Dana Kemiskinan Rp 500 Triliun Disebut Habis untuk Studi Banding dan Rapat di Hotel

Ilustrasi kemiskinan

bontangpost.id – Pemerintah telah mengalolasikan dana yang sangat besar untuk mengentarkan kemiskinan di Indonesia. Namun ternyata penggunaan sebagian dana tersebut tak tepat sasaran. Bahkan kadang hanya dihabiskan untuk urusan rapat saja.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas bahkan tampak kesal mengetahui hal ini. Ia menyebutkan bahwa anggaran penanganan kemiskinan mencapai Rp 500 triliun tetapi jumlah orang miskin hanya berkurang sedikit.

“Programnya kemiskinan tapi terserap di studi banding kemiskinan, banyak rapat-rapat tentang kemiskinan, ini saya ulangi lagi menirukan Bapak Presiden dan banyak untuk program-program yang terkait studi-studi dan dokumentasi tentang kemiskinan sehingga dampaknya kurang,” kata Anas dalam acara sosialisasi tentang Jabatan Fungsional di Jakarta, seperti dikutip Senin (30/1/2023).

Pernyataan ini pun telah menjadi sorotan banyak masyarakat. Melalui siaran pers, dia kemudian memberikan klarifikasi ihwal korelasi antara anggaran kemiskinan sebesar Rp 500 triliun dengan kegiatan yang hanya terkait rapat-rapat di hotel dan studi banding tanpa ada kebijakan yang jelas. Menurutnya, pernyataan ini harus dimaknai sebagai kritikan agar program kemiskinan betul-betul mampu menurunkan tingkat kemiskinan pada 2024 menjadi 7 persen sesuai ketetapan Presiden Joko Widodo.

“Ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan kurang-lebih Rp 500 triliun habis untuk studi banding dan rapat. Arahan Bapak Presiden jelas, yaitu anggaran yang ada harus dibelanjakan dengan tepat sasaran untuk program yang berdampak langsung ke warga,” ujarnya.

Oleh sebab itu, kemampuan kementerian dan lembaga atau pemerintah di daerah dalam mengentaskan kemiskinan dimasukkan ke dalam komponen penilaian Reformasi Birokrasi (RB) Tematik. Jika angka kemiskinan tidak turun maka aparatur sipil negara di dalamnya juga tidak akan mendapatkan peningkatan tunjangan kinerja atau indeks penilaian yang baik.

“Maka tata kelolanya ini lah yang kita pelototin bukan bantuannya. Perbaikan proses binsisnya, perbaikan datanya bagaimana, perbaikan regulasinya bagaimana, kebijakannya bagaimana, formulasi program bagaimana, kegiatannya bagiamana, sehingga lebih tepat sasaran dengan penyediaan dukungan teknologi,” tutur Anas.

Mengenai anggaran Rp 500 triliun yang habis cuma-cuma untuk program rapat dan seminar kemiskinan itu juga pernah dia ungkapkan saat ditemui CNBC Indonesia di kantornya, Jakarta, pada Rabu (28/12/2022). Kala itu, ia mengatakan, program penanganan kemiskinan selama ini yang sudah menghabiskan anggaran Rp 500 triliun, hanya berhasil menurunkan tingkat kemiskinan 0,6 persen.

“Bapak Presiden kan punya prioritas, salah satunya penurunan angka kemiskinan. Tapi ini anggaran hampir Rp 500 triliunan, kemarin kemiskinan yang ditargetkan Bapak Presiden ini masih mampu menurunkan hanya 0,6%,” kata Anas saat ditemui di kantornya kala itu.

Jika ditelusuri berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) penurunan jumlah penduduk miskin yang disampaikan Anas ini pada periode Maret 2022. Pada bulan itu, jumlah penduduk miskin yang terdata sebanyak 26,16 juta orang atau setara 9,54 persen dari total penduduk, dan porsinya turun 0,6 persen poin dari posisi Maret 2021.

Namun, per September 2022, Anas mengingatkan, BPS juga sudah mencatat angka tingkat kemiskinan di Indonesia sebesar 9,57 persen, menurun dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 sebesar 9,71 persen. Namun, bila dibandingkan dengan posisi Maret 2022 yang sebesar 9,54 persen, tingkat kemiskinan September itu naik 0,03 persen.

Dari sisi jumlah, penduduk miskin di Indonesia menurut data BPS mencapai 26,36 juta orang per September 2022. Angka ini naik naik sebesar 200 ribu orang dari posisi Maret 2022.

Kenaikan tingkat kemiskinan selama periode Maret hingga September 2022 disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebagai catatan, BBM dan beras merupakan komoditas yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan. Penduduk miskin memang tidak memiliki kendaraan. Tetapi kenaikan harga BBM memicu kenaikan harga pangan.

“Jadi sekali lagi penyesuaian harga BBM itu berdampak pada harga-harga yang harus dibayar oleh kelompok penduduk miskin dan ini berpengaruh pada daya beli penduduk miskin,” ujar Kepala BPS Margo Yuwono beberapa waktu lalu.

BPS mencatat peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) memberikan kontribusi terhadap total garis kemiskinan sebesar Rp 397.125 (74,15%), sedangkan kontribusi Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) hanya sebesar Rp 138.422 (25,85%).

Komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan September 2022 baik di perkotaan maupun di pedesaan, pada umumnya hampir sama. Beras masih memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 18,98 persen di perkotaan dan 22,96 persen di pedesaan.

Nilai garis kemiskinan (GK) sendiri pada September 2022 naik sebesar 5,95 persen dibandingkan Maret 2022, dari semula Rp 505.469 menjadi sebesar Rp 535.547 per kapita per bulan. Ini adalah kenaikan tertinggi dalam 9 tahun terakhir karena garis kemiskinan tertinggi terakhir pada September 2013 sebesar 6,84 persen.

“Ini merupakan peningkatan tertinggi dalam 9 tahun terakhir tepatnya sejak September 2013. Saat itu GK naik 6,84 persen pasca kenaikan harga BBM,” ungkap Margo.

Namun, patut diketahui, Garis Kemiskinan (GK) merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. (cnbc)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version