bontangpost.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seolah tidak pernah lepas dari kontroversi. Kali ini, lembaga wakil rakyat itu disorot karena anggaran sebesar Rp 48,7 miliar yang diperuntukkan mengganti gorden di rumah jabatan anggota Dewan.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, anggaran Rp 48,7 miliar itu disiapkan untuk mengganti gorden di 505 unit rumah jabatan anggota Dewan, setiap rumah akan mendapatkan satu set gorden senilai Rp 90 juta jika dihitung dengan pajak. “Anggaran ini hanya bisa dialokasikan untuk 505 unit rumah, hanya untuk 505 unit rumah, itu per rumahnya rata-rata sekitar Rp 80 juta sekian, dengan pajak Rp 90 jutaan per rumah,” kata Indra.
Indra menjelaskan, setiap rumah akan mendapat 11 macam gorden yang akan dipasang di jendela ruang tamu, pintu jendela ruang keluarga, jendela ruang kerja, ruang tidur utama, jendela dapur, dan jendela void tangga di lantai satu. Kemudian, di lantai dua, gorden akan dipasang di jendela tiga ruang tidur anak, jendela void ruang keluarga, dan jendela ruang tidur asisten rumah tangga. Dikutip dari laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) DPR, pagu anggaran yang disiapkan untuk pengadaan ini sebesar sebesar Rp 48.745.624.000 dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp 45.767.446.332.
Indra tidak menjelaskan detail saat ditanya soal luas gorden yang akan dipasang di setiap rumah serta spesifikasinya. Namun, Indra menegaskan, gorden yang akan dibeli wajib produksi dalam negeri.
Adapun lelang saat ini masih berlangsung hingga 31 Maret 2022. Indra mengeklaim, pengadaan gorden di rumah jabatan anggota Dewan terakhir dilakukan pada 2009, artinya sudah 13 tahun gorden di sana tak diganti hingga kondisinya sudah tidak layak pakai. Karena kondisinya sudah tidak layak, sebagian anggota Dewan pun memilih untuk mencopot dan membuang gorden di rumah jabatan mereka. “Sebagian besar (rumah) itu gordennya tidak ada, sebagian itu hilang dan dibuang karena memang sudah lapuk dan sangat tidak memadai. Saya enggak tega menyampaikan itu, sudah 13 tahun itu sudah seperti kain pel sebenarnya,” ujar Indra.
Ia mengatakan, tidak sedikit anggota Dewan yang meminta ada penggantian gorden karena suasana dalam rumah dapat terlihat dari luar akibat tak ada gorden. “Sebagian anggota ada yang membeli secara pribadi dan itu memang sangat tidak layak untuk gorden sebuah rumah yang bisa menutup pandangan dari luar ” kata Indra.
Selain gorden, DPR juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp 11 miliar untuk pelapisan aspal di Kompleks Parlemen dan Rp 3,03 miliar untuk pengadaan AC di rumah jabatan anggota Dewan. Indra menjelaskan, pengadaan aspal berkaitan dengan penyelenggaraan pertemuan parlemen negara G20 atau P20 agar suasana di Kompleks Parlemen tampak lebih rapi. Indra menyebutkan, banyak bidang jalan yang harus diaspal karena cukup banyak yang sudah tergerus, berlubang, serta tergenang air saat hujan.
Luas bidang yang akan diaspal sebesar 85.300 meter persegi dengan penggunaan aspal sebanyak 7.100 ton. “Pada awal Oktober itu akan hadir sekitar 40 ketua parlemen dunia hadir di sini, untuk mempersiapkan ke sana, tentu kami akan merapikan semua tampilan-tampilan DPR mulai dari pintu gerbang, taman, dan semua jalan-jalan,” kata Indra. Sementara, rencana pengadaan AC disebut sudah diusulkan sejak lama tapi baru dapat dipenuhi pada tahun 2022. Indra menyebutkan, sebagian besar AC di ruang keluarga rumah jabatan anggota Dewan sudah tidak berfungsi dengan baik. “Karena umurnya sebenarnya sudah lebih dari 8 tahun rata-rata,” ujar Indra.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang menilai, pengadaan gorden senilai Rp 90 juta per rumah sulit dijelaskan urgensinya. Salah satu alasannya, kondisi perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya pulih semestinya menjadi pertimbangan DPR dalam menyusun kebutuhan anggaran. “Pengetahuan terkait kebutuhan mendasar anggaran negara mestinya tercermin dalam kebijakan internal DPR agar mereka tak justru mengubah nafsu bermewah-mewah dan narsis,” kata Lucius.
Lucius berpendapat, kasus pengadaan gorden ini menunjukkan DPR seolah tak kehilangan nafsu untuk mendandani diri dengan fasilitas-fasilitas mahal yang pada akhirnya akan membuat buruk citra DPR. “Ini tak bisa tidak memperlihatkan wajah parlemen yang miskin kepedulian, cuek dengan kondisi rakyat, jauh dari rakyat, tak punya sensitivitas, dan lain-lain,” ujar dia.
Lucius pun berpandangan, dengan gorden yang dibuat di dalam negeri, semestinya anggaran dapat ditekan sedemikian rupa agar tak menyedot terlalu banyak dana APBN. Ia juga menilai pengadaan ini tak ada urgensinya karena menurut dia banyak rumah jabatan anggota Dewan yang tak dihuni. “(Anggota) DPR perlu bersuara terkait proyek ini. Jangan sampai citra DPR menjadi terpuruk oleh kebijakan yang bahkan tak akan dinikmati oleh anggota DPR tetapi oleh mereka yang terlibat merancang proyek saja,” kata Lucius.
Lucius juga mendorong pihak Sekretariat Jenderal untuk memberi penjelasan detail mengenai bahan serta ukuran gorden yang akan dibelanjakan serta perusahaan yang akan menyediakan pengadaan gorden untuk menjawab kecurigaan publik. “Jangan kasih ke publik informasi yang serba umum, karena hanya akan menguatkan dugaan permainan di balik proyek yang dikerjakan,” kata dia. (kompas)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post