TENTANG KHAIDIR
Nama: Muhammad Khaidir SHI
TTL: Samarinda, 13 Juni 1979
Istri: Palettei
Anak:
- M Zaydan F
- Alaric Akhdan A
- Athan Gibran B
Pendidikan:
- SDN No 19 Samarinda (1985-1991)
- SMP/MTs/Ponpes Babussalam Janeponto, Sulsel (1991-1994)
- SMA/Ponpes Darul Ilmi Banjarbaru, Kalsel (1994-1997)
- S1 Ponpes Al-Amin Madura, Jatim (1997-1998)
- S1 STAIN Samarinda (lulus 2005)
Riwayat kerja:
- Wartawan SKH Tribun Kaltim (2006-2013)
- Wartawan Tabloid Gugat/Kaltim Weekly
- Wartawan Radar Kaltim
- Wartawan Tabloid Properti REI Kaltim
- Wartawan dan Pendiri Buletin Kampus Cakrawala STAIN Samarinda
Organisasi:
- Wakil Sekretaris PW GP Ansor Kaltim (2010-sekarang)
- Sekjen PKC PMII Kaltim (2004-2005)
- Wakil Sekretaris PC PMII Samarinda (2000-2002)
- Ketua MPM STAIN Samarinda (2001-2002)
- Presiden BEM STAIN Samarinda (2000-2001)
- Humas Pengcab Olahraga Anggar Samarinda
- Anggota Muda PWI Kaltim
Alamat: Jalan Cipto Mangunkusmo Harapan Baru, Samarinda
Jadi Hakim dan Mediator, Sempat Digugat ke Pengadilan
Bagi Muhammad Khaidir, ada kesamaan antara profesinya sebagai wartawan dengan jabatannya sebagai komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Kaltim. Yaitu sama-sama mengawal keterbukaan informasi bagi masyarakat. Kesamaan inilah yang membawanya kini menjadi wakil ketua di lembaga independen tersebut.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Sebagai seorang wartawan, komisi informasi bukan nama asing bagi Khaidir. Dia beberapa kali meliput sengketa informasi yang ditangani KI Kaltim. Dari seringnya dia meliput itulah, Khaidir mengenal KI secara lebih dalam. Bagi dia kala itu, KI merupakan komisi yang berbeda bila dibandingkan komisi-komisi independen lainnya.
“Karena komisi ini berbicara tentang informasi. Seperti pekerjaan wartawan yang berhubungan dengan informasi,” kata Khaidir kepada Metro Samarinda (Kaltim Post Group).
Menurut dia, tugas yang dijalankan KI terbilang mulia. Karena menjalankan amanat undang-undang yaitu Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Makanya ketika ada seleksi penerimaan komisioner KI periode 2016-2020, Khaidir tertarik untuk mengikutinya. Apalagi dia mendapat dukungan dari salah seorang wartawan senior yang menjadi komisioner KI Kaltim pada periode sebelumnya.
“Kata beliau, wartawan sangat tepat untuk menjadi komisioner KI. Itu menambah semangat saya untuk mengikuti seleksi,” ungkapnya.
Dengan pengalaman yang didapat selama bergelut sebagai kuli tinta, Khaidir lolos dalam seleksi tersebut. Terhitung sejak Juni 2016, dia menjadi komisioner dengan jabatan Wakil Ketua KI Kaltim. Bersama dengan empat komisioner lainnya yaitu Imron Rosyadi, Sencihan, Balfas Syam, dan Lilik Rukitasari, Khaidir punya misi mengawal keterbukaan informasi di Banua Etam.
“Tugas pokok saya sebagai komisioner KI yaitu menangani dan menyelesaikan sengketa informasi bersama komisioner-komisioner lainnya. Sebagai wakil ketua, tugas saya banyak membantu ketua terkait kebijakan-kebijakan apapun yang berhubungan dengan KI,” beber Khaidir.
Dalam penyelesaian sengketa informasi, ayah tiga anak ini punya peran sebagai hakim maupun mediator dari pihak-pihak yang bersengketa. Sebagai hakim, tugasnya memutuskan apakah suatu informasi yang disengketakan tersebut bersifat terbuka atau tertutup. Sementara sebagai mediator, Khaidir menempatkan dirinya seindependen mungkin.
“Sebagai mediator saya mesti memikirkan bagaimana bisa menyelesaikan masalah tanpa memunculkan masalah lainnya. Hasil yang diharapkan yaitu masing-masing pihak mencapai kata sepakat atas keputusan KI,” terangnya.
Lebih lanjut Khaidir menjelaskan, ada beberapa penyebab yang memunculkan sengketa informasi. Di antaranya yaitu pemahaman instansi-instansi atau badan publik pemerintah terkait keterbukaan informasi yang masih kurang. Sehingga belum tahu bahwa suatu informasi yang diminta merupakan informasi yang bersifat terbuka untuk diketahui masyarakat.
“Tapi ada juga instansi atau organisasi perangkat daerah (OPD) yang sudah paham keterbukaan informasi, namun sengaja menyembunyikan dan menutupi informasi tersebut. Bila seperti itu tentu memunculkan pertanyaan kenapa informasi itu tidak boleh diketahui publik,” papar pria kelahiran Samarinda, 38 tahun lalu ini.
Sementara banyaknya kasus sengketa informasi yang terjadi menunjukkan masih banyak instansi publik yang meremehkan permintaan informasi dari masyarakat. Faktanya, 83 persen dari sengketa informasi yang masuk ke KI Kaltim dikarenakan permintaan informasi tidak mendapat respon. Entah karena surat permintan informasi yang tidak dibalas atau permintaan informasi tersebut tidak ditanggapi dengan baik.
“Namun begitu kami di KI tidak bisa menyebut suatu instansi bersalah karena tidak memberikan informasi. Kami mesti pelajari terlebih dulu kenapa informasi publik tidak disampaikan. Bisa saja pemohon informasi merupakan pihak yang tidak bertanggung jawab, tujuan yang tidak jelas, atau sikap yang kurang menyenangkan,” urainya.
Kurangnya pemahaman terhadap keterbukaan informasi ini menjadi perhatian serius Khaidir beserta para komisioner lainnya. Sosialisasi menjadi solusi agar keterbukaan informasi dapat semakin dipahami dan mengerti, baik oleh instansi-instansi publik maupun oleh masyarakat. Sayangnya, kondisi keuangan yang tengah defisit membuat penyelenggaraan sosialisasi ini terhambat.
“Dukanya di situ. Saat kami hendak melakukan sosialisasi namun tidak ada anggaran untuk melakukannya,” kata Khaidir.
Akan tetapi, ketiadaan anggaran bukan penghalang bagi Khaidir untuk bisa tetap melakukan sosialisasi. Menurutnya, keterbatasan justru menjadi cambuk bagi kreativitas untuk terus berkembang. Makanya walaupun minim anggaran, kegiatan KI masih terbilang banyak dan etos kerjanya tidak berkurang.
“Sosialisasi kami siasati dengan berbagai cara. Di antaranya dengan silaturahmi ke daerah-daerah, bertemu para pemuka agama dan masyarakat membahas pentingnya keterbukaan informasi,” sebut penggemar menu Coto Makassar ini.
Selain itu, Khaidir bersama komisioner lainnya melakukan kerja sama dengan berbagai pihak agar sosialisasi ini bisa tetap berjalan. Di antaranya bekerja sama dengan non-government organization (NGO) atau dengan pihak kampus. Juga kerja sama dengan organisasi masyarakat (ormas) dan organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP). Ujar dia, tidak ada larangan dalam menjalin kerja sama ini.
“Kami juga membuat kerja sama dengan badan diklat. Kami minta waktu maksimal satu jam untuk sosialisasi kepada para PNS yang tengah mengikuti pendidikan di badan diklat,” tambahnya.
Selain menjadi komisioner KI Kaltim, Khaidir juga masih aktif menjadi wartawan di surat kabar Balikpapan Pos. Meski bekerja di dua tempat berbeda, namun Khaidir mengaku mampu membagi waktu di antara keduanya. Sehingga pekerjaan di KI maupun sebagai wartawan tidak saling mengganggu. Malahan menurutnya dua pekerjaan ini saling mendukung satu sama lain.
“Sama-sama berhubungan dengan informasi. Bedanya wartawan berada di luar sistem, sementara KI berada di dalam sistem. Jam kerja sebagai wartawan tidak terbatas, sedangkan komisioner KI punya jam kerja yang teratur seperti lembaga pemerintah lainnya,” tutur Khaidir.
Sebagai komisioner, menjadi tanggung jawabnya terkait bagaimana bisa memberikan keputusan yang berkualitas atas suatu sengketa informasi yang dilaporkan ke KI. Dalam memberikan keputusan ini, Khaidir sempat digugat pemohon informasi yang merasa keberatan. Pasalnya KI memberikan keputusan sela yang menyatakan KI Kaltim tidak berwenang menyelesaikan sengketa tersebut.
“Karena pihak termohon informasi bukan instansi daerah, melainkan instansi pusat. Sehingga yang berwenang menanganinya KI pusat. Atas keputusan tersebut, kami sempat digugat ke Pengadilan Negeri Samarinda. Tapi pihak pengadilan justru menguatkan keputusan kami karena memang bukan wewenang KI Kaltim,” paparnya.
Bagi Khaidir sendiri, KI merupakan lembaga yang benar-benar bergerak untuk kepentingan negara. Sebagai pengawal undang-undang, peran KI adalah bagaimana masyarakat bisa mengakses informasi publik dengan seluas-luasnya. Adanya sengketa yang terjadi menandakan pemerintah belum paham tentang pentingnya keterbukaan informasi.
“Masih banyak badan publik yang menganggap keterbukaan informasi ini tidak penting. Di satu sisi, masih banyak kelemahan yang ada pada undang-undang keterbukaan informasi publik,” terang pria yang hobi menulis dan traveling ini.
Meski disibukkan dengan profesi wartawan dan komisioner KI, Khaidir mengaku masih terus mencari peluang-peluang baru ke depan. Khususnya yang bisa menjadikan dirinya lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Sebagaimana prinsip hidupnya yaitu never ending atau tak pernah berakhir, Khaidir berusaha terus berkarya tanpa berpikir untuk berhenti.
“Tapi saya tidak ambisius. Karena bagi saya, apa yang sudah saya capai saat ini merupakan anugerah dari Allah yang patut untuk disyukuri,” pungkas Khaidir. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post