JAKARTA– Kebakaran hutan dan lahan belum bisa dikendalikan. Laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 15 Agustus 2019, jumlah titik api meningkat. 7 provinsi dinyatakan terpapar kabut asap.
Kabut asap terdeteksi di 6 provinsi yang mengalami karhutla yakni Riau, Jambi dan Sumatera Selatan di Pulau Sumatera serta Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan dengan tambahan Provinsi Aceh. BNPB mencatatkan 1092 titik api tersebar di seluruh indonesia per 15 Agustus.
Kualitas Udara di Kalimantan Tengah dan Barat memburuk dengan indeks materi partikulat (PM10) naik ke angka 182. Sementara Kalimantan Barat tercatat mencapai angka 163. Sebelumnya indeks udara di kedua provinsi paling tinggi mencapai angka 150 an. Udara dinyatakan sangat tidak sehat jika menyentuh angka materi partikulat 250.
Upaya pemadaman terus dilakukan. Di provinsi yang terdampak parah, disiagakan 7 helikopter dengan peran patroli maupun pemadaman udara (water bombing). Personil gabungan mencapai 9.072 orang.
Plh. Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo mengungkapkan, helikopter yang disiagakan di Aceh akan dipindahkan ke Riau. Sementara 2 helikopter yang disiagakan di gunung Ciremai untuk mengawal pulau Jawa Bali juga bersiap untuk digeser ke tempat lain. “Untuk kebakaran di Pulau Jawa dan Bali sudah padam semua,” jelasnya pada Jawa Pos kemarin (16/8).
Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rafles B. Panjaitan mengungkapkan bahwa beberapa kesulitan masih ditemui di lapangan. Faktor el-Nino lemah yang masih berlangsung juga turut berkontribusi terhadap sulitnya memadamkan api.
Karena musim kemarau, kata Rafles, sumber air yang bisa digunakan untuk memadamkan api juga cukup sulit ditemukan. Lokasi kebakaran juga rata-rata berada di remote area yg sulit dicapai atau memerlukan waktu yg lama sampai ke lokasi. “Perilaku membakar untuk membuka lahan juga masih banyak,” jelasnya.
Sementara itu, melebarnya titik karhutla mendapat perhatian khusus dari istana. Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purnawirawan Moeldoko mengatakan, pihaknya sudah berbicara dengan Menteri Kehutanan Siti Nurbaya. Dalam kesempatan itu, pemerintah memastikan akan memberi tindakan tegas bagi kasus karhutla yang terindikasi perbuatan manusia.
“Apakah itu korporasi, apakah itu perorangan,” ujarnya. Saat ini, upaya penyelidikan tengah dilakukan aparat bersama pihak terkait.
Sambil menunggu proses penyelidikan, Moeldoko memastikan proses pemadaman terus berjalan. Hal itu sebagaimana instruksi Presiden Jokowi dalam rapat Koordinasi Penanggulangan Karhutla di istana pekanbaru lalu.
Diakuinya, pemadaman karhutla tahun ini tidak mudah. Sebab, titik hotspot banyak tersebar di berbagai kawasan. “Dulu padat asapnya tetapi titiknya kurang. Sekarang ini titiknya banyak, tapi kepadatannya kurang. Titik banyak ini lah memerlukan kekuatan besar karena terpencar-pencar,” imbuhnya.
Disinggung soal meningkat kembalinya titik api setelah reda dalam dua tahun terakhir, Moeldoko membantah adanya upaya yang kendor. Menurutnya, upaya pencegahan sama. Hanya saja, faktor adanya kemarau panjang mempengaruhi kondisi. “Diperburuk oleh perilaku-perilaku manusia tentunya kan,” tuturnya.
Karhutla juga berdampak pada sisi kesehatan. Asap menyebabkan masalah bagi gangguan pernapasan. Berdasarkan laporan tim Dinkes Riau titik panas semakin bertambah. Karhutla tersebut menyebabkan banyak masyarakat menderita Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Sudah 9.630 pasien yang dirawat akibat ISPA. Pasien tersebut berasal dari 12 kota/kabupaten sekitar Provinsi Riau. Untuk mengatasi hal itu, Kemenkes mengirimkan masker. ”Kemenkes telah mengirimkan 300 ribu pcs masker untuk dibagikan kepada masyarakat terdampak mulai dari pelajar, sampai pengendara di jalanan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes, drg. Widyawati kemarin. Selain itu
Dinkes Riau telah mendirikan pos pelayanan kesehatan dan melayani masyarakat terdampak karhutla. Mereka melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat tentang dampak asap, memberikan pelayanan kesehatan terhadap petugas pemadam kebakaran, mendistribusikan obat, dan sosialisasi melalui media massa.
Untuk menjamin ketersediaan obat tercukupi, Tim Dinkes Riau sudah menghitung kebutuhan obat dan perbekalan lain. ”Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes siap memenuhi kebutuhan obat bila sewaktu-waktu ada permintaan dari daerah,” Ujar Widyawati.
Karhutla juga terjadi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Berbeda halnya dengan di Riau, Provinsi Kalimantan Tengah yang sudah menyatakan kondisi tanggap darurat. Untuk itu Tim Pusat Krisis Kesehatan (PKK) Kemenkes sudah berada di Kalteng. (tau/far/lyn/prokal)