SAMARINDA – Januari hingga Mei jadi masa-masa puncak curah hujan di Kota Tepian. Diperkirakan, peralihan musim ke kemarau baru tiba pada Juni mendatang. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Temindung Samarinda Sutrisno mengatakan, sejak Oktober 2016 hingga Februari 2017, curah hujan masih tinggi.
Fenomena cuaca el nino atau la nina disebut dia tidak banyak memengaruhi kondisi cuaca di Samarinda. “Dalam pekan ini, kondisi masih netral. El nino dan la nina tidak memengaruhi secara signifikan,” terang dia saat ditemui Kaltim Post di kantornya, Selasa (28/2).
Dia melanjutkan, tingginya intensitas hujan di Samarinda lebih karena pengaruh angin monsun Asia yang mulai menguat pada sepekan terakhir di Februari. Wilayah seperti Sumatra, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat jadi wilayah yang paling merasakan dampak dari fenomena yang dikenal juga dengan angin baratan itu.
Sedangkan daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan sejumlah wilayah di sekitarnya mengalami minim hujan karena imbas angin monsun Australia atau angin ketimuran.
Nah, Kaltim, terkhusus Samarinda, terkena dampak pertemuan dua angin tersebut. “Sehingga angin tersebut menimbulkan seruakan sehingga terjadi penggumpalan awal yang memicu terjadinya hujan. Berdasarkan keadaan itulah Kaltim masih mengalami penghujan sampai hari ini,” tutur dia.
Saat ini pihaknya masih menganalisis perihal kapan peralihan musim akan berlangsung. Dari perkiraan sementara, peralihan akan terjadi antara April hingga Mei. Pada saat itu, hujan dan cuaca terik bisa terjadi silih berganti.
Sementara dalam rapat koordinasi tempo hari, Sutrisno mengatakan, beberapa daerah di Kaltim menunjukkan awal musim yang berbeda. Ada yang dimulai April, Juni, dan Juli. “Tapi bocorannya mengambil perhitungan rata-rata tiap wilayah, Kaltim, prakiraan BMKG akan memasuki musim kemarau awal pada Juni,” beber Sutrisno.
Lantaran masih dalam masa musim hujan, dia mengimbau warga bisa waspada. Terutama yang bermukim di sekitar rawa, sungai, atau kawasan lain yang rentan tergenang. Begitu pula dengan warga yang tinggal di kawasan tinggi apalagi di lereng bukit, untuk mewaspadai potensi longsor. “Jangan berteduh atau berlindung di bawah pohon besar, di bawah baliho, untuk menghindari potensi pohon rebah maupun baliho tumbang,” imbau dia. (*/el/ndy/k9)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post