SAMARINDA – Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018 tinggal menghitung hari. Potensi selanggaran menjelang pemungutan suara 27 Juni mendatang semakin meningkat. Setiap tim sukses (timses) dan pasangan calon (paslon) ditengarai bakal melanggar rambu-rambu yang telah ditetapkan. Belajar dari pemilu sebelumnya, kerap kali politik uang terjadi beberapa hari sebelum pemilihan.
Atas dasar itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim merekrut ribuan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pengawas tersebut memiliki tugas untuk membantu tugas-tugas pengawasan di tingkat TPS.
Ketua Bawaslu Kaltim, Saipul mengaku, pengawas di luar Panitia Pengawas Lapangan (PPL) tersebut tersebar di setiap TPS. Diharapkan keberadaan pengawas TPS dapat membantu PPL dan Panitia Pengawas Kecamatan (PPK).
“Jumlah mereka sebanyak jumlah TPS di Kaltim. Kalau tidak salah lebih dari tujuh ribu. Tugasnya mengawasi TPS di wilayahnya masing-masing. Kemudian memastikan persiapan di TPS dan pemenuhan logistik agar sesuai dengan ketentuan,” ungkapnya, Senin (11/6) kemarin.
Dijelaskan Saipul, personel pengawas tersebut bertugas selama 30 hari. Sebanyak 23 hari dibebankan tugas pengawasan sebelum pilgub. Kemudian akan dibubarkan Bawaslu Kaltim tujuh hari setelah pemilihan usai. “Tugas mereka memang hanya 30 hari saja. Terbatas sesuai dengan fungsinya. Kemudian setelah waktu itu habis, kami akan membubarkannya,” sebut dia.
Sementara fungsi lainnya, pasukan pengawas akan mengawasi munculnya pelanggaran seperti politik uang, pemasangan bahan kampanye yang melanggar aturan, dan mengawasi seluruh gerak-gerik timses dan paslon di wilayah kerjanya masing-masing. “Tentu saja tugasnya sama dengan pengawas pemilu. Karena mereka bagian dari pengawas pemilu yang bersedia mengawasi pemilu di TPS,” tambah Saipul.
Tugas pasukan pengawas juga melaporkan adanya praktik politik uang. Terkait kemungkinan munculnya politik uang menjelang pemilihan, Saipul membenarkan bila tingkat kerawanan politik uang akan semakin tinggi mendekati hari pemilihan. Karena itu pula, pihaknya menginisiasi pembentukan pasukan pengawas di tingkat TPS tersebut.
“Silakan saja paslon berinfak, sedekah, zakat mal, dan fitrah. Tetapi dilarang mengatasnamakan paslon atau mengarahkan agar pemilih memilih paslon tertentu. Kalau itu dilakukan, maka masuk pidana pemilu,” jelas Saipul.
Demikian pula jika paslon dan timses memberikan barang kemudian diimbangi dengan ajakan untuk memilih paslon. Cara tersebut dapat dikategorikan politik uang. “Tetapi jika itu murni infak, sedekah, zakat mal, dan fitrah, itu tidak masalah. Malah dianjurkan untuk dilaksanakan,” ujarnya.
Lantas pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dari timses dan paslon melibatkan ajakan untuk memilih juga masuk dalam kategori politik uang. Pelanggaran pemilu tersebut dapat dikategorikan pidana. “Kalau terstruktur, sistematis, dan masif, paslonnya bisa didiskualifikasi. Tapi kalau tidak memenuhi unsur itu, maka masuk kategori pidana,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: