bontangpost.id – Kabar pemerkosaan gadis di bawah umur di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, menjadi sorotan. Sebab, kasus itu tergolong langka. Tersangkanya disebut berjumlah 11 orang dengan beragam profesi. Mulai kepala desa, guru, hingga perwira Polri. Korbannya adalah remaja 16 tahun.
Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho membenarkan kasus itu memang benar terjadi di Parimo. Namun, menurut Kapolda, kasusnya bukan pemerkosaan. “Sebab, tidak ada unsur pemaksaan maupun ancaman,” jelasnya.
Yang benar, menurut dia, kasusnya adalah persetubuhan anak di bawah umur. “Tindak pidana ini juga dilakukan sendiri-sendiri, di tempat berbeda, dan tidak bersamaan,” terangnya.
Meski demikian, polisi tetap mendalami kasus tersebut. Sepuluh di antara sebelas orang yang namanya disebut korban sudah ditetapkan sebagai tersangka. Satu orang lagi, yakni perwira polisi berinisial Ipda MKS, masih diperiksa. Di antara 10 tersangka, 7 orang sudah ditahan. Tiga orang lainnya masih dikejar.
Kapolda Agus menerangkan, korban bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah yang dijadikan tempat kumpul para tersangka. Korban menerima gaji bulanan dari ARH, salah seorang tersangka. ”Sebelas tersangka ini saling kenal,” katanya.
Kasus ini bermula saat korban dan kekasihnya yang berinisial FN melakukan hubungan intim. Kala itu FN memberikan uang kepada korban. Hubungan haram itu ternyata disebarkan FN kepada temannya di lokasi tempat korban bekerja. “Pacarnya menyampaikan bahwa korban bisa dibayar (untuk melakukan persetubuhan),” ujarnya. Informasi itu akhirnya terdengar oleh para tersangka. Karena itu, mereka tertarik untuk ikut menyetubuhi korban.
Agus mengungkapkan, korban berasal dari keluarga kurang mampu. Dia menjadi tulang punggung keluarga. Korban membiayai adik-adiknya yang masih kecil. Karena itu, dia bersedia melayani para tersangka setelah diiming-imingi materi.
“Ada yang mengiming-imingi uang, pakaian, dan handphone. Bahkan, ada yang berjanji menikahi korban jika sampai hamil,” ujar Agus.
Agus menegaskan, korban tidak diperjualbelikan. Korban juga membantah mengonsumsi narkoba saat persetubuhan. ”Itu tidak benar,” tegasnya.
Kasus ini bergulir ke ranah hukum setelah ibu korban melapor ke Polresta Palu pada Januari 2023. Waktu itu korban masih berusia 15 tahun. Polisi lantas bergerak dan menjerat para tersangka dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan terhadap Anak. Dalam UU tersebut, ancaman hukumannya adalah maksimal 15 tahun penjara dan minimal 5 tahun penjara.
”Dari hasil pemeriksaan, korban mengaku telah disetubuhi 11 orang secara sendiri-sendiri, di waktu dan tempat berbeda, dalam kurun waktu 10 bulan, sejak April 2022 sampai Januari 2023,” jelas Agus.
Tujuh tersangka yang telah ditahan adalah HR Kades di wilayah Parigi Moutong, ARH (40) guru SD di Sausu, FN (22) mahasiswa yang juga pacar korban, AK (47), AR (26), MT (36), dan KDD (32). Tiga tersangka yang masih buron adalah AW, AS, dan AK.
”Anggota Polri (Ipda MKS) saat ini masih diperiksa dan diamankan di Mako Brimob Polda Sulteng. Sebelumnya, dia bertugas di Polres Parimo,” jelasnya.
Penyidik juga sudah meminta keterangan dari enam orang. Mereka adalah ayah dan ibu korban serta orang-orang yang dianggap mengetahui kejadian tersebut. Ada beberapa tempat kejadian perkara (TKP) kasus persetubuhan itu. Yakni, rumah seorang tersangka, rumah tempat korban bekerja, dan tiga penginapan. Lalu, di pinggir sungai Desa Sausu dan sebuah rumah pondok kebun. Semuanya masih berada di wilayah di Kabupaten Parimo.
”Tersangka MT melakukan persetubuhan selama dua kali dari Desember 2022 dan Januari 2023, ARH sebanyak enam kali dari April 2022 sampai Januari 2023, AR melakukan empat kali di sebuah penginapan, AK melakukan empat kali, serta HR melakukan dua kali,” papar Agus.
Saat ini kasus itu telah diambil alih oleh Polda Sulteng. Petugas masih mengejar tiga tersangka. ”Tiga buron diimbau segera menyerahkan diri,” kata Agus.
Sementara Kabidhumas Polda Sulteng Kombespol Djoko Wienartono menyatakan, korban kini dirawat di salah satu rumah sakit di Kota Palu.
”Polres juga akan meminta asesmen dari ahli psikologi untuk memastikan kondisi mental korban. Kami juga menggandeng P2TP2A (pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak),” jelasnya.
Korban dirawat di RSUD Undata di Kota Palu. Dia ditangani tiga dokter bedah. Meski kondisinya baik, korban sering mengeluh sakit perut. ”Jadi, ada tiga dokter yang terlibat, yaitu dokter bedah anak, bedah kebidanan, dan bedah digestif,” kata Direktur RSUD Undata drg Herry Mulyadi.
Dia menuturkan, korban harus menjalani operasi pada rahimnya yang terinfeksi. Keputusan ini diambil setelah konsultasi dengan tiga dokter yang terlibat, termasuk pembahasan mengenai risiko yang mungkin dialami pasien. Rencana operasi juga telah disampaikan kepada keluarga korban. Menurut Herry, operasi belum dapat dilakukan karena berdasar hasil laboratorium kondisi pasien belum memungkinkan.
Para dokter khawatir muncul risiko yang lebih besar jika operasi dilakukan saat ini karena usia pasien masih 16 tahun. ”Operasi baru dapat dilakukan setelah kondisi pasien membaik,” ungkapnya.
Herry menambahkan, RSUD telah menempatkan korban di ruang khusus guna menjaga privasinya. Langkah ini diambil untuk melindungi korban yang telah mengalami kasus traumatis. Kejadian asusila tersebut, menurut dia, tidak hanya berdampak pada kondisi fisik korban, tetapi juga memengaruhi psikologisnya.
”RSUD Undata menangani kasus ini dengan serius. Kami mohon doanya agar anak kita ini dapat pulih kembali. Kejadian ini merupakan situasi yang luar biasa,” tuturnya. (who/ron/c14/oni)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: