DINAS Ketahanan Pangan dan Holtikultura (DKPH) juga mempersiapkan diri untuk menghadapi datangnya musim kemarau. Salah satunya membuat embung desa di semua kecamatan di Kutim. DKPH merencanakan, pembangunan embung mulai dilaksanakan pada tahun 2017 ini. Tahap awal, akan menyasar delapan kecamatan. Diantaranya, Kecamatan Sangkulirang, Kecamatan Teluk Pandan, Kecamatan Rantau Pulung, dan Kecamatan Kaliorang.
Hanya saja, niat baik tersebut terancam gagal. Lantaran Kutim saat ini dilanda defisit anggaran. Meskipun begitu, DKPH tidak berputus asa. Pihaknya optimis bisa membuat embung dengan merangkul beberapa perusahaan di daerah masing-masing. Ditambah dengan bantuan dana desa serta kekuatan masyarakat setempat.
“Kami sempat janjikan buat embung. Warga juga sudah menagih janji tersebut. Tetapi karena defisit maka kami berikan penjelasan lagi. Langkah yang akan dilakukan ialah menggandeng perusahaan dan masyarakat setempat,” ujar Kepala DKPH, Hormansyah.
Wajibnya embung air karena keberadaannya saat ini sangat dibutuhkan masyarakat. Salah satunya untuk menopang penguatan dan kemandirian ketahanan pangan masyarakat desa. Pasalnya, sumber air seperti sumur, sungai, dan danau masih kurang di saat kemarau panjang melanda seperti tahun 2015 lalu.
Terlebih embung ini tidak hanya digunakan untuk keperluan pertanian semata, tetapi juga demi kepentingan rumah tangga. Baik minum, mencuci, mandi, dan lainnya. Sehingga tanpa APBD, embung air harus dibangun di beberapa kecamatan. Higga memenuhi semua desa dan minimal setiap kecamatan memiliki embung air.
“Sebab waduk dan sungai yang selama ini sebagai sumber air masyarakat, kondisinya rusak dan kurang baik untuk digunakan sebagai bahan baku konsumsi air bersih masyarakat serta pengairan pertanian. Karena itu kami ingin bangun embung, untuk mengatasi kekurangan air,” katanya.
Disinggung masalah anggaran, pembangunan satu embung nilainya beragam. Ada yang menghabiskan anggaran Rp 400 juta hingga Rp 600 juta. Tergantung kondisinya di lapangan. Namun total anggaran keseluruhan untuk membangun embung-embung di delapan kecamatan tesebut berkisar Rp 8 miliar. “Mudahan saja semua kecamatan hingga desa memiliki embung air. Ini merupakan solusi menghadapi kemarau mendatang,” katanya.
Sementara itu, Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kutim juga berpandangan hal yang sama. Ada beberapa upaya untuk menghadapi musim kemarau. Diantaranya membuat embung air, sumur bor, pompanisasi, serta irigasi.
Trobosan ini wajib direalisasikan. Pasalnya, jika berkaca dari pengalaman sebelumnya, akibat kurangnya persiapan pertanian beberapa kecamatan penghasil holtikultura dan palawija gagal panen. Sedikitnya 1.085 hektar sawah petani yang gagal panen pada 2015 lalu. Sedangkan 973 hektar mengalami kekeringan. Kecamatan tersebut diantaranya ialah Kecamatan Rantau Pulung, Teluk Pandan, Kaliorang, Kaubun,dan Karangan.
“Jadi memang diperlukan sumber air yang baik untuk pertanian. Petani juga wajib jeli memilih komoditi tepat pada saat kemarau. Jangan sampai gagal karena tidak tepatnya komoditi yang ditanam,” kata Kaditanak Kutim, Mardjoni.
Meskipun beberapa kecamatan sempat mengalami gagal panen, namun ada pula kecamatan lainnya yang sempat berhasil memanen hasil sawah dan ladangnya. Seperti Kecamatan Sangatta Selatan, Bengalon, Sangkulirang, Sandaran, Kongbeng, Telen, Longmasangat, dan Muara Bengkal. Delapan kecamatan ini relatif aman dari serangan kemarau. Karena pada saat itu, sudah terlebih dahulu bercocok tanam sebelum datangnya kemarau. Ditambah mayoritas desa memiliki ketersediaan air yang melimpah dan ditopang oleh bendungan. “Mudahan saja, kemarau mendatang tidak berdampak besar bagi pertanian di Kutim,” harapnya. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: