Suara Tedi Mokodompit menjadi yang terakhir terdengar di dalam lubang tambang maut itu. Dia adalah korban ke-27 yang berhasil dikeluarkan dari reruntuhan. Namun, sesaat setelah keluar, nyawanya malah tidak tertolong.
AHMAD DIDIN KHOIRUDDIN, Bolaang Mongondow
UPAYA evakuasi Tedi berlangsung cukup dramatis. Betapa tidak, saat ditemukan petugas, kaki kirinya tergencet batu besar. Upaya penarikan dilakukan. Tapi sia-sia.
Akhirnya, mau tidak mau, kaki kiri Tedi diamputasi agar dia bisa dikeluarkan. ’’Tim dokter ikut masuk untuk membius korban. Saat diamputasi, dia (Tedi) masih setengah sadar dan bisa diajak berkomunikasi,’’ ungkap Ketua Tim Evakuasi Pemkot Kotamobagu Sahaya Mukoginta seusai menyaksikan evakuasi korban.
Setelah kaki kirinya diamputasi, Tedi diangkat ke luar lubang. Posisinya di kedalaman sekitar 15 meter dari mulut lubang. Sekitar pukul 15.30 Wita, dia berhasil ditandu hingga puncak tebing, tempat ambulans menunggu. Namun, belum sampai ambulans berangkat, warga Desa Pontodon, Kecamatan Kotamobagu Utara, Kota Kotamobagu, tersebut dinyatakan meninggal.
Sebelumnya, dari pemantauan Sahaya, Tedi masih aktif berkomunikasi. Baik dengan petugas, keluarga, maupun sesama korban yang tepat berada di bawahnya, yakni Reza Sipasi. ’’Mereka masih bisa ngobrol-ngobrol hingga tadi (kemarin, Red) siang,’’ katanya.
Bahkan, hingga sebelum diamputasi, Tedi masih aktif menyantap makanan yang diantar langsung oleh petugas. Sesekali pihak keluarga ikut masuk ke lubang tersebut untuk menyuapinya.
Urutan korban teratas setelah Tedi adalah Reza. Posisi terakhir yang diketahui petugas, Reza dengan eratnya memeluk kaki kanan Tedi yang tidak tertimpa batu. Namun, saat tubuh Tedi diangkat, Reza sudah tak sadarkan diri. Wajahnya pucat. ’’Hanya kelihatan kepala dan tangannya. Tubuhnya tertimbun batu,’’ tuturnya.
Sebenarnya, masih ada satu korban lagi yang tak jauh dari posisi keduanya. Namun, diperkirakan, korban yang belum diketahui identitasnya itu sudah meninggal. Sebab, punggung dan dadanya terjepit batu besar. ’’Setelah itu sudah tidak kelihatan di bawahnya. Sudah tertutup batu total,’’ ungkap Sahaya setelah turun dari lokasi kejadian.
Pencarian korban pada hari ketiga kemarin membuahkan hasil. Setidaknya, tiga korban berhasil dievakuasi. Namun, ketiganya telah meninggal. ’’Ada dua korban yang dievakuasi sekitar jam tiga dini hari. Dan Tedi itu tadi sekitar setengah empat,’’ kata Sahaya yang juga membawahkan tim BPBD, Satpol PP, Dinkes, dan Dinsos Kotamobagu.
Sulitnya akses menjadi hambatan petugas. Penambangan emas tidak berizin (PETI) itu berada di puncak bukit, dekat area pertambangan milik PT JRBM. Waktu tempuh dengan kendaraan roda empat dari ibu kota Sulawesi Utara, Manado, sekitar 5 jam. Atau sekitar 1 jam dari pusat Kota Kotamobagu.
Namun, mendekati lokasi pertambangan, jalan yang sebelumnya berupa aspal mulus berganti dengan jalan tanah. Setidaknya ada dua akses menuju lokasi kejadian. Yakni, jalan khusus milik PT JRBM dan jalan tikus yang ditengarai menjadi akses masuk para penambang ilegal tersebut.
Sebab, tidak sembarang orang bisa lewat jalan khusus perusahaan. Yang diizinkan masuk hanya pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya, petugas kepolisian dan tim evakuasi. Namun, jika melewati jalan tersebut, kendaraan roda empat bisa masuk hingga mendekati lokasi. Karena itu, jalan itulah yang dipilih petugas untuk lalu-lalang ambulans yang mengangkut korban.
Jalan yang satu lagi relatif bebas. Siapa pun bisa masuk hingga ke lokasi kejadian tanpa pengamanan. Di sepanjang jalan tersebut terdapat tenda-tenda penjual makanan dengan area parkir yang luas. Menurut penuturan warga sekitar, di situlah basecamp para penambang ilegal tersebut sebelum akhirnya mereka berjalan kaki bersama naik ke lokasi tambang.
Ya, perjalanan menuju lokasi tambang tidak bisa menggunakan kendaraan apa pun. Mereka harus berjalan kaki. Waktu tempuhnya sekitar satu jam dengan medan yang cukup terjal. Sesekali harus menyeberangi sungai kecil tanpa jembatan.
PETI tersebut berlokasi tepat di tebing tepi jurang. Lubang-lubangnya berada di bagian tengah turunan yang curam. Untuk menuju lubang itu, penambang harus memanjat dari bawah hingga mencapai tempat tersebut. Jalur itulah yang digunakan para penambang ilegal sehingga bisa melenggang bebas membuat lubang dan menambang emas di tempat tersebut.
Sahaya mengungkapkan bentuk penambangan tersebut. Dari pengakuan korban yang selamat, lokasi di dalam lubang terdiri atas dua lantai. Pintu masuk langsung menuju lantai 2. ’’Ternyata di dalamnya luas. Pintu masuknya saja yang kecil,’’ ujarnya.
Setelah dari lantai 2, penambang bisa menuju lantai 1 di dalam lubang itu. Ruangan tersebut mempunyai kapasitas yang hampir sama dengan di atasnya. Di lantai 1 itulah terdapat cabang-cabang yang cukup banyak. ’’Kebanyakan yang selamat ini dari cabang itu. Setelah lantai atas runtuh, mereka lewat reruntuhan itu untuk keluar,’’ terangnya.
Saat ini kondisi reruntuhan di dalam lubang benar-benar labil. Bahkan, saat melakukan evakuasi, sesekali petugas dikagetkan oleh batu-batu yang masih berjatuhan. Karena itu, mereka memilih cara manual untuk menghindari gerakan yang membuat tanah bergerak.
Dengan banyaknya korban yang diketahui sudah meninggal, hari ini akan ada pengerahan alat berat untuk evakuasi. Fokus evakuasi pada hari keempat ini adalah mengeluarkan korban yang meninggal. Diperkirakan masih ada 30-an orang yang terjebak di dalam lubang galian tambang.
Kepala BPBD Bolmong Haris Dilapanga menyatakan, 26 korban berhasil dievakuasi dari dalam reruntuhan. ’’Satu orang itu masih simpang siur. Katanya diselamatkan warga pada dini hari. Namun, data yang kami miliki, 19 orang selamat dan 7 orang meninggal,’’ ujarnya.
Pernyataan Haris itu sekaligus meralat statemen Bupati Bolmong Yasti Mokoagow pada Rabu (28/2). Saat itu Yasti menyebut delapan korban meninggal. (*/c5/oni/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: