Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Andi Arief telah resmi dipolisikan akibat cuitannya soal 7 kontainer surat suara sudah tercoblos. Pelapor adalah Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar Hadjar menilai Andi tidak bisa dijerat dengan pasal penyebaran hoax. Namun, berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Fickar menjelaskan bahwa hoax terbagi dalam beberapa model. Pertama yang merugikan konsumen, kemudian hoax yang disebarkan berdasarkan SARA untuk memicu kekacauan dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam Undang-undang ITE.
“Ketiga menyebarkan berita hoax yang sudah diketahui kebohongannya,” kata Fickar saat dihubungi JawaPos.com, Jumat (4/1).
Selanjutnya, kata Fickar, ada hoax yang masuk pada kategori penyebaran beritanya tidak lengkap yang menimbulkan kekacauan masyarakat, yang termuat dalam pasal 14 dan 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946. “Terkahir hoax untuk kepentingan dan kerugian perorangan atau sering disebut penipuan sesuai pasal 378 KUHP,” jelas dia.
Menurut Fickar, dari 5 kategori hoax yang termuat dalam Undang-undang tidak satupun yang memenuhi kriteria dengan cuitan Andi Arief. Sehingga tidak bisa jika proses hukum dilakukan dengan pasal penyebaran berita bohong.
“Informasi yang disebar Andi Arief tidak menenuhi ketentuan-ketentuan tersebut, sehingga sulit untuk dijerat dengan ketentuan di atas,” ucapnya.
Hanya saja, menurut Fickar jika dijerat dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, proses hukum Andi bisa diteruskan. Delik yang dikaitkan yaitu perbuatan yang menggangu tahapan Pemilu.
“Tetapi mungkin dapat dijerat dengan Undang-undang Pemilu yang dapat dikatagorikan sebagai perbuatan yang mengganggu ketertiban tahapan Pemilu,” pungkasnya. (jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: