ASOSIASI Rumput Laut Indonesia (ARLI) memperkirakan ekspor rumput laut pada 2016 mengalami penurunan sekitar 30% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tercatat sepanjang 2015 ekspor komoditas tersebut mencapai US$205,4 juta.
Ketua Umum ARLI Safari Azis dalam diskusi Pengembangan Hulu-Hilir Komoditas Rumput Laut Nasional mengatakan penurunan ekspor rumput laut dipicu beberapa hal, dari pelemahan ekonomi global hingga soal kebijakan produk organik Amerika Serikat (AS).
“Pada 2016 turun kurang lebih 30%. Ada isu bahwa AS akan mengeluarkan produk olahan rumput laut dari daftar produk-produk organik, itu yang membuat ekspor lesu pada 2016,” kata Safari di Jakarta, Selasa (10/1).
Berdasarkan data statistik dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, total produksi rumput laut dalam negeri mencapai US$1,12 juta pada 2015. Dari jumlah total produksi tersebut, sebanyak 21% atau 236,9 ribu ton diekspor ke berbagai negara, dengan komposisi sebanyak 97% berupa bahan baku dan sisanya berupa produk olahan.
Dengan komposisi ekspor tersebut, sektor hulu rumput laut menyumbang devisa sekitar US$160,4 juta, sementara dari sektor hilir sebesar US$45,0 juta atau sebesar 22% dari total ekspor komoditas tersebut.
Menurut Safari, jika pemerintah berkeinginan untuk mendorong sektor industri berkembang dan mendapatkan nilai tambah, perlu ada persiapan yang matang. Persiapan tersebut khususnya untuk daya saing dan akses pasar yang mayoritas berada di luar negeri.
Menurut peneliti dari Universitas Diponegoro, Widodo Ma’ruf, perlu ada harmonisasi dalam pembuatan kebijakan untuk menghindari kepentingan sektoral, khususnya dalam upaya pengembangan usaha hulu-hilir rumput laut dalam negeri. “Jangan cuma soal budi daya, dan jangan hanya soal hilir. Harus harmonis di antara keduanya,” kata Widodo.(net)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: