bontangpost.id – Seorang bapak bernama Fausi sedang memperhatikan burung perkutut peliharaannya di halaman rumah. Dia duduk sendirian di atas lencak menghadap ke selatan di Dusun Mandala Barat, Desa Sejati, Kecamatan Camplong, Sampang. Sementara istrinya, Subaidah, sedang menyusui buah hatinya di teras rumah.
Perempuan berusia 30 tahun itu baru melahirkan anak ketiga. Bayi berjenis kelamin perempuan itu lahir pada Selasa (23/1) lalu. Seperti biasa, bayi menangis setelah dilahirkan.
Hanya saja, Subaidah kepikiran karena putrinya tidak berhenti menangis sampai hendak dibawa pulang. Sebab, saat itu dia melahirkan di tempat praktik bidan desa. Ketika dicek, bidan menghitung jari tangan dan kaki bayi itu dan ternyata masing-masing ada enam.
”Anehnya, setelah itu anak saya tidak menangis lagi. Mungkin dia (bayi) menangis karena ingin ngasih tahu (kalau jarinya lain),” cerita Fausi kepada Jawa Pos Radar Madura (Jawa Pos Group).
Fausi dan Subaidah memberi nama putrinya Amira Hilyatun Nisak. Subaidah mengatakan, sejauh ini kesehatan Amira stabil. Dia rutin memberikan air susu ibu (ASI) kepada putrinya tersebut.
Ibu tiga anak itu tidak pernah mengalami hal-hal yang aneh selama mengandung Amira. Hanya, dia merasakan gerakan Amira lebih pasif dibandingkan kehamilan anak pertama dan kedua. Dia juga rutin datang ke pos pelayanan terpadu (posyandu) sejak masa kehamilan empat bulan.
”Kalau merasakan gerakan di dalam perut, saya sudah ada firasat kalau perempuan karena lebih pelan dibanding kakak-kakaknya,” tuturnya.
Subaidah tidak tahu penyebab jari tangan dan kaki putrinya tidak seperti bayi pada umumnya. Di lingkungan keluarga, tidak ada yang memiliki kelainan pada jari tangan atau kaki. Termasuk juga keluarga dari suaminya, Fausi.
Dia bercerita, pada saat usia kehamilan empat hingga lima bulan, Subaidah mengaku heran saat melihat kepiting. Menurutnya, jari-jari kepiting banyak. Dia melihat kepiting ketika bekerja di rumah makan di desanya.
”Tidak tahu kenapa, heran aja melihat kaki kepiting karena banyak,” ungkapnya.
Subaidah menyampaikan, pernah berembuk dengan keluarga besar terkait kondisi putrinya tersebut. Pihak keluarga sepakat untuk tidak memotong salah satu jari Amira. Sebab, kondisi jari tidak cacat dan berfungsi dengan normal.
”Kalau dipaksa operasi (dipotong), keluarga mengancam mau ngambil Amira,” papar Subaidah.
Amira memiliki dua kakak. Sulung bernama Arif Rahmatullah sudah duduk di bangku SMP. Sedangkan Adfan masih sekolah dasar (SD). Bidan Desa Sejati Yuliani mengungkapkan, sejauh ini pihaknya melihat kondisi bayi dalam keadaan sehat. Namun, dia menyarankan pihak keluarga untuk rajin konsultasi. Khawatir, terjadi perubahan pada kesehatan dalam tumbuh kembang bayi.
”Kalau kesehatan bayinya menurun, harus segera diperiksa. Yang jelas jangan malu untuk konsultasi dan datang ke posyandu,” sarannya.
Sementara itu, dokter spesialis anak RSUD dr Mohammad Zyn Sampang dr Sri Astuti Eviningrum belum mengetahui penyebab bayi tersebut mengalami kelainan kongenital atau bawaan. Sebab, harus ditelusuri faktor risiko dari ibu sejak saat kandungan. Misal, apakah ada penyakit atau ada faktor lain.
”Kalau kongenital itu genetik atau murni proses pembentukan saat dalam kandungan,” terangnya.
Pikiran Subaidah saat melihat kepiting, kata Astuti, tidak ada kaitannya dengan pembentukan organ tubuh dalam perut. ”Iya, tidak ada hubungan melihat kepiting atau tidak,” ujarnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post