Hidayah bisa datang kepada siapa saja dan kapan saja. Termasuk kepada wanita yang satu ini. Sri Dewi Maharani, wanita kelahiran Bengkulu, 26 September 1990 silam ini, memantapkan diri untuk memeluk agama Islam dan menjadi seorang mualaf.
DIRHAN, Samarinda
Di bawah teduhnya atap masjid, satu persatu di antara jemaah salat Jumat tampak meninggalkan ruangan Masjid Islamic Center Samarinda, Jumat (2/3) siang itu. Sebagian ada yang memilih tetap bertahan. Sebagian lagi tampak melanjutkan salat sunah.
Selintas diantara keramaian jamaah yang mulai lengang, suara seorang pengurus masjid tersiar dari beberapa speaker di masjid itu. Suara dengan nada datar namun lembut itu, meminta agar jemaah tetap bertahan untuk menjadi saksi adanya hamba Allah yang akan menjadi seorang mualaf.
Sejalan dengan itu, tepat dari arah kiblat atau mimbar masjid, tampak seorang wanita berjalan keluar dengan wajah tertunduk. Dalam balutan mukena putih, wanita berkacamata itu lalu menghampiri seorang imam masjid yang telah duduk menunggunya.
Duduk saling berhadapan dibatasi sebuah meja, imam masjid itu lalu meminta wanita berkulit sawo matang dengan tinggi semampai itu untuk mengikuti kata-katanya. Diawali dengan ucapan bismillah, bersambut dengan ucapan dua kalimat syahadat, wanita itu tampak seakan telah terbiasa mengucapkannya.
Beberapa waktu kemudian, diantara kehilangan waktu, lantunan suara amin dan takbir bergema dari para jemaah. Suara itu sekaligus menjadi tanda, bahwa Sri Dewi Maharani telah resmi menjadi seorang muslimah dan memeluk agama Islam.
Perempuan berusia 28 tahun itu, berbagi cerita kepada media ini, langkahnya berhijrah menjadi seorang muslimah bukanlah perkara mudah. Kata dia, meyakinkan keluarga besar, terutama kedua orang tuanya adalah tantangan terbesar yang harus dia lalui saat itu.
Apalagi, kedua orang tua yang telah melahirkannya merupakan pemeluk agama Hindu yang taat. Namun tekat dan panggilan nurani yang begitu kuat menjadi alasan Mahrani untuk mengokohkan keyakinan, bahwa pilihannya memeluk agama Islam datang dari suara hati yang harus diperjuangkan.
“Sebenarnya, bukan perkara mudah bagi saya saat memutuskan melepaskan agama yang sebelumnya (Hindu). Sempat orang tua gimana gitu (menolak),” kata wanita yang bermukim di Jalan Padat Karya, Sempaja, Kota Samarinda itu.
Maharani mengaku, walau sempat mendapatkan penolakan, namun hal itu tidak membuatnya patah arang. Berbekal keyakinan dan tekad yang kuat menjadi mualaf, ia tetap melangkah dan meyakinkan kepada kedua orang tuanya, bahwa pilihannya adalah pilihan yang terbaik.
Ibarat kata, setiap usaha tidak akan menghianati hasilnya. Setelah berulang kali meyakinkan, perjuangan wanita berparas ayu ini pun akhirnya berbuah restu dari keluarga besarnya. Terutama dari kedua orang tua yang telah melahirkannya.
“Atas keyakinan dan keinginan saya, kata orang tua terserah. Kalau memang itu sudah jadi pilihan terbaik buat kamu, silahkan,” ucap Maharani mengulang restu kedua orang tuanya.
Ia bercerita, perkenalan pertamanya terhadap Islam berawal dari tahun 2012 lalu saat pertama kali menginjakan kaki di salah kampus di Kota Tepian. Kala itu, teman-teman satu bangku kuliah yang kebanyakan pemeluk Islam, banyak menceritakan tentang ajaran-ajaran yang ada di Islam.
Ketertarikan Maharani semakin dalam setelah dia sering mendengar bacaan Alquran dari beberapa teman sejawat yang tinggal satu rumah kos-kosan dengannya. Hingga di awal Maret 2018, Maharani kemudian memutuskan menjadi seorang mualaf.
“Setiap saya mendengarkan alunan syair-syair Islam dan bacaan Alquran, kok hati saya selalu sejuk dan damai. Keinginan saya masuk Islam sudah lama. Itu tumbuh dari hati. Cuman baru terlaksana sekarang. Dengan saya jadi mualaf, saya pengen lebih dalam lagi mempelajari apa itu Islam,” pungkasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: