BONTANG – Undang-undang (UU) Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendesak untuk direvisi. Pasalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Taman banyak mengandalkan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas). Sementara, DBH yang diterima sangat minim.
Ketua Komisi II DPRD Bontang, Ubayya Bengawan mengatakan, saat ini revisi UU 33/2004 sedang berlangsung. Bontang berharap dapat jatah pembagian lebih meskipun sebagai daerah pengolah.
“Kami meminta paling tidak daerah pengolah seperti Bontang dan Balikpapan mendapat jatah 2-5 persen,” jelas Ubayya, Selasa (17/1) kemarin.
Permintaan tersebut, lanjut politisi Demokrat itu, mengingat Bontang memiliki risiko tinggi. Karena, ketika ada bencana, yang terkena dampaknya seluruh masyarakat.
Dia menyebut, dalam UU 33/2004, pembagian keuangan lebih berat ke pusat. Di mana, 70 persen untuk pusat dan 30 persen untuk daerah. Sementara dari 30 persen itu dibagi lagi untuk Pmprov Kaltim sebanyak 12 persen, serta sisanya untuk kabupaten/kota di Kaltim. Sehingga masing-masing kabupaten/kota mendapat 1 persen lebih.
Untuk daerah penghasil seperti Kutai Kartanegara (Kukar), mendapat jatah 6 persen dari sisa pembagian.
“Bontang sudah lama mengusulkan, sebagai daerah pengolah mendapat jatah 2-5 persen. Kalau itu bisa, kami bisa mendapat tambahan pendapatan,” ujarnya.
Sejak dulu, lanjut Ubayya, Bontang sudah mengusulkan. Tetapi, karena saat ini momen revisi, maka baru mengusulkan kembali pada Desember 2016 lalu.
“Mudah-mudahan perjuangan ini berhasil, karena ini menjadi komitmen bersama antara pemerintah dan DPRD,” ungkap dia.
Sebelumnya, Bontang juga sudah mengajak Balikpapan untuk memperjuangkan hal ini. Dengan harapan Balikpapan bergerak juga, sehingga peluang disetujui permintaan revisi tersebut lebih besar.
Namun demikian, Ubayya optimistis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyetujui, mengingat saat penyerahan usulan itu kepada ketua Revisi UU, Putut Hari Satyaka yang juga sebagai Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu, mendapat respon positif saat menerimanya.
BELAJAR DARI BALIKPAPAN
Insiden yang terjadi di kilang Refinery Unit (RU) V Balikpapan pekan lalu menjadi gambaran masyarakat yang tinggal di daerah pengolah migas menanggung risiko tinggi. Makanya, tak berlebihan apabila daerah menuntut revisi peraturan DBH yang lebih proporsional.
Saat kejadian di Balikpapan, warga yang tinggal di sekitar kilang panik. Pasalnya, api yang dikeluarkan flare stack sangat besar. Ditambah pula suara gemuruh hingga radius 3 kilometer.
Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni mengatakan, selama ini daerah pengolah memang terzalimi. Ketika ada penurunan harga migas, maka dampaknya akan sangat terasa bagi keuangan daerah. Sebaliknya jika ada kenaikan, daerah tidak menerima hasil signifikan.
“Makanya permintaan ini saya sampaikan langsung ke pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Termasuk soal kondisi keuangan daerah saat ini,” kata Neni.
Perjuangan untuk memberikan porsi lebih besar kepada daerah pengolah juga sudah disampaikan Neni melalui Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). Tak hanya itu, Neni juga mengatakan akan gencar menyuarakan hal tersebut melalui Forum Daerah Pengolah Minyak dan Gas.
“Dulu forum ini gencar menyuarakan hal ini, waktu jaman Pak Sofyan jadi Wali Kota. Setelah itu hilang. Data mengenai alasan daerah pengolah harus mendapat lebih masih dikaji untuk diperbaharui, karena data di forum itu, masih data yang lama,” tuturnya.
Dukungan juga disampaikan ketua Fraksi Nasdem DPRD Bontang Bakhtiar Wakkang. Dia mengatakan, kejadian di Balikpapan harusnya membuka mata pemerintah pusat. Keberadaan kilang di suatu wilayah memiliki risiko tinggi.
“Ini bisa menjadi salah satu alasan pemerintah daerah menuntut dana bagi hasil diperbesar. Selama ini pembagiannya tidak adil,” ujar Bakhtiar.
Dia menyarankan, seluruh daerah pengolah migas untuk bersatu. Mulai dari level wali kota, bupati, gubernur, dan legislatif. “Harus dituntut porsi yang lebih besar,” ungkapnya.
Diketahui, di Bontang terdapat Badak LNG yang mengelola gas. Di samping itu, Pertamina juga mewacanakan membangun kilang. Sejauh ini, Bontang tidak mendapat bagi hasil gas yang lebih besar daripada daerah-daerah yang bukan penghasil maupun pengolah migas. (mga/hd)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: