendidikan di daerahnya. “Makanya mesti segera disahkan dan dipublikasi,” terangnya.
Setelah mendengar aspirasi, Rusmadi memberi tanggapan akhir. Dari secarik kertas di mejanya, sekprov memerincikan jumlah siswa di SMA/SMK/MA swasta. (lihat grafis).
Dia lalu memutuskan bahwa BOS provinsi yang diterima sekolah negeri dan swasta tak ada perbedaan. Sama-sama mendapat Rp 900 ribu per siswa per tahun untuk SMA/LB/MA negeri. Sementara itu, SMK menerima Rp 1,1 juta per siswa per tahun. Dengan demikian, ada perbedaan jika merujuk hasil rapat pada 28 Februari lalu yang bakal mengalokasikan Rp 1 juta untuk SMA dan Rp 1,5 juta untuk SMK.
Kebutuhan total untuk dana BOS bagi sekolah swasta sebesar Rp 58,23 miliar. Belum termasuk, insentif bagi 5.064 guru di sekolah swasta. Dari perhitungan pihaknya, perlu dana Rp 18,23 miliar bila menyalurkan Rp 300 ribu insentif bagi guru swasta. “Bagaimana bapak setuju tidak dengan nominal itu untuk dijadikan keputusan?” tanya Rusmadi.
“Setuju,” sahut para perwakilan MKKS swasta se-Kaltim.
Namun, Rusmadi memberi catatan bahwa keputusan itu bukan angka final. Sebab, ada satu tahapan lagi yang mesti dilewati. Keputusan pemprov itu akan disampaikan kepada DPRD Kaltim untuk diberi persetujuan. “Ini akan diusulkan dalam APBD Perubahan. Mudah-mudahan DPRD setuju untuk mendahului anggaran, tidak menolak. Negeri dan swasta nominalnya sama,” tuturnya.
Kebutuhan dana tersebut diambil dari pos anggaran mana? Pada akhir Maret ini akan ada evaluasi keuangan. “Kami harus optimistis apalagi menyangkut dunia pendidikan. Tentu akan melakukan berbagai upaya,” terang dia.
Dia pun memberi catatan bahwa tak bisa menjanjikan besaran dana BOS dan insentif guru pada 2018 bisa sama dengan tahun ini. Sebab, dia melanjutkan bahwa tahun depan merupakan warsa terakhir kepemimpinan gubernur Kaltim. Tentu, pada masa itu beban tanggung jawab semakin menumpuk. Mulai menyelesaikan proyek yang dianggarkan dengan skema kontrak tahun jamak hingga pendanaan penyelenggaraan pemilihan gubernur 2018. “Nanti akan kita bicarakan bersama kembali seperti ini,” tutupnya.
“LUKA HATI SAYA”
Jam dinding ruang Tepian I Kegubernuran Kaltim menunjukkan pukul 14.55 Wita kemarin (16/3). Di ruang tersebut sedang dilaksanakan pertemuan antara Pemprov Kaltim dan perwakilan kepala sekolah swasta se-Kaltim.
Mereka membahas isu hangat di kalangan pengajar SMA swasta, yakni mengenai alokasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) provinsi yang terancam tak mengucur ke SMA/SMK/MA swasta.
Membuka rapat, air muka Sekprov Kaltim Rusmadi tampak berbeda. Pria yang biasanya kalem dan ramah tersebut tampak tak bisa menahan luapan emosinya. Kekesalan plus kekecewaan tergambar di wajahnya. Apa penyebabnya?
Laki-laki berkaca mata itu mengaku kecewa dengan keputusan para kepala sekolah yang melibatkan para siswa dalam aksi damai bertajuk 163 yang dilaksanakan di halaman Kegubernuran Kaltim. “Sedih, prihatin, luka hati saya,” ujarnya terbata-bata. Dengan nada bergetar, ia menuturkan, sedih melihat para siswa SMA/SMK/MA berjemur di bawah terik matahari. Memang kemarin cuaca Samarinda cukup terik. “Apa tidak ada cara lain selain melibatkan siswa dalam penyelesaian persoalan ini?” ujarnya.
