BONTANGPOST.ID, Balikpapan – Tidak hanya Pilgub Kaltim, gelaran pilkada di kabupaten/kota juga menunjukkan berbagai kejutan. Dari hasil hitung cepat suara sementara pemilihan, selain Isran Noor-Hadi Mulyadi sebagai petahana yang keok dari Rudy-Seno, dua paslon yang notabenenya petahana juga harus menelan pil pahit .
Yang pertama adalah Basri Rase di Pilkada Bontang. Berpasangan dengan Chusnul Dhihin, wali kota Bontang ke-4 itu kalah dalam perolehan suara sementara dari pendahulunya, Neni Moerniaeni. Neni yang berpasangan dengan Agus Haris jawara dengan perolehan 42,80 persen suara. Unggul dari tiga paslon lainnya.
“Setiap usaha yang kita lakukan pasti ada hikmahnya. Tentunya Bontang harus menuju ke arah yang lebih baik. Kami akan tetap menjadi oposisi yang membangun,” ucap Basri Rase yang menyatakan legawa dengan hasil pilkada.
Petahana yang juga tidak mampu melanjutkan periodenya adalah Hamdam di Penajam Paser Utara (PPU). Berpasangan dengan Ahmad Basir, suara Hamdam bahkan terendah di antara empat paslon yang bersaing di Pilbup PPU. Hanya mengumpulkan 16 persen suara. Sementara untuk peraih suara tertinggi ada di tangan paslon Mudyat Noor-Abdul Waris Muin yang mengantongi 39.476 atau 37,47 persen.
“Kami tetap menunggu pengumuman resmi dari KPU PPU, dan sikap paslon adalah mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat PPU yang telah berpartisipasi di dalam pikada ini,” kata Rokhman Wahyudi, kuasa hukum paslon, yang sekaligus humas Mudyat Noor-Abdul Waris Muin, Kamis (28/11).
Berjatuhannya petahana ini, kata pengamat politik dari Unmul, Sonny Sudiar, akibat sejumlah faktor. Baik internal maupun eksternal. Di Bontang misalnya, kekalahan Basri Rase sejak awal sudah bisa diprediksi lantaran kemelut internal partai hingga dirinya dipecat PKB. Lalu pecah kongsi dengan Najirah, yang juga maju di Pilwali Bontang.
“Kalau awalnya Basri Rase ini melenggang bersama Najirah, pasti suaranya besar. Lihat saja persentase suara mereka. Di sisi lain, kondisi ini pun dimanfaatkan Neni untuk mendulang suara. Dan faktor lainnya, ada semacam kerinduan dari masyarakat Bontang untuk dipimpin lagi oleh Neni,” ucap Sonny.
Adapun di Pilbup PPU, kekalahan Hamdam disebutnya lebih cenderung karena modal. Baik secara politik, maupun finansial. Meski berstatus petahana, dari wakil sampai jadi bupati, namun pamor Hamdam tak cukup membuatnya meraih dukungan. Mengingat sosok para paslon di PPU yang berlaga semuanya punya kekuatan politik yang hampir setara.
“Jadi yang menentukan pilkada di PPU itu modalnya. Hamdam kalah modal. Sokongan terhadap Mudyat Noor-Abdul Waris pun besar. Ditambah keduanya juga berpengalaman. Pun dari debat, saya melihat hanya pasangan Mudyat-Abdul Waris ini yang paling bagus dan rasional dalam menjawab setiap pertanyaan maupun ketika berdebat. Ini yang membuat mereka punya suara tinggi,” beber Sonny.
Modal besar ini pula yang membuat paslon Owena Mayang Shari Belawan-Stanislaus Liah unggul perolehan suara sementara di Pilkada Mahakam Ulu (Mahulu). Dengan meraih 8.251 suara atau 44,30 persen. Mengalahkan petahana Wakil Bupati Mahulu Yohanes Avun.
Namun di sisi lain, Owena juga merupakan anak petahana Bupati Mahulu Bonifasius Belawan Geh. Kata Sonny, dua faktor tersebut membuat Owena unggul dibandingkan Avun dan Novita Bulan yang notabenenya politikus kawakan dan menjabat sebagai ketua DPRD Mahulu.
“Peta paslon di Mahulu sangat merata. Semua tokoh dan politikus senior. Hanya saja Owena memang lebih unggul secara status dan modal. Dan dia akan menjadi bupati termuda dengan usia 27 tahun,” ucap Sonny.
Keistimewaan yang dimiliki Owena tersebut, kata Sonny, juga dimiliki Frederick Edwin. Calon bupati di Kutai Barat. Anak mantan Bupati Kubar Ismail Thomas yang juga mantan anggota DPR RI. Berpasangan dengan Nanang Adriani, paslon nomor urut 1 itu unggul dalam perolehan suara sementara di atas dua paslon lainnya, yakni 39,68 persen.
Sementara di Balikpapan, Sonny juga menyinggung soal modal politik dan finansial. Baginya, iklim dan proses pilkada di Balikpapan dengan petahana Rahmad Mas’ud sejak awal sudah seperti di Pilgub Kaltim. Dua kekuatan dari dua bersaudara itu saling mengisi. Baik untuk Pilwali Balikpapan maupun Pilgub Kaltim.
“Itu sebabnya, suara Rudy-Seno hampir linier dengan suara Rahmad-Bagus di Balikpapan,” katanya.
PASLON YANG MENDOMINASI
Salah satu gelaran Pilkada Serentak 2024 di Kaltim yang juga menjadi sorotan adalah Pilwali Samarinda. Dengan hanya memiliki satu paslon, yakni Andi Harun-Saefuddin Zuhri melawan kotak kosong (kokos). Di mana berdasarkan hasil perhitungan cepat sementara pemilihan, Andi Harun, sang petahana unggul telak dengan mengantongi 88,07 persen (291.288 suara).
“Seperti yang sudah saya prediksi sebelumnya, Andi Harun–Saefuddin Zuhri pasti unggul. Namun sejak awal, Andi Harun enggan bersantai meski melawan kotak kosong. Paslon ini bisa dibilang jor-joran selama masa kampanye. Di sisi lain saya melihat masyarakat Samarinda juga puas dengan kinerja Andi Harun sebelumnya. Jadi tidak salah kalau suara Andi Harun sangat tinggi,” ungkap Sonny.
Paslon yang mendominasi lain, ada di Pilbup Kutai Kartanegara (Kukar). Edi Damansyah-Rendi Solihin unggul dengan meraih 68,75 persen. Selisihnya jauh di atas dua pasangan kontestan lainnya. Menurut Sonny, sejak keputusan MK yang menyebut secara khusus Edi Damansyah boleh kembali mencalonkan diri, sorotan publik lebih besar kepada sosoknya.
“Ditambah sosok Rendi Solihin yang sangat kuat di wilayah pesisir. Belum lagi suara PDIP yang besar di Kukar berdasarkan hasil pileg lalu,” ucapnya.
Di Pilbup Paser pun, paslon Fahmi Fadli- Ikhwan Antasari unggul dengan 69,25 persen suara dibandingkan lawannya, Syarifah Masitah Assegaf-Denni Mappa. Kata Sonny, ini menunjukkan tetap kuatnya pengaruh PKB di Paser.
“Kalau di Paser ini saya melihat akibat kuatnya PKB di daerah ini. Karena kedua paslon ini statusnya sama-sama petahana. Sementara Fahmi yang bupati unggul karena faktor kuatnya PKB,” ucapnya.
POTENSI GUGATAN
Sementara itu drama pilkada terjadi di Berau. Persaingan sengit terjadi. Ketika head to head antara paslon petahana Sri Juniarsih–Gamalis dengan Madri Pani-Agus Wahyudi menghasilkan selisih suara yang tipis. Membuat keduanya saling mengklaim keunggulan perolehan suara sementara. Dari hasil quick count sementara H+1 pilkada, Sri-Gamalis unggul tipis dengan persentase 50,62 persen.
“Dengan regulasi yang telah diatur persentasenya, maka akan terjadi gugatan di Berau ini. Dengan kondisi yang ada pun, maka sangat rawan konflik. Jadi semua tahapan perhitungan suara harus benar-benar dikawal dan dijaga,” ucap Sonny.
Namun untuk kasus Pilbup Kutai Timur, potensi gugatan cenderung tidak terjadi. Meskipun selisih perolehan suara antara paslon peraih suara tertinggi dengan di bawahnya cenderung tipis.
Dengan Kasmidi Bulang-Lulu Kinsu head to head dengan Ardiansyah Sulaiman–Mahyunadi. Yang diketahui sama-sama merupakan petahana di periode sebelumnya.
“Meskipun ada potensi gugatan, namun tidak akan terjadi. Karena tidak seperti di Berau, masing-masing paslon yang ada di Kutim akan saling menerima kondisi perolehan suara mereka,” ungkap.
Di mana dalam konferensi persnya pada Kamis (28/11), Kasmidi Bulang pun legawa dan menerima kekalahannya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: