Bermodalkan tempat seadanya, pasangan suami-istri warga Jalan Bukit Batubara, Swarga Bara Sangatta Utara ini menggeluti budidaya jamur tiram. Hal ini dilakukan karena sulitnya mencari jamur di Sangatta.
—-LELA RATU SIMI, Sangatta—
Pemilik usaha bernama Muhammad Dika Narbudi (30) bersama sang istri, Aprilia Ratnaningsih (23) ini mengaku, memanfaatkan ruangan bawah rumah, yang dianggap seadanya untuk disulap menjadi tempat usaha bernilai profit. Menurutnya, dengan usaha jamur dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga.
Muhammad Dika mengatakan, awal mula ia merintis karirnya berdasarkan hobi yang digemari. Berwirausaha dirasa lebih memuaskan saat dapat memberi peluang kerja untuk orang lain.
“Awalnya kami hanya jualan olahan seperti curos, dapat saran dari kakak, untuk menjual makanan saja seperti sate jamur dan jamur krispi, tapi dipasarkan melalui sosial media. Kemudian, sempat kami mendapat pesanan sebanyak 30 porsi, yang terpaksa harus kami batalkan setelah sulitnya mencari bahan baku di seluruh pasar Sangatta,” ujarnya saat ditemui di kafe miliknya, Minggu (22/7).
Dia menceritakan susah senangnya menjalani usaha seperti ini. Menurutnya untuk mengembang budidaya jamur tidaklah mudah, juga tidak begitu susah. Membutuhkan perhatian dan ketekunan yang intensif untuk menghasilkan produk berkualitas.
“Kami biasanya panen sekira tiga kilogram setiap harinya. Bahkan pernah lima kilo untuk ukuran terbanyak. Namun saat gagal panen, sedikit sekali hasilnya, tidak sampai sekilo. Tapi dari hal itu kami belajar semakin giat lagi untuk mengembangkan produksi lebih baik,” tuturnya.
Tidak hanya ruangan yang minim, ia masih merasa sulit mengatur suhu dan kelembapan tempat produksi. Selain itu, sulitnya mencari pembuat baglog atau bibit penjamuran menjadi salah satu keluhan pengusaha muda ini.
“Di sini susah memesan baglog. Standarnya untuk pembudidaya minimal memiliki 1000 baglog, tapi kami hanya punya 300 saja. Itupun harus pesan di Bontang. Padahal dalam satu baglog, bisa menghasilkan setengah kilogram, kalau berhasil. Kalau punya banyak kan enak,” tandasnya.
Dia berharap dapat memiliki tempat yang lebih luas. Agar dapat menambah baglog dan meningkatkan produksi. Selain itu, dapat mendistribusikan dengan skala lebih besar.
“Jamur kami bisa tahan sampai empat hari. Kami menjual perbungkus saja, supaya semua bisa dapat. Kalau perkilo kasian warga lain yang butuh tidak kebagian. Walaupun perkilo sebenarnya hanya Rp 40 ribu,” ungkapnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post