Rusmadi menceritakan, ia baru saja mewakili Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menerima penghargaan untuk Kaltim sebagai peringkat kedua provinsi dalam menyelesaikan masalah sosial. Menurutnya sangat ironis, justru para pengajar Kaltim mengajak anak didiknya terlibat dalam permasalahan penyelenggaraan pendidikan. “Saya bertanya, apa cara hari ini baik atau tidak dalam mengedukasi siswa dalam menyelesaikan persoalan,” tegasnya diikuti heningnya ruang pertemuan.
Usai hening sejenak, Syamsuddin Malla, perwakilan dari Kutai Kartanegara memberanikan menjawab pertanyaan Sekprov. Ia mengatakan, sebenarnya aksi damai kemarin adalah jalan terakhir yang ditempuh kala permasalahan mereka tak kunjung ada penyelesaian. “Kami juga terjepit, mau tidak mau kami teriak juga,” terangnya.
Rusmadi kemudian meminta perwakilan kepala sekolah yang tergabung dalam MKKS swasta Kaltim membubarkan para siswa. “Kasihan mereka jadi terseret,” tuturnya. Sejurus kemudian, para kepala sekolah itu menelepon perwakilan mereka di halaman untuk membubarkan aksi.
Di lapangan, mendengar informasi tersebut, massa mulai membubarkan diri. Dari pantauan media ini, siswa dari Samarinda mulai membubarkan diri. Yang masih bertahan di tempat aksi hanya siswa dari luar kota. Mereka pun bernaung di selasar kantor gubernur.
Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kaltim Musyahrim mengatakan, sebenarnya upaya pertemuan formal sudah beberapa kali dilakukan. Beberapa kali komisi IV DPRD Kaltim ingin melakukan mediasi antara MKSS dengan Pemprov. “Namun yang datang hanya asisten dan biro ekonomi,” jelasnya.
Terakhir, usaha mediasi dilaksanakan pada Selasa (14/3) lalu. “Tapi lagi-lagi, tak dihadiri pejabat yang berkompeten untuk menyelesaikan masalah,” ujarnya. Merasa tak didengar aspirasinya, maka diambil keputusan untuk mengerahkan massa dalam aksi damai 163. “Kalau masalah sudah clear pada Selasa lalu, enggak ada aksi di depan kantor gubernur,” tegasnya.
Sementara itu, soal pengerahan siswa, Musyahrim menganggap pada siswa SMA sudah cukup dewasa. Jadi mereka tahu apa yang mereka lakukan. Namun, ia menampik anggapan PGRI Kaltim mengizinkan pengerahan siswa. “Itu murni keputusan MKKS swasta, kami bukan atasan mereka. Jadi tak perlu izin kami,” ungkapnya.
Koordinator Sekretariat Bersama SMA/SMK/MA swasta Didik Setiawan di pengujung rapat pun turut meminta maaf atas keterlibatan siswa dalam aksi tersebut. “Kami komit, kejadian ini sebagai yang terakhir,” ujar Didik yang juga koordinator lapangan aksi demonstrasi 163.
DEMONSTRAN MEMBLUDAK
Aksi damai 163 dicetuskan pada Selasa (14/3), saat mediasi antara Pemprov dan MKKS gagal dilakukan. Kemarin, massa mulai berkumpul di lapangan bola Kinibalu, Jalan Arjuna, Kecamatan Samarinda Kota. Massa mulai berkumpul pada pukul 10.00 Wita. Awalnya, massa dikumpulkan di dua tempat. Namun, opsi berkumpul di halaman GOR Segiri dinilai terlalu jauh dari lokasi aksi.
Sekitar pukul 11.00 Wita, massa yang terdiri dari siswa SMA, guru, dan tenaga pendidik tersebut mulai bergerak ke Kegubernuran Kaltim. Tak menunggu waktu lama, halama kantor Gubernur Kaltim itu pun penuh oleh siswa dan guru yang ingin menyampaikan aspirasi. Orasi terus dilontarkan, massa pun semakin banyak. Bahkan menurut koordinator lapangan peserta aksi damai mencapai 9.000-an peserta.
Koordinator Lapangan aksi damai Didik Setiawan mengatakan, dari catatan mereka dari Samarinda saja sudah dikerahkan 8 ribu orang. Terkait aksi kemarin, mereka ingin menunjukkan kepada pemerintah yang mereka katakan sebelumnya bukan isapan jempol. “Kami ingin permasalahan kami didengar,” ujarnya. Harapannya dengan aksi tersebut membuat pemerintah tak memandang remeh lagi para guru swasta.
“Kalau ditotal, jumlah siswa sekolah swasta di Kaltim ada sekitar 50 ribu siswa,” tuturnya. Ia menepis anggapan para pengerahan siswa dilakukan para guru. “Mayoritas siswa yang hadir atas keinginan mereka sendiri,” terangnya. Bagaimanapun permasalahan Bosda yang tak terkucur akan berimbas kepada nasib para siswa. “Selain hak guru, ada juga hak mereka di sini,” kuncinya.
Hal ini diamini Ketua OSIS SMK TI Airlangga Fahru Rizal. “Kalau kami tak bersuara, bagaimana nasib kami nanti?” ujarnya. Ia menuturkan, sebagai siswa sekolah swasta merasa ada haknya yang mesti diperjuangkan. “Oleh karena itu, kemarin saya bersama teman-teman mengajukan diri ikut dalam aksi damai,” terangnya. Belajar terganggu tidak? Rizal menuturkan, siswa kelas X dan XI sedang libur jadi tak mengganggu untuk kegiatan belajar.
Namun, ada pula yang siswa yang mengaku tak tahu permaslahan. Mereka hanya diarahkan guru mereka di sekolah untuk ke kantor gubernur. Salah seorang di antaranya adalah Zalfa Nabila dari SMK Medika. Dara berjilbab itu mengatakan, dapat informasi sehari sebelumnya. Mereka diminta datang ke lapangan sepak bola Kinibalu. “Terus terang saya enggak tahu masalah apa,” ujarnya. Namun, setelah aksi berjalan ia jadi tahu permasalahan yang memicu demonstrasi dengan ribuan peserta itu. (*/fch/ril/far/kpg/gun)
Hasil Kesepakatan Pemprov-MKKS Swasta
- BOS provinsi disalurkan kepada SMA/SMK/MA negeri dan swasta. Besaran dana yang diterima setara, tak ada perbedaan.
– SMA/MA Rp 900 ribu
– SMK Rp 1,1 juta
- Tidak hanya guru non PNS yang menerima insentif, guru di sekolah swasta juga menerima. Besaran insentif Rp 300 ribu per bulan.
- Nominal itu bukan angka final. Satu tahapan lagi mesti dilewati, yakni mendapat persetujuan DPRD Kaltim.
- Kebutuhan anggaran BOS provinsi dan insentif guru akan dialokasikan dalam APBD Perubahan 2017. Waktu pencairan, diupayakan didahulukan sebelum APBD-P.
- Pemprov Kaltim komit dengan nominal yang sudah disepakati. Tapi, tidak janji besaran BOS provinsi dan insentif yang dianggarkan tahun ini bisa sama pada 2018. Nominal menyesuaikan kemampuan keuangan daerah. Sebelum diputuskan, akan diajak duduk bersama kembali.
- MKKS SMA/SMK/MA swasta komit tak akan melibatkan anak didik untuk melakukan aksi demonstrasi. Aksi Damai 163 jadi kali terakhir siswa dilibatkan.
Sumber: Hasil rapat di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post